Driver Ojol Demo Tuntut THR, Ternyata Pendapatan Bulanannya Segini

1 month ago 22

Jakarta, CNBC Indonesia- Ribuan pengemudi ojek online (ojol) di berbagai kota di Indonesia menggelar aksi demonstrasi pada Senin (17/2/2025). Aksi ini dipusatkan di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dengan salah satu tuntutan utama adalah pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi para driver ojol.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa aksi ini dilakukan sebagai respons terhadap sistem kemitraan yang dinilai tidak adil bagi pengemudi ojol, taksi online (taksol), dan kurir. Menurutnya, platform digital selama ini meraup keuntungan besar dari tenaga kerja mereka, namun menghindari kewajiban untuk memberikan hak-hak dasar pekerja, termasuk upah minimum, jam kerja yang layak, hingga tunjangan seperti THR.

"Fleksibilitas dalam kemitraan hanya dalih platform untuk menghindari tanggung jawab terhadap kesejahteraan pengemudi. Sementara bisnis platform menikmati keuntungan besar, para pengemudi justru terjebak dalam kondisi kerja yang tidak pasti dengan penghasilan yang rendah dan tidak menentu," ujar Lily kepada CNBC Indonesia, Minggu (16/2/2025).

Tak hanya di Jakarta, aksi serupa juga dilakukan di sejumlah daerah seperti Sukabumi, Dumai, Pontianak, dan Pangkal Pinang. Para driver ojol di wilayah ini serempak melakukan "off bid" atau menghentikan aktivitas orderan sebagai bentuk protes massal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata upah pekerja di sektor ekspedisi dan kurir di Indonesia bervariasi di tiap wilayah. 

Dibandingkan dengan pekerja formal lainnya, pendapatan kurir dan driver ojol cenderung lebih rendah dan sangat bergantung pada jumlah orderan harian. Tidak adanya sistem gaji tetap membuat mereka harus bekerja lebih dari 8 jam sehari untuk mencapai pendapatan yang layak.

Perusahaan ojek online seperti Gojek dan Grab menyebut pengemudinya sebagai "mitra," sebuah istilah yang pertama kali dipopulerkan oleh Uber dan menjadi standar industri hingga saat ini. Dalam skema ini, driver dianggap sebagai wirausaha yang memiliki kebebasan mengatur jam kerja dan penghasilannya sendiri. Namun, status ini juga berarti mereka tidak mendapatkan hak-hak dasar pekerja, termasuk upah minimum, batasan jam kerja, dan tunjangan seperti THR.

Model kemitraan ini telah menjadi perdebatan di berbagai negara. Beberapa negara bahkan telah melarang praktik ini dan mengharuskan perusahaan platform untuk memperlakukan mitra sebagai karyawan dengan hak yang setara. Berikut adalah beberapa negara yang telah mengambil langkah tersebut:

  1. Inggris: Mahkamah Agung menolak banding Uber dan memutuskan bahwa driver mereka berhak atas cuti berbayar serta gaji minimum.

  2. Swiss: Uber diputuskan bukan sekadar perantara, melainkan pemberi kerja, sehingga driver berhak atas tunjangan pegawai.

  3. Belanda: Pengadilan Amsterdam menyatakan bahwa status "wirausaha" bagi driver Uber hanya di atas kertas.

  4. Malaysia: AirAsia memberikan driver layanan ride-hailing mereka gaji tetap, jaminan hari tua, dan asuransi kesehatan.

  5. Spanyol: Deliveroo dan Uber Eats dipaksa untuk menggaji driver mereka sebagai pekerja tetap.

Dengan meningkatnya tuntutan pekerja platform di Indonesia, perhatian kini tertuju pada kebijakan pemerintah. Apakah Indonesia akan mengikuti jejak negara-negara lain dengan memberikan perlindungan lebih bagi pengemudi ojol dan kurir? Ataukah sistem kemitraan tetap menjadi model utama dalam industri ini?

CNBC Indonesia Research

(emb/wur)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research