Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi lifting minyak mentah atau minyak bumi di Indonesia hingga kini belum tercapai dan hampir selalu meleset dari target. Peran perusahaan seperti PT Elnusa (Tbk) pun menjadi sangat krusial dalam menopang lifting minyak sekaligus menjamin ketahanan energi nasional.
Realisasi produksi terangkut (lifting) minyak mentah Indonesia hampir selalu di bawah target dalam 20 tahun terakhir. Ambisi besar untuk mencapai lifting minyak sebanyak 1 juta barel per hari (bph) pun bahkan sudah gagal terwujud dalam 18 tahun terakhir.
Lifting minyak sebesar 1 juta bph terakhir kali tercapai pada 2005 yakni sebesar 1,07 juta bph. Dalam kurun waktu 20 tahun atau sejak 2003, hanya dua realisasi lifting melewati target yakni pada 2016 dan 2020.
Namun, target tersebut sebenarnya sudah sudah diturunkan dari proyeksi awal melalui APBN-Perubahan pada 2016 ataupun melalui Perpres pada 2020 karena pandemi Covid-19.
Realisasi lifting minyak merosot tajam dari sebesar 794.000 barel per day (bpd) pada 2014 menjadi 604.710 pada 2023. Realisasi lifting tahun ini bahkan diperkirakan akan menyentuh kisaran 500.0000 pada tahun ini. Hingga akhir Agustus 2024, lifting hanya menembus 569.000 bpd padahal pada periode yang sama tahun lalu masih mencapai 615.400.
Fakta pahit realisasi lifting dalam 10 tahun terakhir semakin menjauhkan Indonesia dari misinya untuk bisa menghasilkan lifting 1 juta bpd. Semakin tergerusnya lifting minyak tentu saja berimbas negatif kepada neraca perdagangan, rupiah, hingga beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sejumlah praktisi dan analis menjelaskan lifting minyak terus anjlok karena berkurangnya eksplorasi padahal eksplorasi merupakan syarat utama menemukan ladang minyak baru. Dalam catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), aktivitas eksplorasi pada 2022 mencakup 30 sumur.
Jumlah tersebut jauh berkurang pada periode sebelumnya. Merujuk data APBN 1982/1983, pengeboran baru dilakukan terhadap 179 sumur pada 1980.
Tanpa eksplorasi maka Indonesia tidak akan mendapatkan sumber ladang minyak baru. Waktu yang dibutuhkan antara produksi dan penemuan ladang minyak juga semakin panjang. Artinya, semakin lama Indonesia menahan diri untuk melakukan eksplorasi maka semakin lama pula produksi baru akan tercipta.
Iklim investasi yang kurang bersahabat juga dinilai menjadi penyebab lain dari jebloknya lifting. Pemerintah sebenarnya menawarkan sejumlah insentif seperti seperti pengurangan pajak atau cost recovery. Namun, negara lain juga menawarkan insentif yang tak kalah menarik. Belum lagi panjangnya perizinan yang harus dihadapi perusahaan jika ingin melakukan investasi di migas.
Anjloknya lifting minyak ini menjadi cerita sedih karena Indonesia pernah menjadi eksportir minyak pada periode 1970-awal 1980an.
Pada awal 1980an, lifting minyak Indonesia menembus 1,5-1,6 juta bpd. Boediono dalam bukunya Ekonomi Indonesia dalam Lintas Sejarah menjelaskan komposisi industri migas (pengolahan minyak) pada PDB Indonesia meningkat dari 0,6% pada 1975 menjadi 5% pada 1985.
Nilai ekspor minyak bumi mencapai puncaknya pada 1981-1982 dengan rata-rata tahunan mencapai US$ 14,6 miliar. Angkanya merosot tajam menjadi US$ 7,7 miliar pada 1985.
Dukung Produksi Minyak 1 Juta BOPD, ELSA Perkuat Bisnis Hulu
Meski realisasi lifting minyak di Tanah Air belum memuaskan, tetapi beberapa emiten yakin bahwa ke depannya Indonesia mampu mencapai realisasi lifting minyak yang diharapkan. Salah satu emiten tersebut yakni PT Elnusa Tbk (ELSA), anak usaha PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
ELSAA merupakan perusahaan solusi layanan energi di bidang jasa hulu minyak dan gas, jasa distribusi dan logistik energi, serta jasa penunjangnya.
ELSA optimistis terhadap bisnis sektor energi di Indonesia utamanya sektor jasa hulu migas seiring dengan upaya pemerintah mencapai target produksi minyak 1 Juta Barel per hari (BOPD) pada 2033.
Untuk mendukung upaya pemerintah RI dalam mencapai target tersebut, ELSA terus mendorong penguatan bisnis lewat optimalisasi capital expenditure (CAPEX) yang ditargetkan mencapai Rp526 Miliar sepanjang 2024.
Belanja modal ELSA dilakukan untuk mendukung bisnis Jasa Hulu Migas, penambahan mobil tanki BBM dan pembangunan fuel terminal untuk menopang bisnis distribusi dan logistik serta pembelian kapal Accomodation Work Barge (AWB) Offshore untuk segmen bisnis jasa penunjang energi.
