Jakarta,CNBC Indonesia - Sorgum dinilai sebagai tanaman "ajaib". Tanaman serealia tersebut diyakini bisa menyelesaikan dua persoalan penting di Indonesia yakni swasemba energi dan swasembada pangan.
Sorgum bisa menggantikan peran Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat ini Pertamina (Persero) tengah berupaya menggenjot pemanfaatan tanaman sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin. Sebab, sorgum memiliki potensi besar untuk membantu Indonesia mencapai swasembada pangan dan energi.
Tantangan Pangan dan Energi
Laporan dari Bank Dunia dan Badan Pangan Dunia (FAO) menunjukkan bahwa ketegangan geopolitik serta perubahan iklim telah mengganggu produksi pangan di berbagai belahan dunia. Hal ini berdampak pada lonjakan harga komoditas pangan, termasuk gandum, yang hingga kini masih menjadi kebutuhan utama Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gandum Indonesia pada 2023 mencapai 10,59 juta ton atau naik 13% dibandingkan sebelumnya.
Di saat impor gandum mencapai sekitar 10 juta ton per tahun, sorgum mulai dilirik sebagai alternatif lokal yang potensial. Namun, bagaimana posisi Indonesia dalam memanfaatkan sorgum dibandingkan negara-negara penghasil utama lainnya?
Berdasarkan laporan terbaru Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi sorgum dunia dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) diikuti Nigeria, Brasil, dan Sudan.
Sementara negara-negara ini memanfaatkan sorgum sebagai sumber pangan utama, Indonesia mulai mempertimbangkan sorgum sebagai alternatif lokal untuk mengurangi ketergantungan impor dan menghadapi tekanan harga komoditas global.
Potensi Sorgum yang Masih Tersembunyi
Meskipun sorgum memiliki sejarah panjang di Indonesia, dengan budidaya sejak abad ke-4, Indonesia tidak tercatat sebagai pemain utama dalam produksi sorgum. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa luas panen sorgum di Indonesia masih terbatas, sekitar 25.000 hektar pada periode 1990-2010. Meskipun upaya pemerintah dalam beberapa tahun terakhir mulai mengarah pada revitalisasi sorgum, pengembangannya masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara penghasil utama lainnya.
Bahkan dengan potensi lahan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), produksi nasional masih belum cukup signifikan untuk mencatatkan diri dalam statistik global.
Foto: Sorgum (Image by gawchar555 from Pixabay)
Sorgum (Image by gawchar555 from Pixabay)
Kenaikan harga gandum global yang mencapai tiga kali lipat sejak 2022 mendorong Indonesia untuk mencari alternatif pengganti. Menurut data dari FAO, krisis ini dipicu oleh berkurangnya ekspor gandum dari negara-negara utama seperti Rusia dan India. Sorgum muncul sebagai pilihan untuk menggantikan sebagian kebutuhan tepung terigu di Indonesia.
Dengan potensi substitusi sebesar 1,18 juta ton tepung sorgum, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor gandum. Namun, untuk mencapai ini, Indonesia perlu memperluas lahan sorgum hingga 380.557 hektar, suatu tantangan besar yang memerlukan komitmen dan dukungan kebijakan
Negara-negara seperti Nigeria dan Ethiopia telah berhasil memanfaatkan sorgum sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional mereka. Ethiopia, misalnya, mengandalkan wilayah Oromia dan Amhara untuk mencapai produksi 4,100 ribu ton per tahun.
Di sisi lain, Brasil dan Amerika Serikat tidak hanya memproduksi sorgum untuk pangan, tetapi juga mengembangkannya menjadi bioetanol sebagai alternatif bahan bakar. Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sama, terutama dengan program PT Pertamina yang telah memulai proyek percontohan bioetanol berbasis sorgum di NTB.
Peran Sorgum dalam Ketahanan Energi Nasional
Sorgum tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada impor pangan, tetapi juga memainkan peran penting dalam diversifikasi energi terbarukan. PT Pertamina telah melakukan uji coba pemanfaatan sorgum sebagai bahan baku bioetanol, yang bisa dicampur dengan BBM. Proses ini melibatkan ekstraksi nira dari batang sorgum, yang kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Dalam beberapa pameran otomotif seperti GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS), bioetanol dari sorgum telah diperkenalkan sebagai solusi energi yang lebih bersih dan terbarukan.
Kapasitas produksi sorgum di Indonesia masih menjadi tantangan utama. Meskipun pemerintah telah menyiapkan 700 ribu hektar lahan untuk budidaya tebu dan bioetanol, diversifikasi dengan sorgum belum mencapai skala yang diharapkan.
OkiMuraza, Senior Vice President Teknologi Inovasi PT Pertamina, menekankan perlunya perencanaan yang matang dan dukungan teknologi untuk mempercepat peningkatan produksi sorgum di wilayah NTB dan NTT.
Sorgum dan Ekonomi Lokal, Mendorong Kesejahteraan Petani
Pengembangan sorgum memiliki dampak positif terhadap ekonomi lokal, terutama di wilayah-wilayah yang sebelumnya kurang produktif. Dengan harga tepung sorgum yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu, sorgum bisa menjadi komoditas yang menguntungkan bagi petani.
Dukungan pemerintah dalam bentuk pelatihan, teknologi, dan akses pasar sangat diperlukan untuk memastikan sorgum menjadi sumber penghasilan yang stabil bagi petani di daerah marginal seperti NTT.
Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan sorgum sebagai solusi jangka panjang dalam menghadapi krisis pangan dan energi global. Dengan langkah-langkah strategis dalam pengembangan lahan dan teknologi, serta kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, sorgum dapat menjadi tulang punggung baru bagi perekonomian Indonesia. Ini tidak hanya mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga membantu menciptakan ketahanan pangan dan energi yang lebih kokoh, sesuai dengan visi pembangunan berkelanjutan tahun 2024.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini: