Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik terbilang berkinerja cukup baik di 2024, meski beberapa mungkin cenderung volatil karena ada beberapa faktor mulai dari gejolak politik, kondisi politik, lesunya beberapa sektor, dan kebijakan pemerintah.
Namun, kinerja bursa Asia-Pasifik yang cenderung membaik di 2024 ditopang oleh pelonggaran kebijakan moneter bank sentral global, terutama bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed), bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB), bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), dan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC).
Pelonggaran kebijakan bank sentral utama di global turut membuat saham-saham teknologi yang sebelumnya sempat merana beberapa tahun lalu, kemudian mulai bangkit kembali.
Dari beberapa bursa Asia-Pasifik, bursa saham Taiwan yakni Taiex memimpin kenaikan di kawasan tersebut, melonjak hingga 28,85% dari awal tahun ini hingga 23 Desember lalu, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong berada di posisi kedua dengan melesat hingga 16,63%.
Sayangnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru berkinerja kurang menggembirakan sepanjang tahun ini, di mana IHSG ambruk 2,43% secara year-to-date (YTD).
Namun, indeks KOSPI menjadi yang terburuk di mana bursa saham acuan Negeri Ginseng tersebut ambruk 8,03% sepanjang tahun ini.
IHSG merana karena investor asing terus mencatatkan outflow atau net sell. Arus dana asing yang keluar deras salah satunya disebabkan karena pasar saham AS mulai kembali menarik setelah kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS berikutnya.
Sementara itu, indeks Taiex Taiwan memimpin bursa Asia-Pasifik karena fokus pasar pada saham teknologi dan yang terkait dengan teknologi. Saham Taiwan Semiconductor Manufacturing Company terbang hingga 82,12% sepanjang 2024, dan pemasok utama Apple yakni Foxconn, yang diperdagangkan sebagai Hon Hai Precision Industry meroket 77,51%.
Sementara permintaan untuk pusat data dan server AI mungkin menurun setelah lonjakan kuat tahun ini. Sedangkan permintaan untuk ponsel, PC, dan perangkat elektronik konsumen lainnya yang mendukung AI dapat meningkat pada 2025, menurut catatan prospek oleh DBS Bank.
DBS mencatat bahwa sektor semikonduktor global biasanya mengalami siklus ekspansi yang berlangsung sekitar 30 bulan. Siklus saat ini, yang dimulai pada September 2023, berpotensi berlanjut hingga akhir 2025.
Meskipun saham teknologi membantu mengangkat Taiwan, saham tersebut tidak dapat menyelamatkan Korea Selatan, yang merupakan satu-satunya pasar utama Asia yang mengakhiri tahun dengan nilai negatif.
"Program peningkatan Nilai Korporasi" negara tersebut tampaknya gagal meningkatkan saham, dengan kekhawatiran tarif dan kekacauan politik yang menambah ketidakpastian.
Indeks KOSPI menjadi yang terburuk di Asia-Pasifik karena sempat terbebani oleh gejolak politik yang terjadi pada awal Desember. Gejolak politik muncul di Negeri Ginseng karena adanya kebijakan darurat militer (martial law) yang diterapkan oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.
Namun pada Minggu 15 Desember lalu, Presiden Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan atas tuduhan pemberontakan pasca-pemberlakuan darurat militer selama enam jam.
Di lain sisi, Asia berhasil menurunkan inflasi lebih cepat daripada bagian dunia lainnya, yang membuka jalan bagi pelonggaran moneter di kawasan itu.
"Dengan The Fed yang kini telah memulai siklus pelonggarannya, negara-negara Asia akan memiliki lebih banyak ruang untuk menurunkan suku bunga pada 2025," kata Mike Shiao, kepala investasi untuk Asia di perusahaan manajemen investasi Invesco.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)