- Pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu terpantau bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil sumringah, sedangkan rupiah mulai stabil, dan SBN kembali merana.
- Wall Street secara mayoritas bergairah, di tengah prospek pemangkasan suku bunga The Fed meski data tenaga kerja makin membaik
- Pada hari ini, pasar akan memantau data inflasi China dan IKK Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu terpantau beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cerah bergairah sedangkan rupiah sudah mulai stabil, namun obligasi pemerintah Indonesia terpantau merana.
Pada pekan lalu, IHSG melesat 3,77% secara point-to-point (ptp). Sementara pada perdagangan Jumat (6/12/2024), IHSG ditutup melesat 0,95% ke posisi 7.382,78.
IHSG pun berhasil menyentuh kembali level psikologis 7.300 dan makin mendekati level psikologis 7.400 pada pekan lalu,
Sepanjang pekan lalu, investor masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 1,93 triliun di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing sudah mulai mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 1,28 triliun.
Sedangkan untuk rupiah sepanjang pekan lalu mulai membaik dan cenderung stabil, di mana mata uang Garuda turun tipis 0,03% secara point-to-point pekan lalu.
Pada perdagangan Jumat lalu, rupiah ditutup naik tipis 0,06% di Rp 15.845/US$. Sayangnya, rupiah masih mendekati level psikologis Rp 16.000/US$.
Sementara di pasar SBN, imbal hasil (yield) tenor 10 tahun yang merupakan acuan SBN negara berada sepanjang pekan lalu terpantau naik 7,7 basis poin (bps) menjadi 6,948%, dari sebelumnya pada posisi pekan sebelumnya di 6,871%.
Yield yang naik menandai harga SBN yang sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Yield SBN naik juga menandakan bahwa investor cenderung sedang melepas SBN, terutama investor asing.
IHSG yang kembali pulih terjadi di tengah optimisme investor akan hadirnya fenomena window dressing pada Desember 2024.
Pasar modal biasanya akan memasuki musim window dressing jelang akhir tahun. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor, yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.
Bahkan secara historis, IHSG seringkali mencatatkan kinerja positif pada Desember. Apalagi yang ditunggu oleh pasar yakni bangkitnya saham perbankan raksasa, setelah beberapa hari terakhir merana.
Saham perbankan menjadi salah satu sektor yang akan tertopang oleh fenomena window dressing, karena tiap tahunnya, perbankan akan mempercantik kinerja akhir tahunnya. Ditambah, valuasi perbankan raksasa yang masih cukup murah juga menambah saham tersebut makin menarik.
Efek dari strategi tersebut biasanya tidak hanya berlangsung pada akhir kuartal tiap tahun-nya. Akan tetapi bisa berlanjut ke bulan bulan setelah-nya yang juga dikenal sebagai January Effect, dengan catatan kondisi makro ekonomi juga semakin mendukung.
Di lain sisi, rupiah juga sudah mulai stabil meski masih mendekati level psikologis Rp 16.000/US$. Prospek pemangkasan suku bunga juga menjadi penopang IHSG dan rupiah pada pekan lalu.
Pages