Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara makin turun mendekati level terparah dalam tiga tahun yang membuat pergerakan harga saham emiten energi fosil ini terkontraksi.
Hal tersebut membuat harapan investor beralih pada seberapa besar potensi dividen yang didapatkan.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle pada 18 Februari 2025 tercatat sebesar US$104,6/ton atau stagnan apabila dibandingkan penutupan perdagangan 17 Februari 2025 yang sebesar US$104,6/ton juga.
Harga batu bara saat ini adalah yang terendah dalam hampir empat tahun terakhir atau 20 Mei 2021.
Harga batu bara yang makin turun ini dipengaruhi supply yang berlimpah sementara itu prospek permintaan mendapat tekanaan dari perkembangan energi baru terbarukan (EBT) yang masif di berbagai negara.
Kabar terbaru dari Vietnam, melansir dari solarquarter.com, Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh telah menandatangani Keputusan No. 266/QD-TTg, yang menyetujui rencana implementasi komprehensif untuk Pernyataan Transisi Global dari Batu Bara ke Energi Bersih.
Sementara itu, supply melimpah karena China mengumumkan bahwa mereka akan menggenjot produksi baru bara hingga 1,5% menjadi 4,82 miliar ton pada 2025 setelah pencapaian rekor pada 2024.
Target ini bertujuan memperluas kapasitas penambangan guna menghindari risiko ketersediaan akibat pembatasan emisi karbon dan penutupan tambang karena pelanggaran protokol keselamatan.
Lantas, Apa Kabar Saham Batu bara?
Pergerakan harga saham emiten batu bara bisa dibilang rata-rata bergerak dalam tren turun dalam beberapa bulan terakhir.
Meskipun, dalam sepekan terakhir sebagian saham batu bara sudah mulai terlihat rebound.
Rebound saham-saham batu bara beberapa waktu ini kami nilai merupakan respon dari UU MInerba yang sudah disetujui DPR kemarin Selasa (18/2/2025).
Sebagaimana diketahui, pada kemarin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui perubahan keempat atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi Undang-Undang Minerba (UU Minerba).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun mengapresiasi persetujuan perubahan UU Minerba tersebut. Menurutnya, perubahan ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk perbaikan tata kelola pertambangan minerba melalui pemberian kesempatan khususnya bagi BUMN, BUMD, usaha kecil dan menengah, kooperasi, dan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, serta dukungan penelitian dan pendanaan pendidikan bagi yang membutuhkan untuk perubahan tinggi di daerah.
Di luar dari UU MInerba, bisnis di sektor batu bara ini tentu saja lebih dipengaruhi terhadap demand dan supply yang ada, lantaran itulah yang menjadi faktor pembentuk harga.
Harga batu bara sebagaimana diketahui, memang masih dalam tren turun, yang membuat pertumbuhan profitabilitas sempat jatuh pada 2023. Namun, pada 2024 ini sebagian sudah mulai pulih seiring produksi yang lebih banyak untuk mencapai target penjualan.
Mari Battle Profitabilitas Emiten Batu Bara
Di sini kami coba membandingkan kondisi profitabilitas lima perusahaan yang bergerak di bidang batu bara yaitu PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
→ AADI
AADI meskipun bukan pemain baru dalam bisnis batu bara, tetapi sahamnya baru saja listing di bursa pada awal Desember tahun lalu.
Sehingga dalam perbandingan kinerja laba-nya, data terbaru yang kami dapatkan baru sampai akhir kuartal kedua 2024 lalu.
Per Juni 2024, AADI membukukan pendapatan senilai US$2,65 miliar, menurun 18,46% secara year-on-year (yoy). Namun, laba bersih AADI masih bisa naik 14,67% menjadi US$922,76 juta.
Laba tersebut dihasilkan berkat efisiensi perusahaan yang mengurangi beban pokok sampai setengah dari nilai tahun sebelumnya, kemudian beban usaha yang turun sampai 25% dan beban penjualan, serta pemasaran berkurang hingga 40%.
Sebagai catatan, kinerja AADI sangat bergantung pada batu bara thermal. Per Juni 2024, AADI membukukan pendapatan US$2,65 miliar, dimana US$2,47 miliar atau 91,5% diantaranya merupakan hasil penjualan batubara.
→ CUAN
Beralih ke emiten selanjutnya, ada CUAN, emiten batu bara yang terafiliasi dengan taipan Prajogo Pangestu tercatat mencata kinerja profitabilitas paling ciamik.
Sepanjang sembilan bulan 2024, mencatatkan pendapatan sampai US$ US$546,05 juta, meroket 612,76% secara tahunan dari sebelumnya hanya US$76,6 juta.
Pendapatan CUAN ini didorong oleh penjualan batu bara sebesar US$178,16 juta, konstruksi dan rekayasa senilai US$177,8 juta, penambangan sebesar US$165,9 juta, jasa sebesar US$22,82 juta, dan pendapatan lain-lain senilai US$1,2 juta.
Berdasarkan pelanggannya, pendapatan CUAN didapatka dari pihak ketiga yaitu PT Freeport Indonesia sebesar US$112,96 juta, PT Kideco Jaya Agung sebesar US$76,33 juta, Flame Asia Resources Pte. Ltd. sebesar US$48,02 juta, serta pelanggan di bawah 10% sebesar US$308,73 juta.
Seiring peningkatan pendapatan, beban pokok pendapatan juga meroket lebih dari 1000% menjadi US$436,3 juta, dari sebelumnya US$35,77 juta. Meski begitu, CUAN masih berhasil mencatat laba bersih senilai US$ 11,5 juta, tumbuh 162,69% secara tahunan (yoy).
→ BUMI
Berikutnya, ada emiten BUMI yang tak kalah berhasil mencatatkan pertumbuhan laba ciamik.
Per September 2024, BUMI mencetak lonjakan laba bersih sampai 110,88% yoy menjadi US$122,8 juta, setara Rp1,86 triliun.
Capaian laba itu lebih banyak diperoleh dari efisiensi bisnis dan ditopang laba dari selisih kurs yang besar. Pasalnya, pendapatan BUMI malah terkontraksi.
Pendapatan BUMI tercatat sebesar US$926,8 juta atau setara Rp14,03 triliun sampai akhir September 2024. Pendapatan itu turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$1,17 miliar.
Raihan laba akhirnya diperoleh dari efisiensi pengurangan beban pokok pendapatan sampai 23,96% yoy, ditambah ada pengungkit dari laba dari selisih kurs sebesar US$8,42 juta, dari sebelumnya negatif US$3,01 juta.
→ ITMG
Selanjutnya, ada emiten ITMG dengan capaian laba US$ 273 juta setara Rp4,30 triliun sampai September 2024. Laba itu turun 32,73% yoy.
Penurunan laba terjadi karena pendapatan ITMG terpantau merosot 9,34% yoy dari US$ 1,82 miliar menjadi US$ 1,65 miliar. Ini terjadi karena pendapatan batu bara tergerus 9,77% yoy menjadi US$ 1,57 miliar. Begitu juga, dari pihak berelasi yang turun 12,58% yoy menjadi US$ 70,99 juta.
→ PTBA
Terakhir, ada emiten batu bara pelat merah yang terpantau mengalami kontraksi pertumbuhan laba sampai September 2024.
Laba tercatat sebanyak Rp3,23 triliun, turun dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebanyak Rp3,77 triliun.
Meski laba kontraksi, PTBA masih mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 11% yoy menjadi Rp30,66 triliun.
Pencapaian tersebut tak lepas dari kinerja operasional yang tumbuh positif pada Triwulan III-2024. Total penjualan batu bara PTBA pada Januari-September tahun ini mencapai 31,28 juta ton, naik 16% secara tahunan. Ekspor batu bara PTBA pada periode ini sebesar 14,29 juta ton, atau naik 27% secara tahunan. Sebagai pembanding, penjualan ekspor pada periode yang sama tahun lalu sebesar 11,25 juta ton.
Sementara itu, realisasi Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 16,98 juta ton, tumbuh 8% dibandingkan dengan Triwulan III 2023 yang sebesar 15,76 juta ton. Adapun sampai dengan September 2024, produksi batu bara PTBA mencapai 32,97 juta ton atau tumbuh 3% secara tahunan. Realisasi angkutan dengan kereta api 26,42 juta ton, meningkat 11% secara tahunan.
Berikut untuk perbandingan kinerja profiitabilitas secara TTM :
Masih Ada Harapan Dividen?
Secara rata-rata kami melihat, meskipun ada kontraksi dalam pertumbuhan laba, tetapi posisi laba yang positif masih membuka peluang untuk dibagikan sebagai dividen kepada investor.
Kami menilai ada tiga emiten batu bara yang potensi bisa membagikan dividen tahun ini, diantaranya AADI, ITMG, dan PTBA.
Dua dari emiten itu, yakni ITMG dan PTBA secara historis memang sudah terkenal royal membagikan dividen dan masuk ke indeks high dividen 20.
Sementara AADI, yang sebelumnya masih jadi satu dengan induk usahanya, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) juga tak kalah terkenal suka membagikan dividen.
Kami membuat perhitungan berdasarkan asumsi Dividen Payout Ratio (DPR) konservatif atau yang pernah dibagikan tahun ini akan mendapatkan dividen sebagai berikut :
Dari data di atas terlihat bahwa dari tiga emiten batu bara kami prediksi masih bisa memberikan imbal hasil dividen yang atraktif tahun ini. Paling tinggi AADI potensi mencapai 17%, diikuti PTBA dan ITMG.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(tsn/tsn)