Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi manufaktur Indonesia dalam bahaya. Melemahnya manufaktur Indonesia menjadi kabar buruk di awal kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (5/11/2024) mengumumkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2024 melandai menjadi 4,95% (year on year/yoy) atau lebih rendah dibandingkan kuartal II-2024 yang tumbuh 5,05% yoy.
Industri manufaktur Indonesia juga tampak tumbuh sebesar 4,72% yoy dengan distribusi yang mengalami peningkatan menjadi 19,02%.
Data Manufaktur Tumbuh, Tapi...
Jika ditelisik lebih jauh, kontribusi terbesar terhadap Porduk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tampak didominasi oleh industri pengolahan yakni sebesar 19,02%. Angka ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya, seperti pertanian sebesar 13,71%, perdagangan sebesar 13,09%, konstruksi sebesar 10,06%, dan sebagainya.
Kendati distribusi industri pengolahan cukup tinggi bahkan di atas kuartal II-2024 dan kuartal III-2023, namun jika dilihat secara pertumbuhan, angka 4,72% yoy ini relatif kecil.
Pertumbuhan industri pengolahan pada kuartal yang sama di tahun-tahun sebelumnya secara umum lebih tinggi. Sebagai contoh pada kuartal III di tahun 2023 dan 2022 yang masing-masing sebesar 5,19% yoy dan 4,83% yoy.
Sektor manufaktur yang terus melandai ini jelas menjadi alarm bahaya buat Indonesia. Tanpa manufaktur yang kuat maka penyerapan tenaga kerja bisa berkurang bahkan bisa berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Manufaktur juga menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan keluar dari jebakan kelas menengah.
Sekitar 10 tahun lalu atau pada 2015, manufaktur masih berkontribusi sekitar 20-21% terhadap PDB nasional. Kontribusi sektor manufaktur ke PDB di Era Orde Baru bahkan sekitar 35-37% dengan pertumbuhan
Tidak sampai di situ, pertumbuhan industri pengolahan kali ini juga terjadi akibat low base secara kuartalan.
Untuk diketahui, industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 4,24% quarter on quarter/qoq atau lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2024 yang tumbuh tipis 0,3% qoq.
Lebih lanjut, sub-sektor industri pengolahan pun terpantau tumbuh baik secara kuartalan maupun tahunan karena basis yang lebih rendah di periode-periode sebelumnya, seperti sektor makanan & minuman, industri kulit, dan industri tekstil.
Secara kuartalan industri makanan & minuman naik dari 1,29% qoq menjadi 3,6% qoq, industri kulit juga naik dari kontraksi 4,06% qoq menjadi 9,37% qoq, serta industri tekstil dari yang terkontraksi 2,63% qoq menjadi tumbuh 5,37% qoq.
Sementara secara tahunan, industri makanan & minuman naik dari 5,53% yoy menjadi 5,82% yoy, industri kulit juga naik dari 1,93% yoy menjadi 10,15% yoy, serta industri tekstil dari yang terkontraksi 0,03% yoy menjadi tumbuh 7,43% yoy.
Tiga industri ini patut menjadi perhatian karena ketika industri ini tidak bertumbuh dengan baik, maka hal ini menjadi alarm bahwa terjadi lapangan usaha yang terganggu dan berpotensi menurunkan penyerapan tenaga kerja bahkan dapat berujung pada tingginya tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sebagai catatan, data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah PHK sejak Januari-Oktober 2024 sebanyak 59.796 pekerja
"Hingga Oktober 2024 terdapat 59.796 orang pekerja yang terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 orang pekerja dalam tiga bulan terakhir," ucap Yassierl dalam Rapat Koordinasi (Rakor), di Jakarta, Kamis (31/10/2024) dalam keterangan resmi diterima CNBC Indonesia.
Selanjutnya, angka Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing juga tampak masih dalam teritori kontraksi dalam empat bulan beruntun.
PHK salah satunya disebabkan oleh ambruknya sektor manufaktur Indonesia. S&P Global merilis data PMI Manufaktur Indonesia yang tercatat 49,2 pada Oktober 2024. Kondisi ini menunjukkan PMI kembali terkontraksi karena di bawah angka 50. PMI Manufaktur Indonesia sudah kontraksi selama empat bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).
Sebagai informasi, PMI Manufaktur merupakan indikator ekonomi berbasis survei yang dirancang untuk memberikan wawasan yang tepat waktu mengenai perubahan kondisi bisnis di sektor barang. Namun, definisi 'Manufacturing PMI' dapat menggambarkan survei secara umum maupun secara spesifik sebagai indikator utama dari survei tersebut. Indikator utama ini merupakan rata-rata tertimbang dari indeks difusi yang dihasilkan oleh lima pertanyaan dalam survei.
Lima indikator utama dalam survei ini yakni pesanan baru (30%), produksi (25%), penyerapan tenaga kerja (20%), waktu pengiriman dari pemasok (15%), dan inventaris pembelian barang (10%).
Maka dari itu, ketika PMI Manufaktur mengalami kontraksi, artinya secara sederhana, kondisi lima indikator utama tersebut sedang tidak baik-baik saja.
Salah satu bukti dari terpuruknya manufaktur Indonesia yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan 3 anak usahanya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: