Jakarta, CNBC Indonesia - Ketakutan dan kekhawatiran penutupan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), kini menghantui karyawan.
Pita hitam bertulis 'Selamatkan Sritex' dipakai seluruh direksi dan karyawan PT Sritex di lengan kiri mereka. Bahkan patung pendiri PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) HM Lukminto di dalam pabrik juga dipasangi pita hitam tersebut.
Penggunaan pita hitam itu usai Pengadilan Niaga Semarang memutuskan bahwa Sritex dan tiga anak perusahaannya (SRIL) dinyatakan pailit.
Putusan kepailitan dapat berdampak langsung terhadap keberlangsungan perusahaan. Perusahaan tidak memiliki kontrol atas sebagian atau seluruh asetnya, termasuk inventaris, simpanan uang di bank, dan properti. Bahkan, kondisi terburuk atas berhentinya operasional perusahaan adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Lalu bagaimana urutan pembayaran utang Sritex?
Kepada CNBC Indonesia, Imran Nating selaku Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), bahwa debitur ketika berada dalam keadaan pailit maka yang bisa dilakukan adalah proses restrukturisasi atas utang dalam PKPU.
Imran juga mengatakan, di dalam PKPU, kemudian ditawarkan pembuktian proposal perdamaiannya atau komposition plan kepada para debitur, jika kreditur menyetujui, maka akan di sahkan perjanjian perdamaian oleh majelis Hakim.
Setelah disahkan, berakhirlah proses PKPU, dan selanjutnya antara debitur dalam hal ini Sritex dengan para kreditur wajib melaksanakan perjanjian perdamaian yang telah disahkan.
Akan tetapi perjanjian dalam itu gagal terjadi di Sritex, sehingga Sritex dinyatakan pailit. Maka tahap selanjutnya, debitur (Sritex) akan dieksekusi seluruh harta kekayaannya oleh kurator dengan perintah undang-undang yang hasil kekayaannya.
Namun, kini beredar kabar pemerintah berpotensi menggelontorkan dana talangan atau bailout untuk menyelamatkan Sritex.
"Jadi gini Kan ada langkah kasasi, kalau kasasi pun kalah Sritex ada langkah PK (Peninjauan Kembali). Nah Nanti kalau secara hukumnya Sritex kalah itu opsi yang diambil pemerintah berbeda dengan opsi kalau nanti proses hukumnya Sritex bisa menangani dengan baik artinya memang ini dua jalur penyelesaian yang berbeda," ungkap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Agus Gumiwang menegaskan pemerintah tidak bisa melakukan bailout. Kini pemerintah tengah memonitor perkembangan kasus hukum Sritex setelah perusahaan tersebut mengajukan kasasi.
"Kita nggak bisa ada soal bailout dan lain-lain itu dua jalur penyelesaian yang berbeda. Kalau kasasi kalau Permasalahan hukumnya diselesaikan dengan Sritex langkah pemerintah seperti apa. Kalau misalnya Sritex kalah sampai PK itu langkah pemerintah berbeda nanti," bebernya.
Agus justru menekankan pentingnya homologasi yaitu persetujuan antara debitor dan kreditor untuk mengakhiri kepailitan. Sritex harus melakukan restrukturisasi terutama masalah keuangan yang mereka hadapi.
Hal ini pun menimbulkan banyak pertanyaan bagaimana nasib upah karyawan hingga investor yang telah berinvestasi di saham SRIL.
Dalam diskusi lanjutan bersama Imran Nating selaku Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), terdapat beberapa urutan yang harus diselesaikan oleh Sritex setelah dinyatakan pailit.
Pertama, membayar upah buruh terutang atau yang masih ada tunggakan pembayaran gaji kepada karyawan.
Kedua, membayar kepada kreditur sebagai pemegang jaminan yakni para perbankan yang memberikan jaminan hipotik.
Ketiga, menyelesaikan hak-hak buruh lainnya seperti pesangon dan uang penggantian hak kerja dan dan lainnya.
Keempat, pembayaran kepada kreditur preferen pajak.
Kelima, vendor dan lain-lain.
Dan terakhir investor pemegang saham SRIL. Sehingga pemegang saham akan dihadapkan dengan risiko likuiditas saat perusahaan dinyatakan sudah bangkrut.
Akan tetapi, perusahaan terbuka (tbk) yang telah dinyatakan pailit dapat tetap berjalan dengan adanya going concern.
Apakah Sritex dapat tetap beroperasi meski telah dinyatakan pailit?
Dikutip dari Jurnal Notarius bertajuk 'Kedudukan Perseroan Terbatas yang Tetap Aktif Menjalankan Perusahaannya (Going Conern) setelah Dipailitkan' oleh Yunintio Putro Utomo dan Paramita Prananingtyas, perusahaan pailit masih bisa meneruskan usahanya atau going concern.
Namun, hal ini mestilah didasari dengan penilaian dari kurator yang menyatakan bahwa suatu perusahaan masih punya prospek untuk meningkatkan boedel pailit. Artinya, bila suatu PT dinilai going concern, maka kurator akan memilih untuk melanjutkan usaha perseroan demi kepentingan banyak orang.
Jika perusahaan tetap beroperasi, dimungkinkan adanya keuntungan yang akan diperoleh. Di antaranya adalah menambah harta di pailit dengan keuntungan-keuntungan yang didapat sehingga utang-utang dapat dibayar.
