Jakarta, CNBC Indonesia - Terobosan klasterisasi dan holdingisasi dalam tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah kepemilikan Erick Thohir sudah berada di jalur yang tepat.
Transformasi Holding Sub Holding dan Merger BUMN
Selama lima tahun terakhir, BUMN banyak berbenah dengan membentuk holding, seperti Holding Ultra Mikro (BRI Grup), Holding tambang (MIND ID), Holding Holding jasa survey (ID Survey), Holding farmasi (BioFarma), Holding spesialis Transformasi dan Investasi (Danareksa), Holding pertahanan (Defend ID), lalu Holding perkebunan (PTPN).
Klasterisasi dengan pembentukan sub holding juga dilakukan BUMN. Paling baru pada akhir tahun lalu, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) mengumumkan penggabungan 13 perusahaan di bawah Holding Perkebunan Nusantara, menjadi dua Sub Holding, yakni PalmCo dan SupportingCo.
PalmCo diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600 ribu hektare pada 2026, dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia.
Sedangkan, SupportingCo akan menjadi Perusahaan Pengelola Aset Perkebunan Unggul, yang mencakup kegiatan pemanfaatan aset perkebunan melalui optimalisasi dan divestasi aset, pengelolaan tanaman perkebunan, diversifikasi usaha lainnya, serta green business yang mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Pembentukan sub holding juga dilakukan BUMN lain yang lebih dulu yakni PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Pertamina tercatat melakukan sub holding pada 2021 lalu. Ada lebih dari 20 anak usaha yang dimiliki Pertamina kemudian ditransformasi menjadi enam subholding yang mengelompokkan anak usaha dengan bidang lebih relevan.
Enam subholding tersebut diantaranya, Upstream Subholding, Gas Subholding, Refinery and Petrochemical Subholding, NRE Subholding, Commercial and Trading Subholding, dan Integrated Marine Logistics Subholding.
PLN kemudian mengikuti langkah Pertamina setahun selanjutnya atau pada 2022, dengan mengelompokkan sekitar 11 anak usahanya menjadi empat sub holding yang terintegrasi, yakni PLN Energi Primer Indonesia, PLN Nusantara Power (Generation Company 1), PLN Indonesia Power (Generation Company 2) dan PLN ICON Plus.
Aksi merger juga dilakukan guna mengoptimalkan bisnis di bidang yang sama, diantaranya Bank Syariah Indonesia (BSI), merger BUMN Pelabuhan Pelindo, dan terbaru pada tahun ini ada merger Bandara Angkasa Pura Indonesia I dan II menjadi InJourney.
Berkah Holdingisasi : Profitabilitas BUMN Makin Gemuk
BUMN yang telah melalui proses tersebut, beberapa diantaranya telah terbukti mencatatkan perbaikan kinerja. Bahkan ada yang mencetak rekor laba sampai berhasil turnaround atau membalikkan rugi jadi untung.
Sebut saja, dari Holding Ultra Mikro (UMi) BRI Grup yang sudah berdiri selama tiga tahun, tepatnya sejak September 2021 lalu berhasil mencetak kinerja bottom line ciamik.
Sebagai informasi, Holding Umi BRI Grup merupakan gabungan dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bersama Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
Holding Umi BRI Grup Cetak Laba Tertinggi Sepanjang Sejarah
BRI Grup per akhir 2023 berhasil mencetak laba bersih tertinggi sepanjang sejarah, mencapai Rpp60,42 triliun. Capaian tersebut tumbuh 17,54% secara tahunan (yoy) dan melesat nyaris dua kali lipat dari posisi 2021 setelah penggabungan.
Memasuki tahun ketiga, laba BRI Grup juga semakin moncer. Laporan perusahaan mencatat hingga delapan bulan berjalan pada 2024, laba bersih sudah mencapai Rp36,21 Triliun.
Sementara dari segi perluasan, Holding UMi memasuki tahun ketiganya juga berhasil menambah sebanyak 6 juta debitur, sehingga dari yang awalnya berjumlah 31 juta debitur (13 September 2021) kini berhasil melayani tak kurang dari 37 juta debitur untuk mendapatkan akses keuangan formal.
