Beda Kebijakan Ekonomi Trump dan Harris : Siapa Pro-Rakyat vs Pengusaha?

1 week ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat ( AS) akan segera digelar pada hari ini waktu AS, Selasa (5/11/2024). Kontestasi ini akan mempertemukan mantan Presiden Donald Trump yang diusung Partai Republik serta Wakil Presiden Petahana yang juga kader Partai Demokrat, Kamala Harris.

Hasil pilpres tersebut nantinya akan memberikan pengaruh signifikan terhadap global khususnya dari segi ekonomi mengingat AS merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Maka dari itu setiap kebijakan yang diambil pemerintah AS akan memiliki dampak yang besar.

Sebagai informasi, hingga saat ini, peta kekuatan keduanya masih imbang. Sejumlah survei mengunggulkan Trump di atas Kamala, dan survei lainnya memenangkan Kamala dibanding Trump.

Kamala Harris mempunyai keunggulan dua poin dari Trump dengan perolehan 49% Vs 47%, dalam survei Morning Consult terhadap kemungkinan pemilih pada hari Minggu dengan margin kesalahan satu poin.

Sementara dalam survei Wall Street Journal, Trump unggul di survei ini dengan perolehan 47% berbanding 45%. Ini sendiri menggambarkan tren kenaikan bagi Trump, karena sangat berbeda dengan hasil survei Agustus lalu di mana Kamala Harris unggul atas dirinya dengan perolehan angka yang serupa, 47% Vs 45%.

Lebih lanjut, dalam situs Polymarket, tampak Trump unggul cukup signifikan yakni sebesar 57,7% sementara Harris hanya 42,4%.

PolymarketFoto: Presidential Forecast
Sumber: Polymarket

Kebijakan Ekonomi Trump & Harris

Melansir The Economist, Trump menjadi kandidat yang lebih radikal dalam isu perdagangan, dengan kebijakan tarif yang mengembalikan strategi ekonomi Amerika ke masa lampau. Sementara Harris bersikap lebih moderat, namun tetap mendukung proteksionisme ringan dengan subsidi untuk industri tertentu.

Lebih lanjut, kini Trump berjanji akan menerapkan tarif pada semua barang impor ke Amerika dengan tarif universal hingga 20%. Ia juga mengancam tarif hingga 60% untuk barang buatan China.

Secara hukum, Trump memiliki jalan untuk menaikkan tarif terhadap China dengan alasan China melanggar perjanjian perdagangan yang telah disepakati. Namun, penerapan tarif universal lebih rumit dan diperkirakan akan mendapat tantangan hukum di pengadilan.

Sementara Harris, di sisi lain, menentang perdagangan bebas dan bahkan menolak perjanjian dagang dengan Meksiko dan Kanada pada 2020. Ia juga menolak ide tarif universal Trump, yang ia sebut sebagai "pajak penjualan nasional" yang akan meningkatkan biaya hidup keluarga Amerika.

Harris berencana memberikan subsidi untuk memperkuat industri manufaktur domestik dengan program "America Forward" tax credit. Program ini akan mengalokasikan dana besar untuk industri masa depan, termasuk energi bersih, serupa dengan subsidi dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi era Biden.

Dalam laporan SimInvest (Sinarmas Sekuritas) yang berjudul The US Election Countdown, menunjukkan bahwa jika Trump menang, maka kebijakan perdagangan, imigrasi, dan fiskalnya secara keseluruhan akan menyebabkan stagflasi, dan diperkirakan akan menurunkan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk 2025 menjadi 1,6% serta menaikkan proyeksi inflasi menjadi 3,5%.

Lebih lanjut, jika Trump menang, pasar cenderung khawatir tentang risiko paket pemotongan pajak yang dibiayai oleh defisit besar.

Selain itu, BRI Danareksa Sekuritas dalam laporannya mengatakan dalam kosakata Trump yakni mencakup mempertahankan pemotongan pajak di bawah kebijakan Pemotongan Pajak dan Undang-Undang Pekerjaan (TCJA) yang dikeluarkan pada 2017, mengurangi tarif pajak perusahaan menjadi 15% untuk mendorong investasi, dan mempertahankan pemotongan pajak untuk individu.

Sebaliknya, Harris menjadikan pengurangan biaya untuk keluarga Amerika sebagai tema sentral kampanyenya, dengan tujuan untuk menjaga pemotongan pajak bagi mereka yang berpenghasilan di bawah US$400 ribu, menaikkan tarif pajak perusahaan menjadi 28% (dari 21%), dan memperluas kredit pajak untuk mengurangi ketimpangan pendapatan, dengan mengimbangi biaya tersebut melalui pajak yang lebih tinggi pada individu dan perusahaan yang lebih kaya.

Jika dilihat dari sisi budget deficit berbagai program yang diajukan cenderung akan membuat AS akan semakin memperlebar budget deficit dalam 10 tahun mendatang yakni sebesar US$3 triliun (Trump) dan US$1,4 triliun (Harris).

BRIDSFoto: 10 Year Total Impact to US Fiscal (US$ trillion)
Sumber: BRIDS

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research