Jakarta, CNBC Indonesia - Maldives atau Maladewa menjadi salah satu negara dengan destinasi wisata yang banyak ingin dikunjungi wisatawan. Negara itu terkenal dengan hamparan lautnya yang eksotis dan memesona.
Namun siapa sangka, pemerintah Maldives mengumumkan bahwa mereka berniat menambah tarif pajak bagi wisatawan. Mulai 1 Desember 2024, Maldives meningkatkan pajak keberangkatan untuk wisatawan non-penduduk hingga 400%.
Dengan adanya kenaikan itu, wisatawan akan dikenakan biaya setidaknya US$ 50 (Rp 800 ribu) saat hendak meninggalkan negara kepulauan tersebut, yang sebelumnya hanya US$ 30 (Rp 480 ribu) untuk penumpang kelas ekonomi.
Bagi wisatawan yang bepergian dengan kelas bisnis, biaya akan meningkat lebih tajam yakni menjadi US$ 120 (hampir Rp 2 juta) per orang, dua kali lipat lebih tinggi dari sebelumnya.
Penumpang kelas utama dan jet pribadi akan merasakan dampak yang lebih besar, biaya untuk penerbangan sebelumnya hanya US$ 90 (Rp 1,5 juta) dan US$ 120 (Rp 1,9 juta). Dan kini akan naik menjadi US$ 240 (Rp 3,8 juta) dan US$ 480 (Rp 7,6 juta), meskipun penumpang jet pribadi kemungkinan tidak akan terlalu terdampak.
Biaya-biaya tersebut yang akan otomatis ditambahkan pada tiket pesawat, berlaku seragam tanpa memandang durasi tinggal. Jadi meskipun wisatawan hanya menginap satu atau dua malam, tetap akan dikenakan biaya yang sama.
Namun hal tersebut belum sepenuhnya, mulai Januari 2025 pajak hijau untuk wisatawan di Maldives juga akan meningkat dua kali lipat. Tamu yang menginap di resor besar dengan lebih dari 50 kamar akan dikenakan biaya US$ 12 (Rp 192 ribu) per malam, naik dari sebelumnya US$ 6 (Rp 96 ribu), sementara pajak di properti yang lebih kecil akan naik dari US$ 3 (Rp 48 ribu) menjadi US$ 6 (Rp 96 ribu) per malam.
Selain itu, pajak barang dan jasa pariwisata juga akan naik dari 16% menjadi 17% pada bulan Juli tahun depan, yang akan semakin menambah pengeluaran liburan.
Pihak berwenang mengharapkan resor dan operator pariwisata untuk menyetorkan seluruh pendapatan mata uang asing ke bank lokal dan menukarkan setidaknya US$ 500 (Rp 8 juta) per tamu per bulan ke dalam Rufiyaa Maldives melalui bank berlisensi di negara tersebut. Sementara wisma dan hotel dengan kurang dari 50 kamar diminta menukarkan US$ 25 (Rp 400 ribu) untuk setiap kedatangan wisatawan.
Jika tidak mematuhi aturan itu, resor atau hotel dapat dikenakan denda hingga MVR 1 juta (Rp 1 juta).
Langkah-langkah ini diambil untuk mengatasi defisit transaksi berjalan yang tinggi dan memastikan cadangan yang cukup untuk membayar utang negara. Namun, beberapa kritikus khawatir tentang dampak negatifnya terhadap industri pariwisata.
Dalam surat kepada Gubernur Otoritas Moneter Maldives, Mohamed Moosa, ketua Crown and Champa Resorts menyebut aturan ini sewenang-wenang dan tidak dapat dilaksanakan, serta memperingatkan adanya efek domino yang merugikan pada perekonomian, mengingat 30% PDB Maldives bergantung pada sektor pariwisata.
Pemerintah Maldives menargetkan 2,4 juta wisatawan pada tahun 2025 (naik dari 2 juta tahun ini), tetapi pemimpin industri mengingatkan bahwa wisatawan mungkin akan membatalkan rencana mereka karena biaya tambahan tersebut, yang bisa menghambat pertumbuhan industri pariwisata lebih lanjut.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 400 Brand Kecantikan Kumpul di Jakarta X Beauty 2024
Next Article 10 Kota Paling Bahaya untuk Turis, Ada 2 Kota Negara Tetangga RI