Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kian hari makin menyedihkan. Di sepanjang 2024, harga batu bara merosot karena melemahnya permintaan serta shifting dari energi fosil ke energi terbarukan (EBT).
Akan tetapi sebagian investor masih meyakini prospek batu bara masih membara di sepanjang tahun ini.
Sebelumnya, di sepanjang 2024 harga batu bara menyusut 7,27%. Sementara itu, berdasarkan data dari Refinitiv, harga batu melonjak dalam tiga hari terakhir.
Pada perdagangan Senin (20/1/2025), harga batu bara menguat 1,46% ke US$ 121,5 per ton. Artinya, pasir hitam sudah menguat selama tiga hari beruntun dengan penguatan mencapai 6%. Harga penutupan kemarin juga menjadi yang tertinggi sejak 3 Januari 2025.
Dinamika harga batu yang terus merosot salah satunya disebabkan oleh meningkatnya penggunaan energi terbarukan di beberapa negara, dan mulai mengurangi penggunaan energi fosil seperti batu bara.
Di China, kapasitas terpasang energi terbarukan telah meningkat pada tingkat pertumbuhan tahunan 8,8% selama dekade terakhir, mengurangi pangsa kapasitas terpasang pembangkit listrik termal dari 69% pada tahun 2013 menjadi 45% yang diharapkan pada tahun 2024.
Tren serupa juga diamati di India, di mana pangsa kapasitas pembangkit listrik termal menurun dari 70% dari total kapasitas pada tahun 2014 menjadi 49%, menurut data dari Agustus 2024. Di sisi lain, pembangkitan listrik dari pembangkit listrik termal, yang sebagian besar bertenaga batu bara, tetap menjadi sumber pembangkit listrik utama dengan pangsa pasar di atas 50% di China dan India.
Kuatnya Impor Batu Bara di Tengah Meningkatnya Produksi di Pasar-Pasar Utama
Meskipun China dan India terpantau meningkat dalam penggunaan energi terbarukan, akan tetapi dua negara ini masih menggunakan sebagian besar listriknya dari bahan bakar batu bara. Kebutuhan energi yang besar di kedua negara tersebut jelas tidak bisa langsung digantikan oleh EBT.
China menggantungkan 60% tenaga listriknya ke batu bara sementara India sekitar75%.
Peningkatan konsumsi listrik, yang terutama didorong oleh China dan India, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi batu bara. Negara-negara ini mulai lebih bergantung pada produksi batu bara domestik untuk mendukung kemandirian energi, yang kemungkinan akan meningkatkan pasokan.
Produksi domestic China masih kuat di angka 3,88 miliar ton (+1% thn-th) setelah produksi semester pertama yang lemah karena inspeksi keselamatan di tambang batu bara utama.
Demikian pula, India juga meningkatkan produksi domestik, melampaui pertumbuhan impor dalam 5 tahun terakhir (8% CAGR produksi vs 1,5% CAGR impor). Meskipun demikian, permintaan impor dari kedua negara tetap kuat. Hingga sebelas bulan pertama 2024 (11M24), China mencatat rekor tertinggi impor batu bara di angka 490,4 juta ton (+15% thn-th).
Selain itu, India terus bergantung pada batu bara impor, karena pemerintah memperpanjang kebijakan pencampuran batu bara untuk beberapa pembangkit listrik dengan kapasitas gabungan hingga 215GW, setidaknya hingga dua bulan pertama tahun 2025.
Batu Bara Masih Belum Terkalahkan oleh Energi Terbarukan
Data terbaru menunjukkan bahwa total kapasitas terpasang energi terbarukan global mencapai 3.500 GW, naik dari 837 GW pada tahun 2000, yang menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 6%.
Pertumbuhan ini didorong oleh perluasan pembangkit listrik tenaga surya dan angin, yang memiliki tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) masing-masing sebesar 32% dan 18%, selama periode yang sama.
