Tinta Tato Bisa Mengancam Jiwa Meskipun Berlabel Steril, Ini Alasannya

2 months ago 43

Jakarta, CNBC Indonesia - Tato adalah salah satu seni yang menggunakan tubuh manusia sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Bagi beberapa suku, tato bahkan menjadi identitas, simbol jati diri, hingga menggambarkan tradisi dan cara hidup.

Namun, seni yang tercipta dengan cara memasukkan tinta ke dalam kulit ini ternyata berbahaya bagi tubuh. Sebab, tinta berpotensi mengandung jutaan bakteri meskipun telah diberi label steril.

Melansir dari CNN International, penelitian terbaru Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengungkapkan bahwa botol tinta tato yang tersegel mengandung jutaan bakteri yang berbahaya. Bahkan, bakteri tersebut juga ditemukan pada botol yang telah diberi label steril.

Penulis studi sekaligus direktur kantor kosmetik dan pewarna FDA, Linda Katz mengungkapkan bahwa tinta tato yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi dan cedera yang serius. Sebab, tinta tato disuntikkan ke dalam kulit tempat sejumlah bakteri dapat berkembang biak.

"Patogen atau zat berbahaya lainnya dalam tinta ini dapat berpindah dari tempat suntikan melalui darah dan sistem limfatik ke bagian lain tubuh," kata Katz, dikutip Senin (18/11/2024).

Katz menjelaskan, saat penyebaran sistemik terjadi, bakteri dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti endokarditis, peradangan selaput jantung yang berpotensi mematikan, atau syok septik yang merupakan tahap terakhir dan paling parah dari sepsis, yaitu respons ekstrem tubuh terhadap infeksi yang dapat menyebabkan kegagalan multi-organ.

"Jika tidak segera diobati, sepsis dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan jaringan, kegagalan organ, dan kematian," ungkap Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

Menurut Katz, gejala infeksi tinta tato yang sering dilaporkan adalah ruam di tempat penyuntikan, impetigo atau infeksi kulit akibat bakteri yang sangat menular, erysipelas atau ruam merah cerah dan lembut pada kulit, dan selulitis atau infeksi kulit yang memerlukan pengobatan antibiotik.

"Orang yang memiliki banyak tato atau tato besar lebih berisiko terkena tinta yang terkontaminasi. Sebab, tato yang lebih besar meningkatkan kemungkinan paparan mikroorganisme," ujar Katz.

"Menggunakan riasan permanen juga dapat meningkatkan risiko infeksi. [...] Riasan permanen di sekitar area mata dapat menimbulkan risiko yang lebih tinggi bagi konsumen karena mikroba dapat masuk ke mata dan menyebabkan infeksi," sambungnya.

Asisten profesor kimia di Binghamton University, State University of New York, John Swierk mengatakan bahwa temuan penelitian terbaru ini sebenarnya tidak mengejutkan. Sebab, kontaminasi pada tinta tato adalah kejadian yang umum.

"Bagian dari masalahnya adalah tidak ada metode sterilisasi yang disepakati dan standar dalam industri ini. Kerja kami dan studi saat ini sangat menyoroti kebutuhan untuk proses manufaktur yang baik dan terstandar di seluruh industri tinta tato," tutur Swierk.

Sebagai informasi, studi terbaru FDA ini menguji 75 sampel tato tersegel dan tinta riasan permanen yang dijual di AS oleh 14 produsen. Dilaporkan, beberapa sampel bahkan diberi label steril.

Para peneliti menemukan 26 sampel dari 10 produsen, atau 35% dari kumpulan sampel, memiliki kontaminasi bakteri pada tingkat tertentu. Katz mengungkapkan bahwa meskipun sebagian besar sampel menunjukkan jumlah bakteri kurang dari 250 CFU atau unit pembentuk koloni per gram, beberapa sampel mengandung jumlah bakteri hingga 105.

Setiap CFU mewakili pertumbuhan koloni dari satu mikroba dalam cawan petri, jadi 10 pangkat lima sama dengan 100.000 bakteri per gram.

Artikel terkait studi baru menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara tato dan limfoma. Namun, para ahli mengatakan masih perlu lebih banyak penelitian untuk menjelaskan hubungan tersebut.

Katz mengatakan, studi oleh FDA sebelumnya menemukan bahwa 35 persen tinta yang belum dibuka dan disegel dari produsen AS memiliki jumlah bakteri sebesar 10 hingga 8 CFU atau 100 juta bakteri per gram.

Menurut pakar penyakit menular sekaligus profesor kedokteran di divisi penyakit menular dan kesehatan global University of California, Dr. Robert Schooley mengatakan bahwa jumlah bakteri seharusnya nol.

"Tingkat bakteri dalam bahan yang disuntikkan ke kulit atau bersentuhan dengan kulit yang terkelupas atau terluka seharusnya tidak terdeteksi," kata Schooley yang tidak terlibat dalam penelitian FDA.

"Masalah lainnya adalah tato juga dikaitkan dengan penularan infeksi virus, termasuk hepatitis C, hepatitis B, dan HIV," lanjutnya.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research