Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada pekan ini hanya berlangsung selama dua hari yakni pada Kamis (30/1/2025) dan Jumat (31/1/2025), karena adanya libur panjang dalam rangka Isra Mikraj 1446 H yang jatuh pada Senin lalu dan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili pada Rabu hari ini.
Pada saat libur panjang, para pelaku pasar tidak bisa melakukan perdagangan walaupun ada beragam sentimen dari luar negeri. Sehingga biasanya pada saat pembukaan perdagangan pasar akan mengalami volatilitas yang tinggi, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah.
Untuk IHSG sendiri, diprediksi pergerakannya akan cenderung volatil pada perdagangan Kamis dan Jumat pekan ini. Hal ini kemungkinan terjadi karena sentimen pasar yang akan diserap oleh pelaku pasar di dalam negeri cenderung jet lag setelah libur panjang, sehingga pasar baru akan meresponsnya pada Kamis dan Jumat mendatang.
IHSG berpotensi masih bergerak di rentang level psikologis 7.100 - 7.200 di sisa pekan ini.
Sedangkan untuk rupiah sendiri juga diprediksi cenderung volatil, meski dolar Amerika Serikat (AS) cenderung stabil di pekan ini.
Rupiah berpotensi masih berada di level psikologis Rp 16.120 - Rp 16.200 per dolar AS di sisa perdagangan pekan ini.
Saat pasar keuangan RI libur, sentimen pasar di global cenderung bervariasi. Mulai dari prediksi Bank Dunia terhadap ekonomi global hingga kemunculan platform chatbot asal China yang menghebohkan pasar AS.
Pasar besok akan mencerna beberapa sentimen. Pertama yakni terkait dengan prediksi ekonomi global oleh Bank Dunia. Dalam laporan "Global Economic Prospects" Januari 2025 memproyeksi bahwa ekonomi dunia akan stagnan di 2,7% per tahun selama periode 2025 dan 2026.
Bank Dunia mengungkapkan ekonomi dunia tampaknya bergerak menuju tingkat pertumbuhan rendah yang tidak cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Hal ini diperburuk oleh sejumlah tantangan, seperti meningkatnya ketidakpastian kebijakan, perubahan negatif dalam kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, inflasi yang terus-menerus, dan bencana alam terkait perubahan iklim.
Menurut Bank Dunia, negara-negara berkembang dan ekonomi pasar baru (EMDEs)-yang menyumbang 60% dari pertumbuhan global, diproyeksikan memasuki 2025 dengan pendapatan per kapita yang tumbuh jauh lebih lambat dibandingkan sebelumnya dalam mendekati standar hidup negara maju.
Tanpa perubahan signifikan dalam kebijakan, sebagian besar negara berpenghasilan rendah diperkirakan tidak akan mencapai status berpenghasilan menengah pada pertengahan abad ini.
Kondisi tersebut membuat Bank Dunia memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di 5,1% pada 2025 dan 2026. Pertumbuhan tersebut sedikit lebih cepat dari perkiraan 2024 yakni 5,0%.
Kedua, yakni sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terkait kebijakan suku bunga terbaru. Pada Rabu siang waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya. Hal ini tentunya dinanti-nanti oleh pelaku pasar, mengingat ada potensi bahwa laju pemangkasan suku bunga akan cenderung lebih lambat dari akhir tahun lalu.
Pengumuman Teh Fed sendiri dapat memengaruhi pergerakan pasar keuangan, termasuk pasar saham Indonesia. Pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan minggu ini.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, para pelaku pasar melihat peluang The Fed mempertahankan suku bunga di 4,25% - 4,5% sebesar 99,5% pada pertemuan minggu ini.
Para pelaku pasar sendiri melihat peluang The Fed untuk memangkas suku bunga pada tahun ini hanya terjadi sekali yakni pada pertemuan Juni sebesar 25 basis poin menjadi 4,00% - 4,25%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)