Bahaya Buat UMKM RI, Waspada Aplikasi Temu Asal China!

4 weeks ago 31

Jakarta CNBC Indonesia - Dunia e-commerce Indonesia kembali dihebohkan dengan potensi masuknya aplikasi belanja online asal Tiongkok, Temu.

Aplikasi yang disebut-sebut sebagai "pembunuh" UMKM ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air.

Apa itu Temu?

Temu, yang merupakan anak perusahaan dari raksasa e-commerce Tiongkok, PDD Holdings (induk perusahaan Pinduoduo), telah mencuri perhatian global dengan strategi pemasaran yang agresif dan harga yang sangat kompetitif.

Diluncurkan pada September 2022, Temu berhasil meraih 50 juta pengguna aktif bulanan di Amerika Serikat hanya dalam waktu satu tahun, mengalahkan TikTok Shop yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai angka serupa.

Bahaya Temu Ancam Potensi UMKM RI

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan keprihatinannya terhadap potensi masuknya Temu ke Indonesia.

"Itu (aplikasi) bahaya. Itu makanya kita pantau, nggak boleh (masuk Indonesia)," tegas Budi. Menurutnya, kehadiran Temu dapat merugikan banyak pihak, terutama para pelaku UMKM di Indonesia.

Apa yang membuat Temu begitu mengkhawatirkan? Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada, menjelaskan bahwa Temu menerapkan model bisnis yang sangat berbeda dari e-commerce konvensional.

Mematikan Rantai Pasokan Perdagangan

"Temu ini aplikasi jahat dari China, yang kalau dibiarkan masuk (ke tanah air), maka UMKM kita sudah pasti mati. Ini barang langsung datang dari pabrik di China, kemudian tidak ada seller, tidak ada reseller, tidak ada dropship, dan tidak ada affiliator. Jadi tidak ada komisi berjenjang seperti yang e-commerce lainnya," ungkap Wientor.

Strategi penetrasi pasar Temu yang paling mencolok adalah pemberian subsidi harga yang sangat besar, bahkan mencapai 100% di beberapa negara.

Artinya, konsumen hanya perlu membayar ongkos kirim untuk mendapatkan produk. Praktik ini telah terbukti sukses di pasar Amerika Serikat dan Eropa, di mana Temu berhasil menarik jutaan pelanggan dalam waktu singkat.

Wientor mengungkapkan dugaan bahwa produk-produk yang dijual di Temu kemungkinan besar merupakan barang-barang yang tidak laku di pasar Tiongkok.

"Asumsi kami, yang dijual di Temu itu adalah barang-barang deadstock atau yang tidak laku di China, kemudian dilempar ke negara lain. Karena kan kondisi ekonomi di China sekarang ini sedang surplus barang," jelasnya.

Temu Bisa PIcu PHK Besar-besaran

Kekhawatiran akan dampak Temu terhadap UMKM Indonesia bukanlah tanpa alasan. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyoroti potensi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh platform seperti Temu.

"Yang kita pikirkan itu kan dampak bagi UMKM ya. Karena kalau misalnya dari produsen, pabrikan langsung masuk ke konsumen akan sangat murah. Sehingga produk-produk consumer good yang diproduksi di dalam negeri oleh perusahaan UMKM dan industri manufaktur kita pasti tidak bisa kalah bersaing," ujar Teten.

Lebih lanjut, Teten memperingatkan bahwa masuknya Temu dapat memicu gelombang PHK di sektor UMKM dan industri manufaktur. "Artinya akan ada PHK begitu ya, itu kan dampaknya sangat besar," tambahnya.

Pemerintah Ambil Langkah Preventif Blokir Temu

Untuk mengantisipasi ancaman dari aplikasi seperti Temu, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah preventif.

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang memisahkan definisi antara media sosial dan e-commerce, serta mewajibkan perusahaan e-commerce asing untuk mendirikan kantor perwakilan di Indonesia.

Selain itu, peraturan tersebut juga membatasi nilai maksimum transaksi lintas negara sebesar US$ 100.

"Ini sebenarnya salah satu cara untuk menahan atau memastikan agar inovasi tadi tidak langsung berdampak pada ekonomi kita," jelas Asisten Deputi Bidang Koperasi dan UMKM, Herfan Brilianto Mursabdo.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga memastikan telah memblokir aplikasi Temu asal China karena tidak mau mematuhi regulasi Indonesia serta bisa mematikan UMKM lokal.

"Aplikasi TEMU dari sisi bisnis modelnya, jelas tidak patuh dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang harus kita lindungi dan jaga," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo Prabunindya Revta Revolusi, dalam keterangan resmi, dikutip Senin (14/10/2024).

Meskipun demikian, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa regulasi yang ada mungkin belum cukup untuk membendung ekspansi agresif Temu.

Pengamat ekonomi digital dari Institut Teknologi Bandung, Nizam Burhanuddin, mengingatkan bahwa Temu mungkin akan mencari celah hukum untuk memasuki pasar Indonesia.

"Kita harus waspada karena Temu memiliki sumber daya yang besar dan tim legal yang handal. Mereka mungkin akan mencoba berbagai cara untuk masuk ke Indonesia, termasuk kemungkinan bermitra dengan perusahaan lokal atau mengakuisisi platform yang sudah ada," ungkap Nizam kepada CNBC Indonesia.

Terlepas dari kontroversi yang menyelimutinya, aplikasi Temu menunjukkan betapa dinamis dan kompetitifnya lanskap e-commerce global.

Bagi Indonesia, tantangan ke depan adalah bagaimana menyeimbangkan antara keterbukaan terhadap inovasi dan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi nasional, khususnya sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian negara.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mendukung produk lokal, diharapkan UMKM Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing di era ekonomi digital yang semakin kompetitif.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research