Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mulai menahan laju pemangkasan suku bunga dengan mempertahankan The Fed Fund rate (FFR) di 4,25-4,50% pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (30/1/2025). Keputusan menahan suku bunga ini adalah yang pertama setelah The Fed memangkasnya dalam tiga pertemuan beruntun terakhir.
Mengawali tahun ini, The Fed juga mengisyaratkan akan menahan suku bunga dalam waktu lama dengan menegaskan tidak akan terburu-buru memotong FFR. The Fed hanya menegaskan jika keputusan suku bunga ke depan akan sangat ditentukan oleh perkembangan data ekonomi.
Seperti diketahui, The Fed telah membabat suku bunganya tiga kali beruntun pada tahun lalu secara berturut-turut yakni pada September (50 bps), November (25 bps), dan Desember (25 bps).
Kebijakan menahan suku bunga ini diputuskan pada awal tahun di rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) pertama The Fed sejak Presiden Donald Trump memimpin kembali AS.
Keputusan The Fed ini juga berbanding terbalik dengan keinginan Trump yang menginginkan suku bunga rendah.
"Kami merasa tidak perlu terburu-buru untuk melakukan penyesuaian apa pun. Saat ini, kami merasa kami berada di posisi yang sangat baik. Kebijakan ini sudah diposisikan dengan baik dan ekonomi berada dalam posisi yang cukup baik." tutur Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers usai menggelar rapat FOMC, dikutip dari CNN International.
The Fed Optimis Soal Pasar Tenaga Kerja, Tidak Untuk Inflasi !
Dilansir dari CNBC International, pernyataan pasca-pertemuan memberikan beberapa petunjuk mengenai alasan di balik keputusan untuk mempertahankan suku bunga. Pernyataan itu menyampaikan pandangan yang sedikit lebih optimistis tentang pasar tenaga kerja, tetapi menghilangkan referensi penting dari pernyataan Desember yang menyebutkan bahwa inflasi "telah mengalami kemajuan menuju" target inflasi 2% The Fed.
"Tingkat pengangguran telah stabil pada level rendah dalam beberapa bulan terakhir, dan kondisi pasar tenaga kerja tetap kuat. Inflasi masih tetap agak tinggi," demikian bunyi pernyataan terbaru.
Sebagai catatan, tingkat pengangguran di Amerika Serikat turun menjadi 4,1% pada Desember 2024 dari 4,2% pada bulan sebelumnya, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 4,2%.
Jumlah individu yang menganggur berkurang sebanyak 235.000 menjadi 6,886 juta, sementara tingkat pekerjaan meningkat sebesar 478.000 menjadi 161,661 juta. Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja tidak berubah pada 62,5%, dan rasio pekerjaan terhadap populasi naik menjadi 60% dari 59,8%.
Pasar tenaga kerja yang lebih kuat dan inflasi yang terus bertahan akan memberikan insentif lebih sedikit bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan. Pernyataan tersebut kembali mengindikasikan bahwa perekonomian "terus berkembang dengan kecepatan yang solid."
Dalam konferensi pers, Ketua The Fed, Jerome Powell menambahkan bahwa pasar tenaga kerja bukanlah sumber utama tekanan inflasi. Ia mengatakan bahwa bank sentral perlu melihat "kemajuan nyata dalam inflasi atau beberapa kelemahan di pasar tenaga kerja sebelum mempertimbangkan penyesuaian kebijakan."
Pernyataan terbaru dari para pembuat kebijakan menunjukkan adanya kekhawatiran tentang kemungkinan terhambatnya kemajuan dalam menurunkan inflasi. Para pejabat juga menyatakan bahwa mereka ingin melihat bagaimana dampak pemotongan suku bunga sebelumnya terhadap perekonomian, meskipun sebagian besar masih memperkirakan adanya penurunan suku bunga tahun ini.
Untuk diketahui, inflasi konsumen AS pada Desember 2024 tercatat lebih tinggi dibandingkan periode November yakni di angka 2,9% (year on year/yoy)
Angka inflasi konsumen AS yang terus mengalami kenaikan tidak hanya terjadi pada Desember melainkan sejak Oktober 2024 dari yang sebelumnya sempat mencapai titik terendah yakni hanya tumbuh 2,4% yoy pada September 2024 (terendah sejak Februari 2021) hingga akhirnya kembali menanjak bulan demi bulan.
Data inflasi AS ini cukup menarik mengingat Trump sempat menyampaikan bahwa ia akan menurunkan inflasi AS dan menginginkan agar suku bunga The Fed juga ikut diturunkan segera.
Kendati presiden tidak memiliki wewenang atas The Fed selain mencalonkan anggota dewan, pernyataan Trump menunjukkan kemungkinan hubungan yang penuh perselisihan dengan para pembuat kebijakan, mirip dengan masa jabatan pertama.
The Fed Tak Akan Tunduk ke Trump, Wait and See Kebijakan Tarif Dagang
Powell mengatakan bahwa dia belum memiliki kontak dengan presiden sejak pernyataan tersebut dibuat. Powell juga menegaskan keputusan The Fed akan tetap berdasarkan data yang ada.