Keberhasilan ini tak lepas dari implementasi strategi sejak tahun pertama terbentuk. Mulai dari mensinergikan budaya kerja ketiga entitas melalui aktivasi BRIGADE MADANI. Kemudian semakin diperkuat dengan intergrasi platform digital dari 3 entitas, yakni Selena milik Pegadaian, Mekaar milik PNM, dan BRISPOT milik BRI.
Ketiganya platform tersebut kemudian terintegrasi dalam platform SenyuM Mobile yang pada awalnya digunakan lebih dari 70 ribu tenaga pemasar di antara tiga entitas.
Holdingisasi Kebut Laba MIND ID Tumbuh 1000 Kali Lipat
Beralih ke Holding BUMN lainnya, ada dari Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID) yang tercatat mencetak pertumbuhan laba paling luar biasa.
Sudah setahun lebih sejak resmi Inalum menjadi holding tambang dan beralih nama menjadi MIND ID, laba sudah naik lebih dari puluhan persen.
Sampai semester I/2024, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk berhasil melesat 54,71% menjadi Rp17,32 triliun, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp11,19 triliun.
Jika ditarik pada periode lebih panjang, selama lima tahun kepemimpinan Erick Thohir di Kementerian BUMN, torehan laba bersih MIND sejak 2019 sudah naik lebih dari 1000 kali lipat menjadi Rp27,52 triliun pada akhir 2023.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, capaian tersebut didorong oleh produksi sejumlah komoditas kritis dan didukung oleh peningkatan harga komoditas di pasar global.
"Pencapaian ini didorong oleh kinerja seluruh komoditas kelolaan khususnya emas, tembaga, timah, batu bara, dan aluminium yang sangat positif di tahun 2024," ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (13/9/2024).
Holdingisasi Sukses Ubah Rugi PTPN Jadi Untung
Berbicara kinerja dari holding perkebunan PTPN, dalam tiga tahun terakhir ini sudah berhasil mencetak laba dari yang sebelumnya merugi dan membayar sebagian utang guna memperbaiki neraca.
Melansir data perusahaan sampai 2023, PTPN sudah mencatat akumulasi laba bersih mencapai Rp11,7 triliun.
Perlu dicatat, pada 2020 lalu PTPN masih menderita kerugian Rp1,13 triliun. Sejak diambil kebijakan transformasi dan restrukturisasi, PTPN akhirnya berhasil membalikkan kerugian menjadi laba pada 2021 sebesar Rp4,64 triliun.
Transformasi dengan pembentukan sub holding juga diharapkan bisa membawa kinerja keuangan semakin solid. Manajemen menargetkan raihan laba pada 2024 mencapai Rp 3,9 triliun, lebih tinggi dari realisasi pada 2023 sebesar Rp 1,02 triliun.
Tak hanya soal laba, buah transformasi PTPN telah dituai dalam hal menyelesaikan kewajiban kepada beberapa pihak.
Dalam tiga tahun terakhir, Holding PTPN telah mencicil pembayaran utang kepada perbankan senilai Rp 11,3 triliun, utang pembayaran santunan hari tua Rp 3,7 triliun, dan utang pembayaran iuran pensiun sebesar Rp 3 triliun.
Saat ini, utang holding PTPN sisa Rp 30 triliunan dari total sekitar Rp 43 triliunan. Manajemen PTPN menargetkan pembayaran utang dapat terselesaikan pada 2025.
Apabila target ini tercapai, maka kinerja PTPN dinilai akan meningkat pada periode 2026 dan seterusnya.
Pada akhirnya, terobosan BUMN dalam melakukan holding sub holding sampai merger perusahaan masih dalam tahap awal dan sudah berjalan dalam jalur yang tepat guna melakukan efisiensi operasional bisnis, mensinergikan aset agar lebih optimal, serta berujung pada harapan perbaikan kinerja keuangan terus berlanjut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini: