Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street mengalami tekanan hebat pada hari terakhir perdagangan pekan ini, Jumat (28/3/2025) atai Sabtu dini hari waktu Indonesia.
Bursa ambruk karena meningkatnya ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan AS serta prospek inflasi yang lebih suram.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup jeblok 715,80 poin, atau 1,69%, ke 41.583,90.
Indeks S&P 500 jatuh 1,97% ke 5.580,94, menandai penurunan dalam lima dari enam minggu terakhir. Nasdaq Composite anjlok 2,7% ke 17.322,99.
Saham raksasa teknologi ambruk dan membuat pasar secara keseluruhan jatuh. Alphabet (induk Google) ambles 4,9%, sementara Meta yang merupakan induk dari Facebook dan Amazon masing-masing merosot 4,3%.
Dalam sepekan, S&P 500 melemah 1,53%, Dow Jones turun 0,96%, dan Nasdaq melemah 2,59%.
Bursa saham AS semakin tertekan setelah survei sentimen konsumen University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi jangka panjang akan mencapai level tertinggi sejak 1993.
Selain itu, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti yang dirilis Jumat lebih tinggi dari perkiraan, naik 2,8% pada Februari dan meningkat 0,4% secara bulanan.
Dua kondisi ini memperkuat kekhawatiran inflasi yang masih tinggi.
Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones sebelumnya memperkirakan inflasi PCE (tahunan) 2,7% dan 0,3% (bulanan).
"Pasar terjepit dari dua sisiketidakpastian mengenai tarif balasan yang akan menghantam sektor ekspor utama seperti teknologi, serta kekhawatiran melemahnya daya beli konsumen akibat harga yang lebih tinggi di sektor barang konsumsi." Ujar Scott Helfstein, kepala strategi investasi di Global X kepada CNBC International.
Namun, Helfstein juga menambahkan bahwa laporan inflasi dan belanja konsumen tidak terlalu buruk dan bisa jadi hanya hambatan jangka pendek di tengah ketidakpastian kebijakan baru pemerintahan Presiden AS Donald rump.
Volatilitas pasar dalam beberapa pekan terakhir belum terjadi arus besar ke pasar uang yang mengindikasikan bahwa banyak investor masih bertahan menunggu situasi lebih jelas.
Investor kini menantikan 2 April, saat Presiden Donald Trump diperkirakan akan mengumumkan rencana tarif lebih lanjut.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Kanada Mark Carney mengatakan kepada Trump bahwa Kanada akan menerapkan tarif balasan sebagai respons terhadap pengumuman tarif AS pada Rabu.
Sementara itu, laporan dari Bloomberg menyebutkan bahwa Uni Eropa tengah mencari cara untuk meredam tarif balasan dari AS.
Awal pekan ini, Trump mengumumkan tarif 25% untuk semua mobil yang tidak diproduksi di AS, yang menyebabkan saham otomotif tertekan dan meningkatkan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi.
Inflasi PCE Memanas
AS pada Jumat mengumumkan inflasi pengeluaran pribadi warga mereka (PCE) masih panas. Inflasi PCE adalah dasar utama pertimbangan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan.
Inflasi PCE secara tahunan (year on year/yoy) ada di 2,5% pada Maret 2025 atau sama dengan Februari. Sementara itu, secara bulanan (month to month/mtm) mencapai 0,3% pada Maret 2025, sama dengan Februari.
Namun, inflasi inti PCE meningkat menjadi 2,8% (yoy) pada Maret 2025 dari 2,7% pada Februari. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,4% dari 0,3% pada Februari.
Inflasi PCE Maret mencerminkan pengeluaran konsumen tumbuh lebih lambat dari perkiraan sementara pendapatan pribadi melonjak secara signifikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumen lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka, sebagaimana tercermin dalam meningkatnya tingkat tabungan.
Dengan ketidakpastian tambahan terkait kebijakan tarif di bawah pemerintahan Trump, para pembuat kebijakan di The Fed mungkin akan lebih berhati-hati sebelum mengambil tindakan hingga mereka mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai tren inflasi.
Data lain juga menunjukkan fakta suram. Indeks kepercayaan konsumen AS dalam survey Michigan University anjlok ke 57 pada Maret 2025, dari 64,7 pada Februari.
Ketakutan terhadap inflasi menjadi pemicu utama penurunan ini. Responden memperkirakan inflasi dalam satu tahun ke depan akan mencapai 5%. Angka ini naik 0,1 poin persentase dari estimasi pada pertengahan bulan Maret serta meningkat 0,7 poin persentase dari Februari.
Untuk jangka waktu lima tahun, ekspektasi inflasi sekarang di 4,1%, pertama kalinya angka ini melewati 4% sejak Februari 1993.
Para ekonom khawatir bahwa rencana tarif Presiden Donald Trump dapat semakin mendorong inflasi, yang mungkin mencegah Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Jika inflasi tetap tinggi dan sentimen konsumen terus melemah karena The Fed bisa menahan suku bunga lebih lama.
(mae/mae)