Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The federal Reserve (The Fed) kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% bulan ini. The Fed juga mengingatkan akan ancaman potensi resesi di AS.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (20/3/2025). Ini merupakan kali kedua The Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.
Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.
Keputusan The Fed tidak mengejutkan pelaku pasar karena sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar yang tercermin pada CME FedWatch Tool yakni proyeksi penahanan suku bunga The Fed oleh sebagian besar pelaku pasar (99%).
Selain keputusan suku bunga, pejabat The Fed juga memperbarui proyeksi ekonomi dan suku bunga untuk tahun ini hingga 2027 serta menyesuaikan laju pengurangan kepemilikan obligasi.
The Fed Isyaratkan Pangkas Suku Bunga di 2025
Dampak tarif Presiden AS, Donald Trump dan kebijakan fiskal yang agresif berupa pemotongan pajak serta deregulasi masih belum pasti, namun The Fed tetap memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar setengah poin persentase hingga 2025. Mengingat The Fed biasanya melakukan perubahan dalam kenaikan atau penurunan sebesar 0,25 poin persentase, ini berarti ada kemungkinan dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini.
Dilansir dari CNBC International, investor merespons positif keputusan ini, dengan Dow Jones Industrial Average melonjak lebih dari 400 poin setelah pengumuman. Namun, dalam konferensi pers, Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan bahwa bank sentral tetap siap mempertahankan suku bunga tinggi jika diperlukan.
"Jika ekonomi tetap kuat dan inflasi tidak bergerak secara berkelanjutan menuju 2%, kami dapat mempertahankan kebijakan yang ketat lebih lama. Sebaliknya, jika pasar tenaga kerja melemah secara tak terduga atau inflasi turun lebih cepat dari yang diperkirakan, kami siap melonggarkan kebijakan sesuai kebutuhan." tutur Powell usai menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Untuk diketahui, inflasi AS secara tahunan atau (year on year/yoy di AS melandai menjadi 2,8% pada Februari 2025, dari 3% pada Januari, lebih rendah dari perkiraan 2,9%. Biaya energi mengalami penurunan 0,2% secara tahunan, setelah naik 1% di Januari, yang merupakan kenaikan pertama dalam enam bulan terakhir.
Sementara secara bulanan atau month on month/mom, Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 0,2%, turun dari kenaikan 0,5% pada Januari yang merupakan laju inflasi bulanan tertinggi sejak Agustus 2023 dan lebih rendah dari perkiraan 0,3%. Sedangkan inflasi inti tahunan tumbuh lebih rendah menjadi 3,1%, yang merupakan level terendah sejak April 2021, dari sebelumnya 3,3%, dan lebih rendah dari ekspektasi 3,2%.
Ketidakpastian Meningkat, Fed Bersikap Lebih Hati-Hati
Dalam pernyataan pasca-pertemuan, FOMC menyoroti meningkatnya ketidakpastian dalam kondisi ekonomi saat ini.
The Fed memiliki dua tujuan utama, yaitu menjaga lapangan kerja penuh dan menstabilkan harga.
Pada konferensi pers, Powell mencatat adanya moderasi dalam belanja konsumen serta mengantisipasi bahwa tarif impor dapat memberikan tekanan kenaikan harga. Faktor-faktor ini kemungkinan berkontribusi pada prospek ekonomi yang lebih hati-hati dari FOMC.
Sebagai dampaknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi diturunkan, sementara perkiraan inflasi meningkat. The Fed kini memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 1,7% tahun ini, turun 0,4 poin persentase dari proyeksi Desember. Sementara itu, inflasi inti diprediksi tumbuh 2,8% secara tahunan, naik 0,3 poin persentase dari perkiraan sebelumnya.
Menurut "dot plot" atau proyeksi suku bunga para pejabat The Fed, sikap kebijakan moneter menjadi sedikit lebih hawkish dibandingkan Desember. Pada pertemuan sebelumnya, hanya satu anggota yang memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga di 2025, sedangkan sekarang jumlahnya meningkat menjadi empat.
Proyeksi suku bunga untuk tahun-tahun mendatang tetap tidak berubah dari Desember, dengan dua kali pemotongan suku bunga di 2026 dan satu kali lagi di 2027, sebelum akhirnya stabil di level jangka panjang sekitar 3%.
Foto: Dot Plot Matrix Maret 2025
Sumber: The Fed
The Fed Mengurangi 'Quantitative Tightening' di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Selain keputusan suku bunga, The Fed juga mengumumkan pengurangan lebih lanjut dalam program "quantitative tightening" (QT), yang bertujuan untuk mengurangi kepemilikan obligasi dalam neracanya secara bertahap.