Sebagai catatan, Trump di World Economic Forum pekan lalu mengatakan bahwa dia akan meminta The Fed untuk menurunkan suku bunga setelah dia menerapkan rencananya untuk menurunkan harga energi. Namun, Powell menegaskan jika The Fed akan tetap independen dan tidak terpengaruh Trump.
"Seperti yang saya katakan, berkali-kali selama bertahun-tahun, inilah siapa kami dan ini yang kami lakukan. Kami mempelajari data, kami menganalisis bagaimana hal itu akan mempengaruhi proyeksi, dan keseimbangan risiko, dan kami menggunakan alat kami untuk mencoba memberikan pemahaman terbaik kami, pemikiran terbaik kami untuk mencapai tujuan kami. Itulah yang kami lakukan. Itulah yang selalu kami lakukan. Jangan berharap kami akan melakukan hal lain." tegas Powell.
Powell mengatakan penelitian membuktikan bahwa bank sentral harus tetap independen dari politik. Powell kerap dikritik Trump pada periode pemerintahan Trump sebelumnya dan dianggap terlalu keras kepala.
"Itu akan memberi kami kesempatan terbaik untuk mencapai tujuan ini demi keuntungan rakyat Amerika," katanya.
Powell menambahkan The Fed masih akan "wait and see' dalam kebijakan tarif perdagangan Trump sebelum menyesuaikan kebijakan moneter. Menurutnya, kebijakan tersebut terlalu komplek.
Seperti diketahui, Trump berencana menaikkan tarif perdagangan dengan sejumlah negara. Kebijakan tersebut akan dimulai dari tetangga terdekatnya yakni Meksiko dan Kanada. Kebijakan kenaikan tarif dikhawatirkan bisa mengerek harga sekaligus inflasi.
"Rentang kemungkinan sangat, sangat luas. Kami tidak tahu apa yang akan menjadi tarif; kami tidak tahu seberapa lama, seberapa besar, negara mana yang terlibat, dan kami tidak tahu tentang pembalasan atau bagaimana hal itu akan disalurkan melalui ekonomi kepada konsumen." imbuh Powell.
Seperti diketahui, Trump berencana menaikkan tarif perdagangan dengan sejumlah negara. Kebijakan tersebut akan dimulai dari tetangga terdekatnya yakni Meksiko dan Kanada. Kebijakan kenaikan tarif dikhawatirkan bisa mengerek harga sekaligus inflasi.
"Apa yang bisa kami lakukan adalah apa yang sudah kami lakukan, yaitu mempelajarinya dan melihat pengalaman historis, membaca literatur. Dan kita harus melihat bagaimana perkembangannya." ujarnya.
The Fed Bakal Lama Tahan Suku Bunga?
Pelaku pasar menyambut negatif pernyataan Powell mengenai keengganan The Fed untuk pemangkasan FFR lebih lanjut. Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,31%. S&P 500 terkoeeksi 0,47% dan Nasdaq Composite turun 0,51%.
Pelaku pasar melihat pernyataan The "tidak perlu terburu-buru untuk menyesuaikan sikap kebijakan kami," sebagai sinyal bahwa suku bunga mungkin tetap stagnan lebih lama.
"Tidak mengherankan bahwa The Fed menahan suku bunga. Bahkan mereka harus menunggu dan melihat kebijakan Trump terkait pajak, imigrasi, deregulasi, dan tarif sebelum menurunkan suku bunga," kata Gina Bolvin, presiden Bolvin Wealth Management Group, kepada CNN International.
Pelaku pasar sebagian besar memang sudah memperkirakan The Fed untuk mempertahankan suku bunga tetapi berharap The Fed akan memangkasnya lagi dalam waktu dekat. Pelaku pasar kini melihat ada kemungkinan 22% The Fed memangkas suku bunga pada Maret, angkanya lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yakni 31%.
"Secara keseluruhan, pertemuan The Fed ini cenderung hawkish dengan pandangan positif terhadap lapangan kerja dan sikap hati-hati terhadap inflasi," kata Thomas Urano, co-chief investment officer di Sage Advisory.
Inflasi AS memang akan menjadi hal yang challenging di tahun ini, namun bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunganya pada 2025 ketika data-data pendukung lainnya menunjukkan ke arah yang diinginkan.
Optimisme ini terlihat dalam survei CME FedWatch Tool yang menunjukkan bahwa pasar memperkirakan suku bunga dana sekitar 3,9% atau tepatnya 3,75%-4,00% pada akhir 2025, yang menyiratkan probabilitas 61% dua kali pemotongan seperempat poin suku bunga tahun ini, menurut data CME Group.
Foto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool
Pertumbuhan ekonomi telah solid dan belanja konsumen tetap kuat sepanjang 2024. Produk domestik bruto diperkirakan tumbuh pada tingkat tahunan 2,3% untuk kuartal keempat, menurut The Fed Atlanta, yang menurunkan perkiraan pada hari Rabu dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2% karena data investasi domestik swasta melemah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)