Penjelasan mengenai keberlanjutan usaha atau going concern ini juga terdapat dalam UU yang telah disebutkan, tepatnya di pasal 104 ayat (1) dan (2). Berikut ini bunyinya:
1. Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
2. Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Asas kelangsungan usaha alias going concern ini bertujuan melindungi kepentingan debitor pailit dari kepentingan beberapa kreditor yang menghendaki segera diselesaikannya utang-utang debitor pailit. Sebab, hal ini bisa secara otomatis menyebabkan debitor pailit kehilangan haknya.
Jadi, jika suatu perusahaan pailit, ia masih bisa tetap beroperasi dengan syarat-syarat tertentu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan faktor keadaan finansial dan non finansial perusahaan.
Meski dapat beroperasi, namun tidak menutup kemungkinan perusahaan tbk tersebut akan menjadi perusahaan tertutup karena telah memenuhi kriteria delisting oleh pihak BEI.
Kasus Going Concern di BEI
Salah satu perusahaan properti dan real estate yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Cowell Development Tbk (COWL) telah di suspen sejak 2019, saham tersebut pun berpotensi delisting atau penghapusan pencatatan saham oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini karena emiten properti tersebut telah disuspensi selama hampir lima tahun.
Berdasarkan keterbukan informasi di BEI, Senin (17/7/2023), COWL berpotensi delisting sesuai dengan pengumuman bursa nomor Peng-SPT-00016/BEI.PP3/07-2020 tanggal 13 Juli 2020 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Cowell Development Tbk. (COWL) serta Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa.
Sebelumnya, pada Juli 2020 lalu PT Cowell Development Tbk telah diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan surat nomor 21/Pdt. Sus/Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Putusan tersebut diajukan setelah PT Multi Cakra Kencana Abadi mengajukan permohonan pailit atas utang COWL sebesar Rp53,4 miliar pada 17 Juli 2020, yang jatuh tempo pada 24 Maret 2020.
Anak usaha COWL juga dinyatakan pailit yakni PT Plaza Adika Lestari (PAL) dan PT Nusantara Prospekindo Sukses (NPS) pada tahun 2022 lalu, meskipun masih bisa menjalankan operasional perusahaan.
Masih berjalannya operasional perusahaan, dikarenakan entitas usaha tersebut mendapat penetapan going concern atas putusan pailit dari Mahkamah Agung RI, dengan nomor putusan PT PAL : No. 1434K/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo 53/Pdt.Sus/PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 18 Agustus 2021, dan PT NPS : No. 1433K/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. "Putusan itu, kami terima pada 18 Agustus 2021 dari Mahkamah Agung," tulis Pikoli Sinaga, Corporate Secretary Cowell Development dalam surat terbuka.
Oleh Karena itu, PT Plaza Adika Lestari berdasar going concern, tetap menjalankan kegiatan usaha yaitu sewa unit pada Atrium Mall, dan space ruang kantor pada gedung Cowell Tower, di bawah pengawasan pihak Kurator. Secara hukum, Plaza Adika Lestari telah mengajukan peninjauan kembali kedua dengan No: 31 PK/PDT.Sus-Pailit/2021/PN.Niaga.JKT.Pst tanggal 29 Oktober 2021.
Sementara PT Nusantara Prospekindo Sukses tetap menjalankan kegiatan usaha sesuai going concern, dan di bawah pengawasan kurator. Operasional hanya dalam perawatan rutin, karena tidak dapat menjual tanah, dan bangunan. Nusantara Sukses telah mengajukan peninjauan kembali kedua dengan nomor 31 PK/PDT.Sus-Pailit/2021/PN.Niaga.JKT.Pst tanggal 29 Oktober 2021.
Saat ini, Perseroan menunggu putusan atas proses peninjauan kembali kedua yang sedang dilaksanakan pada tingkat Mahkamah Agung. Kondisi itu, membuat penerimaan pendapatan, dan pengelolaan apartemen turun secara signifikan, dan berada di bawah pengawasan pihak kurator.
Emiten lainnya yang sempat nyaris dalam ambang kebangkrutan adalah PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS). Perseroan sempat menghadapi gugatan PKPU. Akan tetapi pada 2023, Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengesahkan perjanjian perdamaian antara debitur PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOTL) dengan kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selama masa PKPU, TOPS masih beroperasi dan menjalankan bisnis sebagaimana biasanya, hanya yang berbeda dalam hal penggunaan harta debitor terlebih dahulu diajukan persetujuan kepada tim pengurus agar memastikan pengeluaran tersebut untuk keperluan operasional perusahaan agar tetap bisa on going concern.
Kabar terbaru Juli 2024, PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) merencanakan untuk melakukan pembelian kembali saham Perseroan (Buyback) sebanyak- banyaknya Rp 3.000.000.000. Buyback akan dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi likuiditas dan permodalan Perseroan, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengutip keterbukaan informasi, Buyback TOPS, perkiraan tanggal RUPSLB pada tanggal 11 Juli 2024 dengan periode buyback 12 bulan setelah persetujuan RUPLB dan OJK
Pelaksanaan aksi korporasi tersebut dilatarbelakangi oleh harga saham di pasar saat ini sudah lebih rendah dari nilai buku perusahaan dan tidak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya, hal tersebut berdampak negatif terhadap citra perseroan.
Selain itu, saham perseroan belum terlalu aktif sebagaimana tahun-tahun sebelumnya setelah IPO sehingga perseroan memutuskan melakukan buyback yang bertujuan untuk meningkatkan harga saham sesuai dengan nilai perusahaan, memberikan citra yang positif terhadap pasar sehngga transaksi akan kembali berjalan sebagaimana mestinya
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini: