Gara-Gara The Fed, IHSG Merah Lagi Habis Libur Panjang!

2 months ago 28

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham RI kembali terguncang pasca libur panjang dan keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang menahan suku bunga pada pertemuan perdana tahun ini.

CNBC Indonesia memantau pada perdagangan pasar Kamis hari ini (30/1/2025) per pukul 09.10 WIB, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali koreksi nyaris 1% dan sempat ke posisi terendah di 7.094,26.

Mayoritas sektor terjerembab ke zona merah, kecuali consumer cyclical yang hanya menguat tipis 0,11%.

Penyusutan paling parah terjadi di sektor basic material sebesar 1,81%, diikuti infrastruktur koreksi 1%, industrial 0,78%, property 0,68%, lalu finance dan healthcare masing-masing turun 0,36%.

Kemudian ada sektor tecnology 0,35%, transportasi 0,17%, sisanya sektor consumer non cyclical dan energy yang koreksi di bawah 0,1%.

Melihat dari beberapa sektor di atas yang mengalami koreksi paling dalam rata-rata memiliki kaitan dengan sensitifitas suku bunga.

Sebagaimana diketahui semalam tadi, the Fed menahan suku bunga pada pertemuan FOMC perdana tahun ini.

Hal ini membuat indeks dolar AS (DXY) bertahan kuat di atas level 107 dan yield US Treasury tenor 10 tahun tetap di atas 4,5%.

Rupiah akhirnya kena imbasnya, tercermin pada pembukaan pagi ini yang kembali melemah ke atas level Rp16.200/US$.

Mata uang Garuda yang melemah ini menjadi satu indikator bahwa aliran keluar asing juga masih terjadi.

Asing biasanya lebih banyak investasi pada saham-saham big caps di RI. Hal ini lantaran mereka masuk melalui indeks acuan seperti MSCI dan FTSE.

Jika dihubungkan dengan the Fed yang menahan suku bunga, ini akan membuat saham big caps mendapat tantangan lagi. Karena rupiah rentan melemah lagi, sementara yield obligasi acuan AS serta the greenback masih akan bertahan kuat. 

Dengan kurs kita yang melemah, jadinya untuk investasi akan dinilai kurang menarik, karena akan kena rugi kurs. Jadi, asing akan lebih suka mempertahankan uang mereka disimpan ke dolar AS atau obligasi dulu yang lebih konservatif. 

Dari sikap pelaku pasar seperti kemudian tercermin ke beberapa saham big caps RI yang akhirnya terkoreksi.

Seperti yang terjadi pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dalam seminggu terakhir berada di peringkat teratas net foreign sell mencapai Rp2,25 triliun.

Saham BBCA pada hari ini juga turut menjadi konstituen yang menyeret IHSG turun paling dalam sebanyak 9,88 indeks poin.

Selain BBCA, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang terpantau koreksi nyaris 1% pada pagi ini turut membebani indeks sampai 7,27 poin.

Jadi, tidak heran jika secara sektoral, finance masuk dalam empat besar sektor yang menyeret turun indeks terdalam hari ini.

Sektor finance, terutama banking punya kaitan besar dengan suku bunga. Jika era suku bunga bertahan tinggi lebih lama maka beban yang dikeluarkan juga akan cenderung lebih tinggi dan minat untuk kredit juga bisa lebih sulit diakselerasi.

Meski begitu, suku bunga the Fed yang ditahan ini berbanding terbalik dengan sikap Bank Indonesia (BI) yang lebih forward looking dengan menurunkan suku bunga ke 5,75% pada awal tahun ini.

Suku bunga the Fed yang dipertahankan ini malah memberikan menjaga gap tetap positif untuk yield kita lebih tinggi. Namun, efek terhadap mata uang kita masih di area pelemahan membuat asing masih melakukan aksi jual.

Berikutnya, dari sektor basic materials yang hari ini menjadi kontributor utama penyusutan IHSG utamanya diseret oleh saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) yang masing-masing menyeret turun indeks sebanyak 8,60 poin dan 7,61 poin.

Lalu dari sektor teknologi yang juga memerah pada hari ini, banyak diseret oleh saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang terkoreksi di kisaran 2,5% dan berkontribusi pada penurunan indek sebanyak 4,60 poin.

Secara keseluruhan, suku bunga the Fed yang dipertahankan ini membuat rupiah kita masih sulit untuk menguat yang memicu tekanan jual asing pada saham RI, terutama big caps.

Kendati begitu, kita juga masih mencermati tantangan global lain yang turut mempengaruhi IHSG seperti kondisi ekonomi China yang masih lesu, sampai ketidakpastian dari kebijakan pemerintahan baru Trump 2.0.
Sementara dari internal, masih perlu dimonitor kembali bagaimana jalan-nya sederet kebijakan baru pemerintahan Presiden Prabowo, serta efek dari penurunan BI rate bisa memicu likuiditas di pasar.

Adapun, datangnya Deepseek yang sempat membuat heboh bursa AS akhir-akhir ini juga perlu dimonitor lebih jauh, meskipun sejauh ini belum ada dampak signifikan terhadap IHSG, tetapi jika memicu panic selling di saham-saham AS, maka ini bisa menjadi positif lantaran dana akan beralih lagi ke emerging market, termasuk pasar RI.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research