Kini, bank sentral akan membiarkan hanya US$5 miliar hasil obligasi Treasury yang jatuh tempo mengalir keluar setiap bulan, turun dari US$25 miliar sebelumnya. Namun, batas pelepasan sekuritas berbasis hipotek tetap US$35 miliar, meskipun jarang mencapai level tersebut sejak QT dimulai.
Keputusan ini tidak diambil secara bulat. Gubernur The Fed, Christopher Waller, menjadi satu-satunya yang menentang langkah ini. Meski mendukung suku bunga tetap, ia ingin melanjutkan QT seperti sebelumnya.
"The Fed secara tidak langsung memangkas suku bunga hari ini dengan memperlambat laju pelepasan obligasi Treasury-nya."
Ia menambahkan bahwa langkah ini membuka jalan bagi penghentian penuh QT pada musim panas dan berpotensi memungkinkan pemotongan suku bunga jika inflasi mereda.
Potensi Resesi AS
Powell menegaskan bahwa bank sentral tidak membuat prediksi khusus mengenai resesi, tetapi ia mengakui bahwa selalu ada kemungkinan kecil bagi ekonomi mengalami perlambatan.
Kendati beberapa ekonom eksternal telah menaikkan perkiraan probabilitas resesi, Powell menyatakan bahwa kemungkinan tersebut masih tergolong rendah.
Lebih lanjut, Powell menyampaikan bahwa risiko resesi mungkin meningkat dalam beberapa bulan terakhir, tetapi ia mencoba menenangkan kekhawatiran dengan menekankan bahwa kemungkinan terjadinya perlambatan ekonomi dalam waktu dekat tetap rendah.
"Ada kemungkinan resesi terjadi kapan saja, secara historis berkisar 1 dari 4 jika melihat data dari tahun ke tahun," ujar Powell. "Pertanyaannya adalah apakah situasi saat ini membuat kemungkinan itu meningkat."
Kendati The Fed tidak secara resmi meramalkan resesi, Powell mencatat bahwa alat "GDPNow" dari Federal Reserve Atlanta saat ini menunjukkan ekonomi berada dalam jalur kontraksi ringan pada kuartal ini.
Di sisi lain, sejumlah ekonom dari lembaga eksternal telah meningkatkan estimasi peluang resesi. JPMorgan kini memperkirakan ada 40% kemungkinan AS jatuh ke dalam resesi tahun ini, yang sebagian besar dipicu oleh tarif dan kebijakan ekonomi Trump.
"Beberapa analis ekonomi telah menaikkan kemungkinan resesi dalam beberapa waktu terakhir, meskipun masih pada tingkat yang moderat,. Jika kita melihat dua bulan lalu, banyak yang mengatakan kemungkinan resesi sangat rendah. Jadi, ada perubahan, tetapi belum terlalu signifikan." tambah Powell.
Dalam sebuah catatan lain, Jeffrey Roach, Kepala Ekonom di LPL Financial, menyatakan bahwa kekhawatiran investor terhadap stagflasi kemungkinan akan meningkat seiring dengan melemahnya prospek pertumbuhan dan inflasi yang tetap tinggi.
"Jika The Fed mengalihkan fokusnya ke risiko resesi dan perlambatan pertumbuhan, komite mungkin akan melanjutkan pemangkasan suku bunga untuk merangsang ekonomi yang melemah. Namun, mereka berada dalam posisi sulit mengingat dampak yang tidak pasti dari perang dagang," ujar Roach.
Seperti diketahui, ancaman resesi AS mulai ramai dibicarakan bulan ini.
Kepala Ekonom J.P. Morgan Bruce Kasman mengungkapkan ada sekitar 40% kemungkinan terjadi resesi di Amerika Serikat tahun ini. Selain itu, dia menekankan adanya risiko 'kerusakan' terhadap posisi negara itu sebagai tujuan investasi.
"Posisi kita saat ini adalah dengan kekhawatiran yang meningkat tentang ekonomi AS," kata Bruce, mengutip Reuters, dikutip Minggu (16/3/2025).
Bruce memberikan nilai potensi sekitar 40% risiko resesi dalam proyeksinya, naik dari sekitar 30% yang dia perkirakan di awal tahun. Proyeksi J.P Morgan saat ini pertumbuhan PDB AS hanya sebesar 2% tahun ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)