Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus anggaran fiskal secara sekilas sangat diharapkan dan menjadi kebanggaan bagi suatu negara. Namun berbeda halnya dengan Irlandia yang justru mendapat kesulitan setelah surplus kembali terjadi.
Dilansir dari Central Statistics Office (Ireland), tampak saldo anggaran pemerintah umum yang dihasilkan pada kuartal II-2024 adalah €3,7 miliar atau sekitar Rp61,19 triliun, dibandingkan dengan €1,5 miliar atau sekitar Rp25,21 triliun pada kuartal II-2023.
Jika dilihat lebih rinci, surplus anggaran fiskal terjadi karena total pendapatan pemerintah umum mencapai €33,4 miliar, sedangkan pengeluaran pemerintah umum mencapai €29,7 miliar.
Statistikawan di Divisi Penyusunan & Output Akun Pemerintah, Paul McElvaney mengatakan hasil untuk kuartal II-2024 menunjukkan bahwa total pendapatan pemerintah naik menjadi €33,4 miliar, yang €3,7 miliar lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2023. Kenaikan ini didorong oleh pajak dan kontribusi sosial, yang meningkat sebesar €3,6 miliar.
"Kenaikan total pengeluaran pemerintah terjadi pada berbagai pos, dengan pertumbuhan terutama didorong oleh gaji, intermediate consumption, manfaat sosial, dan pembentukan modal tetap bruto," kata Paul.
Dilansir dari Reuters, pendapatan nasional Irlandia tampak meroket setelah penerimaan (rejeki nomplok) dari perusahaan Apple.
Penerimaan ini terkait dengan penyelesaian sengketa pajak besar antara Apple dan pemerintah Irlandia, yang mengarah pada pembayaran besar dari perusahaan teknologi multinasional tersebut. Windfall ini diperkirakan akan memberikan dorongan signifikan bagi posisi keuangan negara, mendorong surplus anggaran Irlandia ke tingkat yang sangat tinggi.
Dengan surplus yang melonjak, ada spekulasi tentang bagaimana dana tersebut akan digunakan, baik untuk memperkuat cadangan fiskal negara maupun untuk mendanai berbagai inisiatif domestik lainnya.
Irlandia diperkirakan akan mencatatkan surplus anggaran sebesar 8% dari Pendapatan Nasional Bruto yang dimodifikasi (GNI) pada 2024, jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8%, berkat pembayaran tagihan pajak terutang sebesar €14 miliar dari Apple, kata Menteri Keuangan pada 27 September 2024.
Surplus pemerintah umum diperkirakan akan mencapai sekitar €25 miliar pada 2024, naik signifikan dari perkiraan April yang hanya sebesar €8,6 miliar, yang sebagian besar disebabkan oleh dana pajak yang diterima dari Apple, ujar Menteri Keuangan Jack Chambers dalam konferensi pers.
Foto: Horse Island, di lepas pantai Cork Barat, Irlandia, dijual dengan harga $ 6,3 juta. (Montague Real Estate via CNBC.com)
Horse Island, di lepas pantai Cork Barat, Irlandia, dijual dengan harga $ 6,3 juta. (Montague Real Estate via CNBC.com)
Dikutip dari BBC.com, The Irish Fiscal Advisory Council (IFAC) mengatakan bahwa meskipun surplus besar diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang, surplus tersebut "sepenuhnya didorong oleh penerimaan pajak perusahaan yang luar biasa."
Pemerintah telah mengakui bahwa "pesta pajak" ini suatu saat bisa berakhir dan telah mulai membentuk dana kekayaan negara yang akan menginvestasikan sebagian dari hasil windfall pajak perusahaan tersebut.
Namun tidak hanya Irlandia, surplus anggaran fiskal juga terjadi di berbagai negara lainnya, seperti Ukraina sebesar US$16, 346 miliar (Agustus 2024), Norwegia sebanyak US$6, 176 miliar (September 2024), Swiss sejumlah US$4,958 miliar (Desember 2023), dan Denmark sebanyak US$4,152 miliar (Juni 2024).
Mengapa Irlandia Tidak Membelanjakan Surplus?
Selain risiko inflasi, pengawas fiskal (IFAC) tersebut juga memperingatkan bahwa surplus ini sebenarnya menyesatkan karena status Irlandia sebagai magnet bagi perusahaan multinasional.
"Meski pemerintah memamerkan surplus, ini didorong oleh pajak dari segelintir perusahaan multinasional," kata pernyataan IFAC.
"Tanpa windfall ini, Irlandia akan mengalami defisit besar yang terus berkembang. Jika pajak perusahaan atau jumlah luar biasa pekerja yang bekerja berbalik arah, pemerintah mungkin harus mengurangi janji-janji mereka."
Lebih lanjut, kendati ekonomi Irlandia menunjukkan kemajuan, infrastruktur di negara ini berada dalam titik kritis, terutama dalam hal perumahan dan layanan kesehatan.
"Bagaimanapun, akan sulit bagi pemerintah untuk sepenuhnya menyisihkan pendapatan pajak perusahaan yang berlebih mengingat tuntutan publik yang luas akan dukungan dan pemilu yang semakin mendekat," kata Ricardo Amaro, kepala ekonom di Oxford Economics, kepada Euronews Business.
Untuk meningkatkan infrastruktur sambil melindungi dari tekanan inflasi, Amaro mencatat bahwa "langkah-langkah yang terarah" akan lebih disukai daripada "dukungan menyeluruh seperti tahun-tahun sebelumnya".
"Aturan saat ini cukup longgar untuk mengakomodasi kebutuhan investasi dalam perumahan dan infrastruktur asalkan ada disiplin di area lainnya," tambahnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)