Penambahan kapasitas ini telah membuahkan hasil yang luar biasa, dengan energi terbarukan kini menyumbang 30% (vs 19% pada tahun 2000) dari pembangkitan listrik global pada tahun 2023.
Foto: Detikcom
batu bara kapal tongkang
Demikian pula, untuk memfasilitasi kebutuhan listrik yang terus meningkat, baik China maupun India telah meningkatkan total kapasitas pembangkit listrik terpasang menjadi 3.194 dan 441 GWh pada 10M24. Dalam dekade terakhir, kedua negara telah meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik non-termal secara signifikan, termasuk tenaga air, angin, surya, dan nuklir dengan laju yang jauh lebih cepat daripada pembangkit listrik termal, khususnya pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Pergeseran ini sejalan dengan tren global yang beralih ke energi terbarukan dan menghentikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Pada tahun 2013, kapasitas terpasang pembangkit listrik terbarukan di China dan India sekitar 30% dari total kapasitas terpasang.
Saat ini, energi terbarukan menyumbang 55% dari total kapasitas terpasang di Tiongkok. Demikian pula, di India, energi terbarukan menyumbang 51% dari total kapasitas terpasang
Tren serupa dapat diamati di India, di mana perusahaan listrik negara tersebut bertujuan untuk mengurangi pangsa pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, baik milik perusahaan listrik negara maupun produsen listrik independen, menjadi 45% pada 2030, didorong oleh percepatan perluasan kapasitas di tenaga air, panas bumi, ladang surya, dan sumber terbarukan lainnya.
Foto: bahana sekuritas
Namun, pembangkitan listrik masih sangat bergantung pada batu bara. Meskipun kapasitas energi terbarukan melampaui sumber termal, total pembangkitan listrik masih didominasi oleh tenaga termal, khususnya batu bara
Selama lima tahun terakhir, pembangkitan listrik termal di China telah tumbuh secara stabil pada CAGR 4,5%, mencapai 6.232 terawatt-jam (TWh) pad 2023, yang mencakup 70% dari total produksi listrik negara tersebut.
Demikian pula, pembangkitan listrik bertenaga batu bara di India telah tumbuh pada tingkat rata-rata 4,8%, mencapai 1.285 TWh pada tahun fiskal 2024 dan berkontribusi 75% terhadap total pembangkitan listrik negara tersebut.
Foto: bahana sekuritas
Sementara peralihan ke energi terbarukan semakin pesat, para analis percaya batu bara tetap penting untuk memastikan produksi listrik berskala besar yang stabil. Meskipun ada masalah lingkungan, keterjangkauan, keandalan, dan pemanfaatan kapasitas batu bara yang lebih tinggi untuk produksi yang konsisten menjadikannya komponen utama dari bauran energi.
Pembangkit Listrik Termal China Tetap Solid
Pembangkit listrik termal di China tetap tangguh di tengah rekor produksi energi terbarukan dengan 5.729 TWh (+2,42% year on year/yoy) pembangkit listrik hingga 11M24, bertahan dalam kisaran tertinggi dalam 5 tahun setelah mengalami penurunan bulanan sebesar 12% pada bulan Oktober yang kami yakini disebabkan oleh faktor musiman.
Di sisi lain, energi terbarukan mencatat rekor produksi tertinggi karena penambahan kapasitas telah mulai membuahkan hasil.
Hingga November 2024, pembangkit listrik tenaga air mencapai 1.050 TWh (+13% yoy), pembangkit listrik tenaga angin mencapai 663 TWh (+15% yoy), dan pembangkit listrik tenaga surya mencapai 303 TWh (+36% yoy). Lonjakan pembangkitan energi terbarukan disebabkan oleh kapasitas tambahan, terutama tenaga surya yang kapasitasnya meningkat 55% per tahun pada 2023.
Foto: bahana sekuritas
Foto: bahana sekuritas
Batu Bara Akan Tetap Ada
Sejalan dengan pertumbuhan pembangkitan energi berbasis termal, total impor batu bara dan produksi domestik China telah meningkat secara konsisten selama lima tahun terakhir, dari 3,8 miliar ton pada 2018 menjadi 5,15 miliar ton pada 2023, yang menggarisbawahi meningkatnya permintaan batu bara.
Hingga Oktober 2024, produksi dan impor masing-masing mencapai 3.883 juta (+0,9% per tahun) dan 435 juta (+13,5% per tahun).
Foto: bahana sekuritas
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), produksi domestik setahun penuh diperkirakan mencapai 4.572 juta ton (-2,3% per tahun), angka yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahunan menggunakan data produksi 9M24 sebesar 4.660 juta ton. Konsumsi batu bara India juga mengalami pertumbuhan selama lima tahun, meningkat dari 977 juta ton menjadi 1,26 miliar ton, dengan CAGR sebesar 6,5%. Konsumsi batu bara India diproyeksikan mencapai 1,7 miliar ton pada tahun 2030, menurut perkiraan Kementerian Batu Bara (MoC) pada tahun 2022.
Foto: bahana sekuritas
Produksi Indonesia Berpotensi Melampaui Target Pemerintah
Izin pertambangan yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi batu bara dalam negeri sebesar 710-730 juta ton untuk periode 2024-26.
Hingga Oktober 2024, produksi telah mencapai 98% dari target 2024. Meskipun mungkin terjadi penurunan produksi selama kuartal terakhir, kami tidak melihat hal ini sebagai masalah, karena target tahunan kemungkinan akan terlampaui.
Khususnya, target produksi tersebut jauh di bawah kuota pertambangan yang disetujui (RKAB) untuk periode yang sama, dengan kuota yang ditetapkan masing-masing sebesar 922,14 juta, 917,16 juta, dan 902,97 juta ton, yang mencerminkan sedikit penurunan tahunan. Dengan demikian, masih ada kemungkinan bahwa produksi dalam negeri dapat melampaui target yang ditetapkan secara signifikan, jika tidak ada masalah terkait cuaca.
Foto: bahana sekuritas
Eskpor Batu Bara Indonesia Tetap Kuat
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor batu bara Indonesia pada 2024 menyentuh 405,76 juta ton. Volume ekspor tersebut naik 6,86% dibandingkan pada 2023.
Namun, secara nilai, ekspor batu bara anjlok 11,86% menjadi US$ 30,49 miliar atau setara dengan Rp499,28 triliun (US$1=Rp 16.375).
Indonesia merupakan eksportir terbesar batu bara, terutama untuk jenis thermal. Dari 10 besar tujuan ekspor batu bara Indonesia pada 2024, semuanya adalah negara Asia.
Batu bara thermal merupakan jenis batu bara yang dipakai sebagai sumber energi pembangkit listrik.
Sementara itu, impor batu bara metalurgi yang banyak digunakan di industri baja.
India menempati urutan pertama dalam daftar pasar batu bara RI dengan volume menembus 108,07 juta ton atau melandai 0,79%. Secara nilai, ekspor batu bara ke India menembus US$ 6,25 miliar pada 2024 atau setara dengan Rp102,34 triliun atau jeblok 13,93%.
India sebagai pembeli terbesar batu bara RI dalam tiga tahun beruntun dengan volume menembus 100 juta ton.
Di bawah India, terdapat China yang menjadi pasar besar batu bara Indonesia.
Volume permintaan batu bara RI dari China pada 2024 melesat 14,06% menjadi 93,16 juta ton. Namun, secara nilai, ekspor batu bara ke China turun 6,04% menjadi US$ 6,55 miliar.
Lonjakan permintaan juga dilaporkan dari Vietnam. Ekspor batu bara ke Vietnam melonjak 37,4% menjadi 27,19 juta ton dengan nilai US$1,79 miliar.
Permintaan dari Vietnam melesat sejalan dengan lonjakan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Dengan ekonomi tumbuh pesat hingga mencapai 7,09% maka makin besar pula energi yang dibutuhkan Vietnam.
