Di Luar Dugaan: Trump Bawa Terbang IHSG 7.200

2 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya mulai pulih ke atas level 7200 setelah melewati berbagai penantian banyak data ekonomi, termasuk pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Pada Selasa pagi ini (21/1/2025), IHSG dibuka di posisi 7.170, kemudian sekitar delapan setelahnya indeks seluruh pasar saham ini merangkak naik 0,63% menembus ke posisi 7.215,48. Jika, posisi ini bertahan sampai akhir sesi, ini akan menjadi pertama kalinya IHSG berada di atas level 7200 sejak awal tahun.

Secara teknikal, IHSG kini berada di posisi resistance nya, jika penguatan terus berlanjut, ini bisa menjadi awal dari keluar-nya tren sideways.

Menariknya, penguatan IHSG beberapa hari ini membuat suatu pola double bottom terjadi. Jika pergerakan hari ini bisa mengkonfirmasi pattern ini, maka ada potensi penguatan lanjutan menguji resistance selanjutnya di 7.462.

Pergerakan IHSGFoto: Tradingview
Pergerakan IHSG

Terjadinya pola double bottom menunjukkan bahwa pelaku pasar mulai akumulasi yang menjadi sinyal bahwa posisi IHSG sudah mulai bottoming out.

Namun, perlu diakui bottom market tidak ada orang yang tahu secara pasti, sehingga dari posisi IHSG saat ini tetap perlu diantisipasi dengan mengidentifikasi support terdekat di 6950. Mengingat, sejumlah ketidakpastian masih ada dan pergerakan pasar selalu mengikuti dengan perkembangan data ekonomi data terbaru.

Sebagai catatan juga, pergerakan indeks yang sumringah setelah pelantikan Trump ini menjadi yang kedua kalinya setelah hari pelantikan presiden Joe Biden, pergerakan IHSG justru melesat 1,71% di level 6.429,76 pada Rabu (20/1/2021). Sementara itu berbanding terbalik jika dibandingkan saat pelantikan Trump periode pertama lantaran IHSG terkoreksi 0,84% di level 5.254,31 Jumat (20/1/2017).

Meski begitu, setidaknya kami menilai pergerakan IHSG saat ini sudah semakin pulih. Lantas, sebenarnya apa yang mendorong penguatan indeks pasar saham RI akhir-akhir ini?

1. Pricing In Data Ekonomi yang sudah rilis

Pertama, kami melihat pasar sudah mulai pricing in sejumlah data ekonomi yang sudah rilis dari awal tahun. Bisa dibilang Januari menjadi bulan yang padat dengan penantian sejumlah data untuk menjadi dasar kebijakan baik secara fiskal maupun moneter.

Dari global, misalnya dari negeri Paman Sam, sejauh ini dari data pasar tenaga kerja terpantau masih kuat, sementara inflasi mengetat tetapi masih sesuai ekspektasi pasar. Hal ini semakin mengkonfirmasi potensi laju cut rate melambat tahun ini.

Sementara itu, pelantikan Trump pada dini hari tadi berjalan lancar dan pasar menilai kebijakan dalam periode keduanya ini akan memadukan pendekatan konservatif tradisional terhadap pajak, regulasi, dan isu budaya dengan kecenderungan yang lebih populis terhadap perdagangan dan perubahan peran internasional Amerika.

Pada Pidato terbarunya Ia menyatakan akan menekan angka inflasi. Pembentukan Departemen efisiensi juga diharapkan menjadi sentiment positif lanjutan di pasar mengingat dalam pernyataanya juga mendeklarasikan darurat energi.

Beralih ke naga Asia, sejauh ini masih menghadapi perlambatan laju inflasi berkelanjutan dan risiko dari kejatuhan sektor properti mereka. Imbasnya, ekonomi masih lesu, tetapi pemerintah mereka meyakini bisa menggelontorkan stimulus lebih agresif untuk menopang pemulihan ekonomi.

Dari dalam negeri, sejumlah kebijakan sudah mulai terkendali, seperti di awal tahun PPN 12% hanya untuk barang mewah, stimulus tetap berlaku sampai akhir Februari, ditambah dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) secara tidak terduga melonggarkan likuiditas dengan menurunkan suku bunga.

Kombinasi berbagai hal tersebut menjadi angin segar bagi pasar saham emerging market, termasuk Indonesia, setidaknya sampai pada kebijakan lanjutan yang akan ditetapkan dan pasar kembali lagi pada mode wait and see dari rapat bank sentral AS, the Federal Reserve (The Fed) akhir bulan ini.

2. Appetite Pasar Kembali ke Big Caps

Kedua, kami melihat ada faktor dari appetite pasar yang kembali ke saham-saham dengan kapitalisasi besar. Mengingat, saham IPO jumbo belum nampak lagi dan valuasi sejumlah saham big caps dinilai sudah semakin murah.

Terutama untuk big bank, melihat dari inflow asing juga mulai terjadi akumulasi. CNBC Indonesia mencatat pada perdagangan kemarin Senin, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi teratas dibeli asing sebanyak Rp356,40 miliar, diikuti saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebanyak Rp39,02 miliar dan saham PT Bank Negara Indonesai Tbk (BBNI) Rp34,22 miliar.

MInat pasar yang masih atraktif terhadap saham bank ini nampaknya masih berlanjut saat ini melihat leading pasar masih didominasi saham-saham ini. Merujuk data Refinitiv pagi ini, secara konstituen, banyak saham perbankan besar yang menjadi penopang indeks. Seperti, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mendorong 8,97 indeks poin, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 7,27 poin, dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) 2,51 poin.

3. Pasar Menanti Rilis Data Kinerja Full Year 2024

Mendekati penghujung Januari, kini pasar juga mengalihkan perhatian pada rilis kinerja keuangan untuk periode sepanjang 2024.

Hal ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar meskipun masih banyak ketidakpastian. Meskipun ada beberapa yang mengalami growth lebih lambat, tetapi sebagian ada potensi pertumbuhan tinggi terutama untuk perusahaan yang fokus ekspor.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research