Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air kini lebih ramai oleh pergerakan saham konglomerat dibandingkan mereka yang mengandalkan fundamental. Lantaran saham-saham yang memiliki fundamental bagus yang biasanya disebut blue chip justru menunjukkan performa yang kurang baik pada tahun 2024 dan berlanjut di sepanjang Januari 2025.
Fundamental, apakah benar-benar tidak berarti lagi di tengah kondisi pasar saat ini?
Is fundamental dead now?
Matinya fundamental dalam pergerakan saham menjadi perbincangan hangat di kalangan investor tanah air saat ini. Kepercayaan terhadap kinerja saham sesuai dengan fundamental pun mulai luntur.
Lantaran, justru saham-saham konglomerasi yang menunjukkan performa luar biasa. Dimana kenaikan saham-saham konglomerasi justru dilandasi dengan aksi-aksi korporasi.
Terpantau tujuh saham konglomerasi Indonesia mencatatkan performa kinerja saham hingga ratusan persen dalam setahun terakhir.
PT Petrosea Tbk (PTRO) milik konglomerasi Prajogo Pangestu, menjadi saham konglomerasi yang mencatatkan kenaikan harga saham paling tinggi mencapai 744,44%. Kenaikan saham PTRO dilandasi oleh aksi ekspansi terbarunya. PTRO belum lama ini memperoleh kontrak baru dari PT Vale Indonesia Tbk (INCO) senilai US$1 miliar atau sekitar Rp 16,35 triliun (Rp16.355/US$1). Kontrak tersebut dilakukan usai melalui proses lelang berdasarkan prinsip tata kelola perseroan.
Dari kontrak tersebut, PTRO akan menggarap jasa penambangan nikel di area Bahodopi Blok 2 dan 3, Sulawesi Tengah. Area tersebut merupakan bagian dari wilayah konsesi PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Pekerjaan meliputi jasa pengupasan lapisan tanah, penambangan dan pengangkutan bijih nikel, serta pembangunan infrastruktur yang terkait dengan jasa pertambangan.
Sementara itu, saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) yang terafiliasi dengan Hashim Djojo melesat hingga 539,61% dalam setahun terakhir, dimana kenaikan tertingginya baru terjadi pada Januari ini. Kenaikan saham WIFI yang begitu signifikan didorong oleh hadirnya investor penting di perusahaan tersebut.
PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) atau Surge diminati oleh sejumlah pengusaha seperti, Hashim S. Djojohadikusumo melalui PT Arsari Sentra Data, Arwin Rasyid, hingga Fadel Muhammad.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), adik Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu Hashim S. Djojohadikusumo melalui PT Arsari Sentra Data telah melakukan Akta Jual Beli dan pengoperalihan hak atas saham PT Investasi Sukses Bersama pada tanggal 23 Desember 2024.
Disebutkan, dalam transaksi pembelian tersebut PT Arsari Sentra Data telah memiliki 45% saham PT Investasi Sukses Bersama dari Tinawati. Tujuan transaksi tersebut untuk investasi dengan status kepemilikam saham secara tidak langsung.
Sehingga, kini PT Arsari Sentra Data menggenggam saham WIFI sebesar 22,55% secara tidak langsung melalui kepemilikan 45% PT Investasi Sukses Bersama.
Sementara, Tinawati kini menggenggam saham WIFI sebanyak 24,8% secara tidak langsung melalui kepemilikan 99% PT Solusi Sinergi Digital.
Selain Hashim, Arwin Rasyid juga melakukan transaksi serupa pada tanggal yang sama dengan membeli saham PT Media Wiguna sebanyak 27,22% dari PT Sinergi Investasi Digital. Sehingga, kini Arwin memiliki 7,5% secara tidak langsung melalui kepemilikan 27,22% PT Media Wiguna Nusantara.
Dikerahui, PT Sinergi Investasi Digital menjual 27,22% saham PT Media Wiguna Nusantara kepada Arwin Rasyid. Sehingga Sinergi Investasi Digital memiliki 9,8% secara tidak langsung melaui kepemilikan 35,57% PT Media Wiguna Nusantara.
Selanjutnya, Fadel Muhammad juga ikut berpartisipasi pada aksi korporasi ini dengan membeli 27,22% saham PT Media Wiguna Nusantara dari PT Sinergi Investasi Digital. Sehingga, Fadel menggenggam 7,5% secara tidak langsung kepemilikam 27,22% PT Media Wiguna Nusantara.
Diketahui sebelumnya, PT Sinergi Investasi Digital telah melepas 27,22% saham PT Media Wiguna Nusantara kepada Fadel Muhammad. Kini perusahaan tersebut menggenggam 17,3% secara tidak langsung melalui kepemilikan 62,78% PT Media Wiguna Nusantara.
Sebagai informasi, WIFI telah bekerjasama dengan OREX SAI, INC. (OREX SAI), yang merupakan sebuah perusahaan patungan antara NTT DOCOMO, INC. (NTT DOCOMO) dan NEC Corporation (NEC) untuk mengatasi kesenjangan konektivitas digital di Indonesia.
Berdasarkan perbincangan dengan Raja Paian, Investment Specialist PT Mirae Asset Sekuritas, pelaku pasar kini cenderung mengikuti saham yang tengah hype sehingga saham-saham konglomerat cenderung lebih menarik dibandingkan saham-saham blue chip.
Sementara itu, menurut Martin Aditya, Investment Analyst PT Capital Asset Management, saham konglomerasi lebih diapresiasi oleh pelaku pasar karena pelaku pasar melihat adanya kemungkinan potensi ekspansi bisnisnya dengan melakukan beberapa corporate action yang menarik sehingga dianggap lebih meningkatkan value untuk investornya.
Selain itu contohnya seperti salim group dan Sinarmas group memiliki jaringan bisnis yang luas pada berbagai sektor sehingga para pelaku pasar menganggap bahwa mereka memiliki poin efisiensi dalam menjalankan operasional bisnis karena mempunyai lini bisnis dari hulu ke hilir.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)