Cerita Pajak Naik di Tanah Minangkabau, Rakyat Nyatakan Perang

1 week ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan pajak merupakan topik sensitif, sehingga peristiwa pemberlakuan atau kenaikan pajak bisa memantik amarah orang. Sebab mereka yang penghasilannya pas-pasan makin tak punya uang usai dikenakan pajak oleh pemerintah. 

Di Indonesia, sejarah pernah membuktikan hal ini bahkan sampai memantik perang melawan pemerintah, seperti yang terjadi di Minang (kini Sumatera Barat) pada 1908.  

Pemerintah Naikkan Pajak

Awalnya, pemerintah Hindia Belanda mendapat anggaran dari hasil budidaya kopi di wilayah Sumatera. Namun, usai tanam paksa berakhir pada 1870, terjadi kemerosotan pendapatan. Sebagai cara menambal anggaran yang kosong, pemerintah memutuskan menaikkan pajak kepada tiap individu. 

Dari semula hanya pajak pertanian berubah jadi pajak perorangan yang mengusik langsung tatanan kehidupan adat rakyat Minang. Menurut Rusli Amran dalam Pemberontakan Pajak 1908 (1988), keputusan ini melanggar perjanjian Plakat Panjang tahun 1833 yang menyatakan pemerintah Hindia Belanda tidak akan menerapkan pajak langsung ke rakyat Minang.

Dengan demikian, rakyat Minang memandang pemerintah Hindia Belanda pengkhianat janji. Apalagi pada saat bersamaan kondisi ekonomi juga sedang susah. Maka, setelahnya terjadi gelombang protes besar-besaran ke pemerintah Hindia Belanda di Batavia (kini Jakarta).

Perang Melawan Pemerintah

Tim peneliti dari Universitas Negeri Padang dalam riset "Gerakan Rakyat Minangkabau Menentang Pajak Kolonial Belanda" (2020) memaparkan, gerakan protes awalnya dilakukan para petani. Mereka protes atas pajak hewan ternak yang dibebankan ke petani.

Hanya saja, gerakan protes ini masih bisa diredam pemerintah dan situasi kembali normal. Meski begitu kenormalan yang terjadi menjadi bom waktu bagi pemerintah Hindia Belanda. Sebab, emosi rakyat yang terpendam memantik amarah besar di tahun 1908.

Kala itu, warga Minang di daerah Kamang (Kini Bukittinggi) turun ke jalan protes penerapan pajak. Mereka meminta pemerintah menarik kembali keputusannya. Namun, pemerintah bergeming dan malah menangkap beberapa tokoh adat. 

Praktis, tindakan tersebut memancing emosi masyarakat. Ribuan penduduk turun ke jalan menyuarakan tuntutan sama dan meminta para tokoh dikembalikan. Bersamaan itu, mereka memasang spanduk protes, mengusir petugas pajak, dan siap mengobarkan perlawanan. 

Ketika ini terjadi, Gubernur Sumatera Barat malah menganggap protes sebagai ancaman dan melaporkan kejadian memanas ini ke Gubernur Jenderal di Batavia.

"Gubernur Jenderal van Heutez di Batavia memberi tanggapan agar segera menyerbu daerah Kamang yang menolak pemberlakuan pajak," tulis tim peneliti dari Universitas Negeri Padang.

Setelahnya, ratusan tentara Hindia Belanda bersenjata modern dari berbagai daerah terdekat dimobilisasi ke kawasan Minangkabau. Rakyat pun mengobarkan perang melawan pemerintah bermodalkan senjata tajam. 

Maka, terjadilah pertempuran sengit yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Kamang. 

Sejarah mencatat, Perang Kamang memantik pertempuran serupa di daerah lain yang diawali dari protes kenaikan pajak. Seluruhnya membuat pasukan Belanda yang bersenjata modern kewalahan. Namun, tetap saja kemajuan alat tempur Belanda membuat pasukan rakyat berhasil diredam. 

Banyak rakyat tertembak dan meninggal, termasuk beberapa tokoh adat dan para pembesar lainnya. Tercatat, lebih dari 200 rakyat tewas. Ini belum memperhitungkan rakyat yang luka dan ditahan. Sementara korban tewas di pihak Belanda hanya 9 orang. Sumber lain juga mencatat, ada 400 tentara Belanda tewas. 

Terlepas dari versi mana yang benar, Perang Kamang berhasil dimenangkan pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya, pemerintah makin menguasai tanah Minang. Pajak tetap diberlakukan.

Harian Sinar Hindia (Juli 1908) mewartakan, pemerintah langsung menerapkan 6 pajak sekaligus ke rakyat Minang. Mulai dari pajak badan, pajak perusahaan, pajak tanah, pajak perang, pajak anjing dan pajak tembakau. Semuanya membuat rakyat Minang jatuh ke dalam kemiskinan dan kesengsaraan. 

Sekalipun menelan kekalahan, banyak sejarawan Indonesia menyebut Perang Kamang sebagai pertaruhan harga diri dan marwah orang Minangkabau. Bahwa, mereka tak bisa direndahkan begitu saja oleh bangsa lain yang mengusik adat-istiadat.

Dari kejadian ini, timbul kebencian mendalam rakyat Minang dan generasi selanjutnya ke orang Belanda. Tak heran, sejarah mencatat banyak orang Minang yang menjadi tokoh pergerakan nasional melawan Belanda di kemudian hari, salah satunya proklamator Mohammad Hatta. 


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Wilayah RI Ini Terbukti Bisa Kaya Raya Tanpa Pajak, Cek Rahasianya

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research