- Pasar keuangan Indonesia kompak menguat menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS
- Bursa Wall Street tetapi bursa Eropa kompak menghijau
- Pergerakan pasar akan digerakkan oleh sentimen dari AS, terutama pelantikan AS
Jakarta, CNBC Indonesia -Pasar keuangan Indonesia kompak menguat menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada Senin (20/1/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah sama-sama menguat.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan volatile pada hari ini sejalan dengan reaksi pasar akan pelantikan Trump. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Rupiah mencatat penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meski dana asing terus mengalir keluar dari pasar keuangan domestik, baik melalui Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup menguat tipis sebesar 0,03% ke level Rp16.355/US$ pada Senin (20/1/2025). Penguatan ini menjadi angin segar setelah tiga hari berturut-turut sebelumnya rupiah mengalami pelemahan.
Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) terpantau melemah 0,32% ke posisi 109 pada pukul 14.58 WIB. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan posisi sebelumnya pada Jumat (17/1/2025) yang berada di level 109,35.
Rupiah berhasil mempertahankan tren positif meskipun arus dana asing terus keluar dari pasar domestik. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa selama periode 13-16 Januari 2025, investor asing mencatatkan jual neto sebesar Rp9,57 triliun. Rinciannya, Rp4,17 triliun dari pasar SBN dan Rp5,41 triliun dari SRBI, dengan kontribusi beli neto tipis Rp0,01 triliun di pasar saham.
Secara kumulatif, sepanjang tahun 2025 hingga 16 Januari, investor asing mencatatkan jual neto sebesar Rp2,63 triliun di pasar saham dan Rp0,59 triliun di pasar SBN. Sementara itu, ada aksi beli neto sebesar Rp5,84 triliun di SRBI.
Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis 0,22% ke posisi 7.170,74 pada Senin (20/1/2025). Meski menguat, IHSG masih terjebak di kisaran level psikologis 7.100. Nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp10 triliun, dengan volume 19 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 320 saham menguat, 277 saham melemah, dan 214 saham stagnan.
Dari sisi sektoral, sektor teknologi dan bahan baku menjadi penopang terbesar dengan kenaikan masing-masing sebesar 1,2% dan 1,18%. Saham perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) memberikan kontribusi terbesar terhadap penguatan indeks, masing-masing sebesar 19,1 poin, 11,3 poin, dan 5,4 poin.
Pelaku pasar kemarin mencermati pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS ke-47. IHSG berhasil menguat, meski investor masih mewaspadai kebijakan proteksionisme Trump yang kerap memicu gejolak pasar global. Pada periode awal pemerintahan Trump pertama (2017-2020), kebijakan tersebut telah memberikan tekanan berat pada pasar keuangan, termasuk di Indonesia.
Sejak Trump terpilih pada 5 November 2024, IHSG tercatat turun 3,14%. Bahkan, sepanjang 2 Januari hingga 14 Januari 2025, indeks merosot 1,74% ke level 6.956,66. Tekanan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap potensi kebijakan perdagangan yang agresif di era Trump 2.0.
Di pasar global, dolar AS terus menguat, didorong oleh ekspektasi kebijakan ekonomi pro-Amerika yang dikhawatirkan dapat memicu inflasi di AS. Jika inflasi meningkat, Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan kesulitan memangkas suku bunga secara signifikan.
Imbal hasil obligasi AS (US Treasury) juga mencatatkan kenaikan signifikan, dari 4,29% pada awal November 2024 menjadi 4,62% pada akhir pekan lalu. Imbal hasil bahkan sempat menyentuh level 4,8% pada pekan lalu.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperingatkan tiga risiko utama bagi ekonomi Indonesia: tekanan terhadap nilai tukar rupiah, arus modal keluar, dan ketidakpastian pasar keuangan. Meski demikian, Perry optimistis bahwa fundamental ekonomi domestik yang solid dapat menjadi bantalan terhadap sentimen negatif global.
Para analis juga berharap bahwa laporan laba perusahaan yang positif dan penguatan ekonomi domestik dapat memberikan dukungan bagi pasar keuangan Indonesia.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun merangkak naik menjadi 7,17% pada Senin kemarin, dari 7,15% pada hari sebelumnya,
Kenaikan imbal hasil ini menandai turunnya harga SBN karena investor menjual SBN.
Pages