Brasil Hadapi Kiamat Baru, Penikmat Kopi RI Bisa Jadi Korban

4 weeks ago 23

Jakarta, CNBC Indonesia- Langit Brazil, yang biasanya membawa harapan di tengah ladang kopi, kini berubah menjadi ancaman bagi industri ini. Curah hujan yang datang setelah musim kering panjang tak mampu mengembalikan kondisi pohon kopi di Minas Gerais, negara bagian penghasil kopi terbesar di Brazil.

Dilansir dari Reuters, meski hujan mulai turun, para agronomis dan petani pesimis akan hasil panen 2025. "Akan ada kerugian, hasilnya tak akan besar," ujar Alysson Fagundes dari Fundacao Procafe. Dalam situasi ini, pohon kopi yang kehilangan daun dan energi diprediksi sulit menghasilkan buah yang optimal.

Pergerakan produksi kopi Brasil.Foto: Reuters
Pergerakan produksi kopi Brasil.

Sebaliknya, di Indonesia, kekeringan yang terjadi di Brazil telah mengguncang pasar kopi global. Harga kopi arabika melonjak, mencapai level tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Tak hanya itu, harga gula juga ikut terkerek, menciptakan gelombang harga yang tak hanya dirasakan di Brasil, namun juga menyentuh Indonesia, produsen kopi robusta yang mulai merasa dampak dari krisis ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi kopi Indonesia mengalami penurunan, dari 771 ribu ton pada 2022 menjadi 756,1 ribu ton pada 2023. Meskipun harga di pasar global naik, tantangan bagi para petani kopi lokal justru semakin besar. Kenaikan harga kopi memberi keuntungan, tetapi biaya produksi yang ikut meroket membuat keuntungan tersebut cepat terkikis. Petani kecil terjebak di antara naiknya biaya dan menurunnya produksi, situasi yang membuat banyak pihak khawatir akan keberlanjutan industri kopi tanah air.

Di tengah kondisi ini, Vietnam, pesaing terdekat Indonesia, justru mengalami kondisi cuaca yang lebih bersahabat. Peningkatan produksi robusta dari Vietnam diharapkan dapat membantu menstabilkan pasar yang terguncang oleh ketidakpastian di Brazil. Namun, dampak buruk kekeringan di Brazil tetap memberikan efek domino, mengingat negara tersebut masih menjadi salah satu penentu utama pasokan kopi dunia.

Bagi Brazil, curah hujan yang terlambat bukanlah kabar baik. Banyak petani memilih untuk memangkas pohon mereka, berharap untuk pemulihan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. Namun, proses ini berarti tidak ada panen pada 2025 dan harapan baru hanya akan datang pada 2026. Seperti yang diungkapkan seorang petani Brazil, "Kebun kami seperti di ruang perawatan intensif, butuh waktu sebelum benar-benar pulih."

Di Indonesia, konsumsi kopi justru terus meningkat, meski produksinya menurun. Menurut survei Snapchart, sekitar 79% masyarakat Indonesia minum kopi setidaknya sekali sehari. Ironisnya, ketika harga kopi naik, beban konsumen juga ikut bertambah. Kopi yang dulu menjadi bagian dari kenikmatan pagi kini bisa jadi menambah beban ekonomi keluarga.

Indonesia, yang dulu disegani sebagai produsen kopi, kini menghadapi tantangan besar. Dengan produktivitas yang tertinggal jauh dibandingkan Brazil dan Vietnam, kebutuhan akan peremajaan tanaman dan perbaikan infrastruktur pertanian semakin mendesak. Jika tidak segera diatasi, ada risiko bahwa Indonesia akan kehilangan posisi strategisnya di pasar global dan mungkin terpaksa mengimpor kopi untuk memenuhi permintaan domestik yang terus meningkat.

Namun, di tengah kesulitan ini, harapan belum sepenuhnya pupus. Pemerintah dan pelaku industri mulai fokus pada peremajaan kebun, peningkatan teknik budidaya, serta strategi menghadapi perubahan iklim. Ini bukan sekadar soal mempertahankan posisi di pasar, tapi juga soal menjaga warisan budaya dan ekonomi yang telah menjadi bagian dari masyarakat.

Di akhir hari, cerita kopi dari Brazil hingga Indonesia adalah cerita tentang perjuangan di tengah tantangan alam dan pasar global. Dan seperti setiap cangkir kopi yang kita nikmati, ada harapan bahwa setiap tetes upaya ini akan membawa masa depan yang lebih baik bagi jutaan petani yang menggantungkan hidupnya pada biji hitam ini.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research