Jakarta, CNBC Indonesia - Di balik rimbun tropis Nusantara, tersimpan warisan hidup yang indah dipandang, juga bisa jadi kunci masa depan dunia. Bunga anggrek, atau Orchidaceae, bukan sekadar perhiasan dalam pesta mewah. Ia adalah "parfum surga" yang menyimpan janji sebagai penyelamat manusia lewat potensi medis dan ekonominya yang kian diperhitungkan.
Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 5.000 spesies anggrek, menjadikannya salah satu negara dengan kekayaan florikultura paling tinggi di dunia. Dari jumlah itu, sekitar 60% merupakan spesies endemik yang hanya bisa ditemukan di Indonesia.
Mulai dari Dendrobium crumenatum yang harum semerbak, hingga Coelogyne pandurata yang eksotik dari Kalimantan masing-masing menyimpan kekuatan kimiawi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Foto: Anggrek Nongke Shenzhen
Anggrek Nongke Shenzhen
Lebih dari sekadar pemanis ruang, banyak jenis anggrek mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, stilbenoid, hingga tanin. Penelitian dari Journal of Ethnopharmacology menyebutkan, kandungan ini memiliki potensi farmakologis sebagai antioksidan, antikanker, antiinflamasi, hingga antimikroba.
Misalnya, Dendrobium crumenatum dikenal sebagai anggrek merpati terbukti mengandung senyawa dengan aktivitas antioksidan tinggi. Studi oleh Universitas Malaya di 2020 mengungkapkan bahwa ekstrak anggrek ini dapat memperlambat proses oksidatif dalam sel tubuh, menjadikannya kandidat potensial untuk terapi penyakit degeneratif seperti Alzheimer dan kanker.
Namun sayangnya, riset ilmiah di Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Padahal, jika dimanfaatkan dengan serius, anggrek bisa menjadi bahan baku utama dalam industri farmasi herbal dunia. Peneliti BRIN, Latifa Nuraini, bahkan menegaskan bahwa Indonesia perlu bergerak cepat agar tidak kalah saing dengan negara seperti Thailand dan China yang telah lebih dahulu mengembangkan penelitian genetika dan ekstraksi senyawa bioaktif dari anggrek.
Secara domestik, Provinsi Banten tercatat sebagai salah satu produsen anggrek potong terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai 1,20 juta tangkai per tahun, berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian 2023.
Foto: Anggrek cymbidium (Image by Gitti Lohr from Pixabay)
Anggrek cymbidium (Image by Gitti Lohr from Pixabay)
Dari sisi ekspor, data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2017-2019, ekspor anggrek Indonesia mencapai total 132 ribu kilogram dengan nilai Rp 12,4 miliar.
Pada 2019 saja, sebelum pandemi Covid-19 melanda, Indonesia mengirimkan 38 ribu kilogram anggrek ke luar negeri dengan nilai Rp 3,2 miliar. Negara tujuan utamanya antara lain Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Timor Leste.
Namun jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, yang ekspor florikulturanya mencapai nilai lebih dari US$ 100 juta per tahun, Indonesia masih tertinggal jauh.
Permintaan global terhadap tanaman aromatik dan florikultura diproyeksikan terus meningkat. Data dari Allied Market Research memperkirakan bahwa pasar tanaman hias dunia akan mencapai US$ 103 miliar pada 2030, dengan CAGR sekitar 4,6%. Dalam lanskap itu, anggrek tetap menjadi primadona bukan hanya karena estetikanya, tapi juga karena nilai tambah dari senyawa fungsionalnya.
Namun untuk bisa bersaing, Indonesia perlu berbenah. Konservasi spesies anggrek liar, peningkatan kualitas budidaya, serta penguatan litbang untuk ekstraksi senyawa bioaktif perlu digalakkan. Tidak kalah penting, perlindungan kekayaan hayati Indonesia dari eksploitasi asing harus diperketat, agar harta karun wangi ini tidak dibajak oleh tangan luar.
Anggrek pernah menjadi komoditas kebanggaan masa lampau diperdagangkan sejak era kolonial dan masuk istana-istana kerajaan sebagai simbol kemewahan. Kini, ia memiliki peluang untuk menjadi jawaban atas tantangan kesehatan dan ekonomi masa depan.
Dan jika potensi ini benar-benar digarap serius mulai dari riset hingga hilirisasi industri bukan tidak mungkin, kelak dunia akan mengenal Indonesia bukan hanya dari kopi atau rempah, tetapi juga dari si harum yang menyembuhkan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)