Rupiah Terus Melemah di Pasar Luar Negeri, Dolar Kini Tembus Rp 17.200

14 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah menyentuh level Rp17.200an/US$ di non-deliverable forward (NDF).

Dilansir dari Refinitiv, pada hari ini,Senin (7/4/2025) pukul 10:43 WIB, nilai tukar mata uang Garuda telah mencapai Rp17.261/US$ atau merupakan posisi terendah sepanjang sejarah.

Nilai tukar rupiah di pasar NDF jauh lebih lemah dibandingkan pada penutupan perdagangan reguler terakhir sebelum libur Lebaran, Kamis (27/3/2025) rupiah berada pada posisi Rp16.555/US$ atau menguat 0,12%. Artinya rupiah tampak berpotensi melemah sangat signifikan di pekan ini.

Untuk diketahui, NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Indonesia Jadi Korban Tarif Trump

Kebijakan tarif Trump memicu ketidakpastian global hingga saling serang perang dagang. Dampak yang bisa dirasakan rupiah diperkirakan akan besar mulai dari kaburnya investor asing di pasar keuangan Tanah Air hingga gejolak eksternal yang tinggi

Indonesia menjadi korban baru dalam perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia akan dikenai tarif resiprokal atau timbal balik hingga 32% karena besarnya defisit AS ke Indonesia.

Hal ini akan berdampak negatif pada tidak lakunya barang Indonesia di AS mengingat harga barang yang masuk ke AS akan cenderung lebih mahal dari biasanya. Alhasil masyarakat di AS akan cenderung memilih produk AS dibandingkan impor dari Indonesia.

Apabila hal ini terus dibiarkan, maka suplai dolar AS Indonesia akan berkurang dan nilai tukar rupiah dapat terus mengalami tekanan.

Tanggapan Analis Asing

Ekonom Senior Bank DBS, Radhika Rao mengatakan bahwa selera risiko tampak melemah usai Amerika Serikat mengumumkan tarif tinggi terhadap sebagian besar mitra dagangnya, termasuk Indonesia.

Sebelum adanya tarif tersebut, pertimbangan domestik sudah terlebih dahulu melemahkan sentimen di pasar rupiah dalam negeri, yang berdampak pada pelemahan mata uang dan obligasi.

Melihat latar belakang yang penuh tantangan ini, otoritas Indonesia diperkirakan akan memberikan sinyal kesiapan untuk mendukung perekonomian, serta memulai pembahasan bilateral dan mencapai kesepakatan dengan pemerintah AS untuk menurunkan beban pajak timbal balik.

Selain Radhika, Chief FX Strategist in Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Hirofumi Suzuki menyampaikan kepadaCNBC Indonesia Researchbahwa depresiasi rupiah tersebut terjadi akibat tarif balasan dari pemerintahan Trump, alhasil pasar keuangan mengalami penurunan.

"Kekhawatiran akan melambatnya ekonomi global semakin meningkat. Hal ini menyebabkan depresiasi rupiah," ujar Hirofumi.

"Jangan panik. Ini bukan kesalahan bank sentral Indonesia, melainkan akibat dari kondisi eksternal. Bagi bank sentral dan otoritas moneter, sikap hati-hati sangat diperlukan untuk terlebih dahulu memantau situasi ini dengan cermat," tambahnya.

RI Pilih Jalur Negosiasi Soal Tarif

Pemerintah Indonesia memilih untuk menempuh jalur negosiasi dan diplomasi untuk menghadapi kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Langkah itu dinilai bisa menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang hubungan perdagangan bilateral, serta untuk menjaga iklim investasi dan stabilitas ekonomi nasional.

"Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat," ujar Airlangga dalam Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar secara virtual, dikutip Senin (7/4/2024).

Bank Indonesia (BI) Terus Monitor Perkembangan Pasar

Bank Indonesia (BI) buka suara mengenai pengumuman Kebijakan Tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan tiga poin dari pemantauan yang dilakukan bank sentral RI itu.

Pertama, Denny menyampaikan BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025. Kemudian, BI mendapati pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh China pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis di mana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024.

"BI tetap berkomitmen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder) dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha serta menjaga keyakinan pelaku pasar," lanjut Ramdan dalam keterangannya, Sabtu (5/4/2025).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research