Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia terus mencatatkan penguatan sejak Donald Trump resmi dilantik menjadi presiden Amerika Serikat. Adanya gebrakan kebijakan Trump diyakini akan menimbulkan ketidakpastian pasar yang membuat safe haven akan laris. Akankah emas mencetak rekor lagi?
Berdasarkan data Refinitiv harga emas dunia di apsar spot pada perdagangan Rabu (22/1/2025) pukul 17.50 WIB tercatat US$2.760,02 per troy ons. Angka tersebut hanya berselisih sekitar 26 poin atau 1% dari harga tertinggi sepanjang masa.
Berdasarkan sejarah, saat Trump menduduki kursi nomor satu di Paman Sam, harga emas dunia menguat.
Saat periode pertama Trump menjabat Presiden AS pada 2017-2021, banyak dampak yang diberikan di pasar finansial. Salah satu yang paling mencolok adalah meroketnya harga emas dunia.
Sejak Trump menjadi orang nomor satu di AS pada 20 Januari 2017, hingga lengser, harga emas dunia mencatat kenaikan sebesar 52,67%. Bahkan pada 7 Agustus 2021, emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masanya saat itu di US$ 2.072,49/troy ons.
Pada saat itu,
Stimulus fiskal serta stimulus moneter merupakan bahan bakar utama bagi emas untuk menguat. Tapi sekali lagi, kedua stimulus tersebut digelontorkan akibat pandemi Covid-19.
Stimulus fiskal dan moneter memberikan dua efek positif bagi emas. Pertama stimulus tersebut berpotensi memicu kenaikan inflasi, dan emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi.
Kemudian yangkedua, stimulus fiskal dan moneter membuat nilai tukar dolar AS melemah. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat The Greenback melemah, maka harganya akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil, permintaan emas berpotensi meningkat.
Dengan demikian, stimulus fiskal memberikan efek ganda yang positif bagi harga emas.
Sebelum mencetak rekor tertingginya versi 2021, harga emas dunia sebenarnya juga sudah melesat di 2019. Sekali lagi, ada peran besar seorang Donald Trump dibalik melesatnya harga emas, meski hal tersebut bukan merupakan tujuannya.
Trump mengobarkan perang dagang dengan China sejak 2018. Perekonomian global terkena getahnya di 2019, pertumbuhan menjadi melambat termasuk AS dan China. Ketika dua raksasa ekonomi dunia tersebut mengalami pelambatan, seluruh dunia juga terseret.
Guna memacu perekonomian yang melambat akibat perang dagang yang dikobarkan Trump, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali masing-masing 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%.
Pelambatan ekonomi global dan pemangkasan suku bunga The Fed membuat harga emas sepanjang 2019 melesat 18,26%, menjadi kenaikan terbesar sejak 2010 silam.
Pada era kedua Trump, investor AS bersiap-siap menghadapi perubahan kebijakan signifikan pada 2025, termasuk tarif perdagangan yang lebih tinggi, deregulasi, dan perubahan pajak, yang semuanya dapat berdampak inflasi.
"Jika (tarif) terwujud, ini akan memberi ruang lebih sedikit bagi The Fed untuk terus memangkas suku bunga, dan kami telah melihat pasar sudah mengurangi ekspektasi tersebut untuk 2025," kata Frank Watson, analis Kinesis Money, kepada Reuters.
The Fed agresif memangkas suku bunga pada September, November, dan Desember, mereka telah memberikan sinyal pengurangan yang lebih sedikit pada 2025 karena inflasi yang tetap tinggi.
Analis Pasar Utama Exinity Group, Han Tan menjelaskan emas bisa mencapai $3.000 pada 2025, dengan asumsi pasar tetap pada peran emas sebagai lindung nilai inflasi, terutama jika kebijakan Trump membangkitkan kembali tekanan inflasi AS.
Investor AS bersiap-siap menghadapi serangkaian perubahan pada 2025 dari tarif dan deregulasi hingga kebijakan pajak yang akan merembet ke pasar saat Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari.
"Para investor dan pemilik emas mungkin menikmati tahun cemerlang lainnya jika ketegangan geopolitik global meningkat di bawah Trump 2.0, yang berpotensi mendorong investor ke tempat perlindungan aman yang sudah teruji waktu ini," kata Tan.
Emas dianggap sebagai investasi yang aman selama ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik, tetapi suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang untuk memegang aset yang tidak menghasilkan imbal hasil.
Director Investor Relations PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), Thendra Crisnanda menjelaskan kepada CNBC Indonesia, potensi harga emas global untuk kembali menembus level tertinggi masih terbuka, meski dalam jangka pendek masih ada koreksi teknikal. Pada tahun 2025, harga emas bisa tembus USD 3.000/Oz yang mungkin bisa dicapai pada H1-2025.
Thendra menyebutkan 3 faktor mendorong kenaikan harga emas, mulai dari tertahannya penurunan suku bunga The Fed, meningkatnya demand emas yang terkait dengan agenda geopolitik dunia seperti kebijakan dedolarisasi yang dilakukan oleh sejumlah negara serta masih berlanjutnya ketegangan geopolitik dunia terkait perang Timur Tengah hingga perang Rusia-Ukraina.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)