Jakarta, CNBC Indonesia - Musibah tak mengenal profesi, usia, dan kedudukan sosial. Raja terkaya di Indonesia pun bisa terkena musibah, seperti yang dialami oleh Sultan Siak, Syarif Kasim II, yang kerampokan hingga harta emas miliknya hilang.
Hanya saja kejadian ini tak terjadi baru-baru ini, melainkan 58 tahun lalu atau tepatnya pada Agustus 1967.
Bagi yang tak tahu, Syarif Kasim II adalah penguasa tanah Siak di Riau. Dia menjadi salah satu penguasa dan orang terkaya di Indonesia berkat sistem feodalisme dan kepemilikan bisnis. Tercatat, dia berbisnis perkebunan, pertanian, dan pertambangan minyak.
Khusus bisnis terakhir dia menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Standard Oil Company of California. Pada 1930, dia mengizinkan perusahaan tersebut menambang minyak bumi di wilayah kekuasaannya. Praktis, kegiatan bisnis tersebut membuat kantong pribadi Sang Sultan makin tebal.
Namun, kekayaan tak membuatnya sombong dan kerap hidup mewah. Dalam otobiografi berjudul Sultan Syarif Kasim II: Pahlawan Nasional dari Riau (2002), diketahui dia aktif membagi-bagikan harta kepada banyak orang. Bentuknya tidak uang, tapi berwujud pendirian fasilitas publik dan beasiswa.
Aktivitas ini praktis membuatnya jadi daya tarik orang. Berbondong-bondong orang datang berharap belas kasihan sang sultan. Namun, daya tarik ini tak disangka malah mengundang malapetaka di Agustus 1967. Kala itu, di akhir Agustus, Indonesia dikejutkan oleh kabar dari Riau ihwal hilangnya harta berupa kursi berlapis emas milik Sultan Syarif Kasim II.
Harian Angkatan Bersenjata (8 September 1967) melaporkan, kursi takhta kerajaan berlapis emas milik Sultan Syarif Kasim hilang dicuri orang dari ruang kerjanya. Kepada media, pria berusia 72 tahun itu merasa heran sebab baru kali ini ada maling yang berani menyantroni kediaman dan mengambil barang berharga, yakni kursi emas yang sangat bersejarah.
Sepanjang kesultanan berdiri, tak pernah ada orang yang berani dan niat mengambil kursi emas. Meski ada huru-hara atau kerusuhan berujung penjarahan, kursi emas tetap tersimpan rapih di ruang kerja sultan. Alias tak dicuri sama sekali. Sampai akhirnya, Syarif Kasim II pun kecolongan pada Agustus 1967.
Masalahnya, saat kabar pencurian beredar, otoritas keamanan tak bisa mengungkap kasusnya. Sampai sekarang, maling dan keberadaan kursi emas tersebut tak jelas.
Pada akhirnya, kehilangan harta tersebut menjadi pukulan telak bagi Syarif Kasim II. Pada tahun-tahun tersebut, pria bernama asli Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin sudah berada di titik nadir. Namanya sudah merosot dari kejayaan.
Hal ini disebabkan oleh perubahan sistem politik Indonesia. Sebelum merdeka, Syarif Kasim II berdiri independen sebagai penguasa nomor satu di Siak yang memegang kendali politik dan ekonomi.
Namun, usai Indonesia merdeka, Syarif Kasim II tunduk kepada pemerintah Indonesia. Seperti Sultan Hamengkubuwana IX dari Yogyakarta, dia juga menyatakan setia kepada Republik Indonesia.
Syarif Kasim II bahkan menyumbangkan 13 juta gulden atau setara miliaran rupiah pada masa kini untuk modal perjuangan Indonesia. Selain itu dia juga tercatat memberikan 30% emas simpanan kesultanan kepada pemerintah.
Ketika perubahan ini, Syarif Kasim II praktis tak begitu berkuasa. Akses ekonomi atas pertambangan minyak, pertanian, dan perkebunan juga berkurang. Alhasil, kekayaannya pun menurun. Begitu juga popularitasnya sebagai penguasa politik.
Saat kasus pencurian terjadi sudah pasti Syarif Kasim II bak jatuh tertimpa tangga. Dia yang tak lagi jaya dan kaya raya harus mengalami pencurian yang membuat kekayaan dan harta bendanya makin merosot.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Next Article Bule Kaget Lihat Langsung Pulau Berlapis Emas di RI, Dikira Fiksi