Foto: bahana sekuritas
bahana sekuritas
Prospek Batu Bara 2025
Menurut perkiraan IEA, konsumsi batu bara global pada tahun 2024 diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi baru sebesar 8,77 miliar ton (+1% yoy). Namun, selama tiga tahun ke depan, permintaan diperkirakan akan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan yang lebih datar sebesar 0,5%, mencapai 8,87 miliar ton pada tahun 2027.
Pertumbuhan moderat ini akan didorong oleh peningkatan konsumsi di kawasan Asia, terutama China, India, dan negara-negara Asia Tenggara, sementara permintaan dari negara-negara Barat dan negara-negara Asia yang lebih maju diperkirakan akan turun, yang menyebabkan sedikit peningkatan dalam kurun waktu 3 tahun.
Foto: bahana sekuritas
Sejalan dengan meningkatnya konsumsi global, IEA juga memperkirakan produksi batu bara akan mengejar permintaan, dan sedikit melampauinya.
Pasokan batu bara global mungkin melampaui level 9 miliar ton tahun ini didorong oleh peningkatan produksi domestik di India, China, dan Indonesia yang melampaui penurunan produksi di wilayah barat. Ke depannya, pendorong utama pertumbuhan pasokan diperkirakan berasal dari India sementara China diperkirakan tetap stabil pada level saat ini.
Foto: bahana sekuritas
Secara keseluruhan, produksi tahun 2027 kemungkinan akan mencapai 8,98 miliar ton, sedikit kelebihan pasokan sekitar ~111 juta ton dengan asumsi permintaan 8,87 miliar ton.
Foto: bahana sekuritas
Kinerja Keuangan Saham Batu Bara
Terpantau kinerja keuangan sebagian emiten di sektor batu bara mengalami penurunan laba bersih, meskipun sebagian mencatatkan kenaikan penjualan. Hal ini disebabkan turunnya harga batu bara disepanjang 2024 yang mencapai 7,27% dengan mengakhiri 2024 di posisi US$ 127 per ton.
Harga batu bara yang terus menurun namun beban produksi yang tidak menyusut, menjadi salah satu penyebab anjloknya laba bersih sebagian emiten di sektor batu bara.
Performa Harga Saham Batu Bara
Dari tujuh saham batu bara, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang mampu mencatatkan kenaikan harga saham dalam setahun terakhir mencapai 29,79%. Hal ini didorong dari kenaikan kinerja keuangan perseroan.
BUMI membukukan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 122,86 juta. Hasil ini melesat 110,88% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 58,26 juta.
Lebih jauh, BUMI turut membukukan pendapatan sebesar US$ 926,88 juta atau Rp 14,75 triliun hingga kuartal III-2024. Angka ini terkoreksi 21,09% yoy dibandingkan realisasi pendapatan BUMI per kuartal III-2024 yakni US$ 1,17 miliar.
Mayoritas pendapatan BUMI hingga kuartal III-2024 berasal dari segmen bisnis batu bara yakni sebanyak US$ 818,40 juta. Setelah itu, terdapat segmen bisnis emas dengan kontribusi pendapatan sebesar US$ 106,47 juta dan bisnis perak sebesar US$ 1,99 juta.
Bahana Sekuritas mengantisipasi bahwa permintaan batu bara akan tetap stabil. Namun, karena permintaan yang meningkat diimbangi dengan peningkatan pasokan, Bahana Sekuritas memperkirakan keseimbangan penawaran-permintaan akan stabil, yang mengarah ke level harga yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang pada USD120-130/ton.
Kecuali jika terdapat gangguan pasokan yang signifikan, seperti yang terlihat pada tahun 2022 karena konflik Rusia-Ukraina, Bahana Sekuritas tidak memperkirakan lonjakan harga yang besar di luar faktor musiman yang mungkin mendorong permintaan untuk sementara waktu. Potensi kenaikan mencakup faktor terkait cuaca, seperti La Niña, yang dapat menurunkan produksi tambang dan meningkatkan permintaan karena suhu yang lebih dingin dari rata-rata.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)