Tak hanya itu saja, Direktur Utama Elnusa, Bachtiar Soeria Atmadja mengatakan PT Elnusa Tbk (ELSA) terus bertransformasi dalam pengembangan bisnis sektor energi yang berkelanjutan.
Melalui perbaikan bisnis proses, pemanfaatan teknologi digital, perbaikan sistem Contractor Safety Management System (CSMS) hingga peningkatan kapabilitas SDM menjadi strategi transformasi meningkatkan kinerja maupun efisiensi.
Kinerja Keuangan ELSA
PT Elnusa Tbk (ELSA) mencatatkan kinerja semester I 2024 yang ciamik dengan berhasil mencetak laba bersih mencapai Rp 443 miliar atau meningkat hingga 77% dibanding dengan periode yang sama semester I tahun 2023 lalu.
Margin Perseroan juga mencatatkan kenaikan, margin per Juni 2024 sebesar 10,59%, naik dari Juni 2023 sebesar 9,44%.
Pertumbuhan laba bersih Perseroan pada semester I 2024 ini dikontribusikan terbesar dari segmen jasa Hulu Energi dan disusul oleh segmen jasa Distribusi dan Logistik Energi serta adanya implikasi atas pembukuan pendapatan bunga.
Capaian laba tersebut juga di dorong oleh pendapatan usaha per Juni 2024 yang sebesar Rp 6,3 triliun, tumbuh 8% year on year pada semester yang sama.
Pendapatan usaha konsolidasi tersebut dikontribusikan melalui segmen jasa Distribusi dan Logistik Energi sebesar 50%, jasa Hulu Energi 41% dan jasa Penunjang Energi 9%.
Sepanjang semester I 2024, EBITDA atau pendapatan perusahaan yang belum dikurangi bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi mencapai Rp 769 miliar atau meningkat hingga 15% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023 lalu.
Peningkatan EBITDA disebabkan karena meningkatnya laba operasional di segmen jasa hulu, jasa distribusi, dan logistik.
Selain itu, jumlah aset terdapat peningkatan 13% dari Rp 9,2 triliun per Juni 2023 menjadi Rp 10,5 triliun pada Juni 2024. Kemudian jumlah liabilitas Perseroan juga mengalami kenaikan 14% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dari Rp 5,1 triliun menjadi Rp 5,8 triliun per 30 Juni 2024, kenaikan jumlah aset serta liabilitas tersebut seiring dengan peningkatan aktivitas operasi.
Sementara itu Perseroan juga mencatatkan peningkatan pada ekuitas sebesar Rp 4,6 triliun pada Juni 2024, dari sebelumnya Rp 4,1 triliun pada periode yang sama tahun 2023.
Selama enam bulan pertama 2024, Elnusa mencatatkan kinerja positif di tengah tantangan industri energi global. Perseroan berhasil meningkatkan efisiensi operasional dan mendiversifikasi portofolio layanan untuk menjaga stabilitas keuangan.
Dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi, Elnusa terus memperkuat posisinya sebagai penyedia solusi terdepan di sektor energi, antara lain melalui peningkatan layanan di sektor hulu migas, distribusi energi, serta layanan pendukung lainnya.
Seiring dengan kinerja positif perseroan, saham PT Elnusa Tbk (ELSA) menunjukkan tren yang stabil di Bursa Efek Indonesia.
Sepanjang semester I 2024, saham ELSA menunjukkan kinerja yang solid, didukung sentimen positif dari investor yang meyakini strategi pertumbuhan jangka panjang perseroan. Manajemen Elnusa optimistis tren ini akan terus berlanjut, seiring meningkatnya kepercayaan investor dan prospek usaha yang cerah.
Rasio Keuangan
Valuasi saham Elnusa saat ini terbilang undervalued alias murah, dimana Price Book Value (PBV) berada di bawah angka satu, yang dimana harga saham saat ini masih di bawah harga kewajarannya.
Secara sectoral, Price Earning Ratio (PER) Elnusa berada di bahwa rata-rata industrinya di PER 10. Sehingga PER Elnusa yang masih tercatat 4,04 masih dapat dikatakan murah.
Dalam menghasilkan margin, Perseroan mampu mencatatkan margin 10,59%. Dari margin tersebut, Perseroan mampu mencatatkan Net Profit Margin (NPM) 7,01%.
Adapun likuiditas Perseroan tercatat cukup baik, dimana Current Ratio (CR) Perseroan berada di atas 100%. Sehingga dalam membayar kewajiban lancar terhadap aset lancar cukup baik.
Kinerja Harga Saham
Kenaikan kinerja keuangan Elnusa sepanjang semester I 2024 sejalan dengan kenaikan harga sahamnya. Tercatat secara year to date (YTD) kenaikan harga saham ELSA sebesar 25% hingga perdagangan intraday Rabu (23/10/2024).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini: