Tak Cuma RI, Dunia Tengah Dihantui Oleh Deflasi

2 months ago 31

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terus mengalami deflasi selama empat bulan terakhir, mulai Mei 2024 sebesar 0,03% secara bulanan (month to month/mtm), Juni 2024 sebesar 0,08%, Juli 2024 tembus 0,18%, dan kembali ke level 0,03% pada Agustus 2024. Tren deflasi atau disinflasi yang terjadi ini juga melanda banyak negara.

Mengutip catatan Tim Ekonom BCA dalam Monthly Economic Briefing September 2024, inflasi yang rendah hingga menyebabkan deflasi dan turunnya permintaan dari konsumen juga terjadi di negara-negara dengan kapasitas ekonomi besar, seperti China dan Amerika Serikat.

"Inflasi dan permintaan telah menurun di seluruh dunia, termasuk di Tiongkok dan AS," dikutip dari dokumen analasis yang disusun oleh Ekonom Senior BCA Barra Kukuh Mamia dan Ekonom BCA Nicholas Husni, dikutip Rabu (4/9/2024).

Dalam konteks China, kelebihan pasokan yang membanjiri pasar dunia telah menekan harga produsen, sehingga mempengaruhi indeks harga impor (grosir) Indonesia. Sementara di AS, inflasi yang rendah telah meningkatkan ekspektasi pemotongan suku bunga, yang membantu memperkuat rupiah dan semakin menekan inflasi impor atau imported inflation.

Melemahnya tren permintaan atau daya beli masyarakat secara global itu juga menurut tim ekonom BCA tercermin dari data Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur yang berada pada zona kontraksi atau di bawah 50 untuk negara-negara tersebut, termasuk Indonesia.

"Data PMI yang juga diterbitkan kemarin mengonfirmasi gambaran suram di negara-negara itu, seperti Tiongkok, AS, Zona Eropa, dan Jepang, yang berada di bawah 50. PMI Manufaktur di Indonesia juga di zona negatif," sebagaimana tertulis dalam Monthly Economic Briefing BCA.

Di Indonesia, disinflasi atau deflasi per Agustus 2024 yang sebesar 0,03% dipicu oleh komponen harga pangan bergejolak yang harganya jatuh, didorong oleh komoditas seperti bawang merah dan ayam. Sementara itu, untuk komponen harga yang diatur pemerintah nai, terutama didorong kenaikan harga BBM non-subsidi.

Untuk komponen inflasi inti juga meningkat ke level 0,20% secara bulanan atau month to month (mtm), dipicu oleh kenaikan biaya pendidikan, dan barang-barang keperluan pribadi.

Jika kenaikan harga pada komponen inflasi inti ini dikecualikan, tim ekonom BCA memperkirakan inflasi secara keseluruhan tahun bahkan hanya akan menyentuh level 1,7% dari yang realisasinya sebesar 2,12% secara tahunan atau year on year per Agustus 2024.

"Karena biaya perawatan pribadi dan pendidikan, yang jika dikecualikan, akan menghasilkan inflasi keseluruhan yang jauh lebih rendah, sekitar 1,7% YoY," tulis Barra dan Nicholas.

Meski begitu, tim ekonom BCA menekankan bahwa deflasi yang terjadi beberapa bulan terakhir ini disebabkan daya beli masyarakat yang tengah tertekan. Tercermin dari data indeks pengeluaran konsumen BCA yang juga kontraksi selama Juli-Agustus 2024.

"Kurangnya katalis pertumbuhan dan inflasi yang terus rendah membuat pelonggaran moneter semakin mungkin, namun Bank Indonesia mungkin memprioritaskan pelepasan SRBI dan mungkin menunda pemotongan suku bunga awal hingga kuartal IV," dikutip dari catatan Barra dan Nicholas.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Langkah Prudential Syariah Rajai Bisnis Asuransi Syariah

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research