Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas pada perdagangan pekan terpantau kembali merana di tengah masih perkasanya dolar Amerika Serikat (AS), di tambah Bitcoin yang berhasil menyentuh level psikologis US$ 100.000 per kepingnya.
Pada pekan ini, harga emas dunia merosot 0,78% secara point-to-point. Sementara pada perdagangan Jumat (6/12/2024) kemarin, harga emas ditutup naik tipis 0,03% di posisi US$ 2.632,91 per troy ons.
Dolar AS yang masih perkasa membuat emas masih merana, meski secara garis besar harga emas dunia sejatinya cenderung stabil di level psikolois US$ 2.600.
Indeks dolar AS (DXY) pada perdagangan kemarin menguat 0,33% ke posisi 106,6, menjadi rekor. Sementara dalam sepekan terakhir, indeks dolar AS sudah terapresiasi 0,3%.
Bahkan, Bitcoin yang berhasil menyentuh level psikologis US$ 100.000 per kepingnya juga turut menjadi kabar buruk dari emas.
Pada Kamis, Bitcoin melonjak di atas U$ 100.000 untuk pertama kalinya pada Kamis. Ini menjadi rekor terbaru sepanjang masa pada Bitcoin.
Posisi emas sebagai aset terbesar di dunia semakin terancam oleh kehadiran Bitcoin. Hal ini disampaikan Chairman bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell pada dini hari Kamis (5/12/2024).
Dilansir dari cryptobriefing.com, Powell berbicara di New York Times DealBook Summit dan membahas Bitcoin sebagai pesaing emas, bukan dolar AS.
"Orang-orang menggunakan Bitcoin sebagai aset spekulatif. Itu seperti emas, persis seperti emas, hanya saja itu virtual, digital," kata Powell. "Orang-orang tidak menggunakannya sebagai alat pembayaran atau penyimpan nilai. Itu sangat volatil. Itu bukan pesaing dolar; itu sebenarnya pesaing emas."
Sebagai informasi, dikutip dari companiesmarketcap.com, aset dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia masih ditempati oleh emas dengan US$ 17,959 triliun. Sementara Bitcoin berada di posisi ketujuh dengan kapitalisasi pasar US$ 1,954 triliun (1 BTC = US$ 98.743).
Di lain sisi, naik sedikitnya harga emas global pada perdagangan akhir pekan ini terjadi karena laporan pertumbuhan pekerjaan AS periode November 2024 menunjukkan pasar tenaga kerja terus melambat secara bertahap, memberi ruang bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk memangkas suku bunga lagi.
Pertumbuhan lapangan kerja AS melonjak pada November lalu, tetapi hal ini mungkin tidak menandakan perubahan material dalam kondisi pasar tenaga kerja yang terus mereda secara stabil dan memungkinkan The Fed untuk memangkas suku bunga lagi bulan ini.
"Data tersebut berada di antara keduanya. Kami melihat data nonfarm payroll (NFP) lebih tinggi dari perkiraan, yang bisa menjadi sedikit sentimen bearish pada emas dalam jangka pendek, tetapi data private payroll sedikit di bawah perkiraan hampir 9.000, ini menegaskan kembali potensi pemangkasan suku bunga Fed dalam beberapa minggu ke depan," kata Alex Ebkarian, kepala operasi di Allegiance Gold, dikutip dari Reuters.
Prospek penurunan suku bunga, dimulai dengan pengurangan setengah basis poin (bps) pada September lalu, telah mendukung rekor reli emas tahun ini, karena suku bunga yang lebih rendah meningkatkan daya tarik untuk memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Trader kini melihat peluang 87% terjadinya pemangkasan suku bunga 25 bps pada pertemuan The Fed Desember, dibandingkan peluang 72% sebelum data penggajian.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)