Jakarta, CNBC Indonesia - Emas menjalani pekan penuh ketegangan dan kejutan seperti roller coaster. Mencetak tiga rekor beruntun pada pekan ini, emas kemudian jatuh.
Dikutip dari Refinitiv, harga emas ditutup di posisi US% 3.023,63 per troy ons atau melemah 0,68% pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (21/3/2025). Pelemahan ini memperpanjang tren negatif emas yang juga melemah tipis pada Kamis.
Kendati melemah, harga emas tetap menguat 1,31% sepekan. Penguatannya lebih kecil dibandingkan pada pekan sebelumnya yang melesat 2,53%.
Dengan penguatan 1,31% artinya emas hamper selalu melonjak setiap pekannya tahun ini. Sepanjang 12 pekan tahun ini, emas hanya melemah sekali pada pekan terakhir Februari.
Sepanjang Maret 2025, harga emas juga sudah melesat 5,77% sementara sepanjang tahun ini sudah terbang 15,24%.
Tahun ini, emas telah mencetak 16 rekor tertinggi, dengan puncak tertinggi sepanjang masa di $3.057,21 per ons pada Kamis lalu.
Pekan ini menjadi penuh warna buat emas. Selama sepakan harga emas mencatat rekor tiga kali dari Senin hingga Rabu.
Emas juga menembus level baru yang tidak pernah tercatat sebelumnya yakni US$ 3.000.
Lonjakan harga emas ditopang sejumlah factor mulai dari ketegangan politik di Ukraina-Rusia, kembali memanasnya situasi di Timur Tengah hingga perang tarif.
Indikasi pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) juga membantu harga emas.
Sebagai aset yang secara tradisional dipandang sebagai investasi aman saat ketidakpastian geopolitik dan ekonomi meningkat, emas cenderung menguat dalam lingkungan suku bunga rendah.
Presiden AS Donald Trump masih berencana untuk menerapkan tarif balasan baru mulai 2 April.
Sementara itu, The Fed mempertahankan suku bunga acuan pada Rabu lalu, sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, bank sentral AS mengindikasikan akan melakukan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing 0,25% sebelum akhir tahun ini.
Pelaku pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 71 basis poin tahun ini dari The Fed, dengan setidaknya dua kali penurunan sebesar 25 basis poin masing-masing, dan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada Juli.
Israel mengumumkan peningkatan serangan udara, darat, dan laut terhadap Hamas di Gaza untuk menekan pembebasan sandera yang masih ditahan. Langkah ini secara efektif mengakhiri gencatan senjata dua bulan dan memulai kembali serangan udara dan darat besar-besaran terhadap kelompok militan Palestina yang dominan tersebut.
Kondisi ini menguntungkan emas yang menjadi incaran saat terjadi ketegangan geopolitik.
Namun, harga emas melandai dalam dua hari terakhir. Pelemahan disebabkan oleh menguatnya kembali dolar AS.
Indeks dolar ditutup di 104,09 pada pekan ini, tertinggi sejak 6 Maret 2025.
Pembelian emas dikonversi dalam dolar AS sehingga penguatan dolar membuat emas semakin mahal untuk dibeli sehingga permintaan melandai.
Harga emas juga melandai karena aksi ambil untung.
"Pasar sedang mengambil jeda. Ada aksi ambil untung pada level ini dan juga dolar yang lebih kuat hari ini," kata analis Marex, Edward Meir, kepada Reuters.
"Permintaan safe-haven yang terus berlanjut, baik yang didasarkan pada kekhawatiran perdagangan maupun risiko geopolitik, tetap menjadi kekuatan utama yang mendorong harga emas," kata Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals, dikutip dari Reuters.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)