Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto punya gagasan menjalankan program ekonomi dari orang tuanya, Sumitro Djojohadikusumo yang berhaluan ekonomi sosialis. Program tersebut dipercaya masyarakat bisa lebih sejahtera di tengah kesulitan ekonomi belakangan ini.
Adik dari Prabowo, Hashim Sujono Djojohadikusumo pernah menuturkan ulang perkataan Prabowo, kepemimpinan lima tahun ke depan menjadi momentum tepat untuk mengaplikasikan semua pemikiran sang ayah, yang merupakan salah satu begawan ekonomi Indonesia.
"Prabowo begitu bersemangat menjalankan pemikiran dan program yang sudah dicanangkan orang tua kami 50-60 tahun lalu Alm. Prof. Soemitro Djojohadikusumo. [...] Saya bisa bersaksi dan berulang kali dia katakan saya bisa jalankan cita-cita impian dari papi, sekarang waktunya bisa kita jalankan," kata Hashim dikutip Kamis (24/10/2024).
Sumitro Djojohadikusumo merupakan ekonom dan pendiri Fakultas Ekonomi UI. Semasa hidup dia aktif berbagi gagasan visioner yang tertuang dalam berbagai tulisan. Dia juga pernah menjabat menteri di era Presiden Soekarno dan Soeharto. Tercatat dia pernah menjadi Menteri Keuangan (1952-1956), Menteri Perdagangan (1950-1951 dan 1968-1973), dan Menteri Riset (1973-1978).
Apa saja ajaran ekonomi Sumitro yang dipercaya membuat Indonesia berjaya dan akan diterapkan Prabowo?
1. Industrialisasi
Secara garis besar, Sumitro menekankan pada pentingnya industrialisasi. Ketika menulis gagasan dalam Ekonomi Pembangunan (1955), Sumitro melihat industrialisasi jauh lebih penting dibanding pembangunan pertanian yang dicanangkan pemerintah kala itu, Soekarno.
Menurutnya, hasil pertanian di Indonesia selama ini malah diarahkan untuk kepentingan negara-negara maju berbasis industri yang mengendalikan perdagangan dan pengangkutan bahan mentah tersebut. Jika ini terus dibiarkan, maka akan membuat kedudukan ekonomi masyarakat Indonesia menjadi lemah.
Maka, cara terbaik adalah lewat industrialisasi. Hanya saja, perubahan ke industri bukan berarti menghapus produksi agraria. Pada titik ini, Sumitro mengusung "pembangunan yang seimbang" atau balanced development. Maksudnya, untuk beranjak ke industri, Indonesia harus surplus pangan terlebih dahulu.
Lalu, industrialisasi pun harus diarahkan pada produksi barang konsumsi untuk pasar dalam negeri. Setelah itu baru mengarah pada komoditas ekspor yang dibutuhkan dunia. Sebut saja, kala itu, seperti karet, ban, semen, soda, dan sebagainya.
Jika industrialisasi berjalan, maka akan memperkuat ekonomi karena lapangan usaha dan kerja semakin luas. Lebih jauh, industrialisasi akan memperbaiki struktur perdagangan luar negeri dengan mengembangkan produksi dalam negeri barang substitusi impor.
2. Investasi
Dalam penceritaan Thee Kian Wie saat menulis obituari Sumitro, ayah Prabowo ini menekankan juga pentingnya investasi. Menurutnya, negara harus jadi yang pertama untuk berinvestasi langsung pada pembangunan industri.
Tujuannya agar mendorong investasi oleh perusahaan swasta atau asing. Namun, dia mencatat ketika investasi terbuka, sektor-sektor industri vital harus dikuasai negara. Jangan sampai jatuh ke tangan asing.
3. Jangan ekspor bahan mentah
Sumitro dikenal sebagai ekonom yang menentang kebijakan pembatasan berlebih yang dikeluarkan pemerintah atau negara-negara lain. Ketika negara berkembang mengirim ekspor bahan mentah, diharuskan terlebih dahulu membeli barang dari negara industri maju.
Menurutnya, cara ini merugikan negara berkembang. Maka, dia berpandangan Indonesia seharusnya tidak lagi mengekspor hasil produksi bahan mentah, yang kini dikenal sebagai konsep hilirisasi.
Sebab, ekspor bahan mentah biasanya memiliki nilai tawar yang lebih rendah. Padahal, jika non bahan mentah, keuntungan akan jauh berbeda. Pada 1960-an, Sumitro menekankan pada pentingnya produksi karet, kopra, kopi, lada, kapuk dan tembakau untuk dikirim ke luar negeri.
Pada sisi lain, guru besar ekonomi ini juga melihat proses perdagangan Indonesia harus cepat berubah dan jangan sampai ketergantungan pada satu komoditas saja. Jika ada ketergantungan, dikhawatirkan akan membuat negara terjebak yang mengubah neraca perdagangan.
4. Hilangkan ketimpangan
Sumitro jadi orang cukup kritis terhadap ketimpangan antara Jakarta dan daerah-daerah khususnya di luar Jawa. Dalam wawancara kepada Tempo (14 Mei 2000), Sumitro berkata selalu memperjuangkan agar pembangunan daerah itu diperhatikan dan orang pusat tidak hanya memperhatikan pembangunan di pusat saja.
"Mereka (orang pusat) memperlakukan orang-orang daerah dengan prinsip: untuk saudara, mengenai saudara, tetapi tanpa saudara. Jadi orang-orang daerah dianggap tidak ada perannya," kata Sumitro.
5. Hapus KKN
Masih mengutip uraian Thee Kian Wie, Sumitro menyebut korupsi, kolusi pejabat dan pengusaha, monopoli ekonomi, dan ketidakpastian hukum sebagai penyakit institusional.
Menurutnya, industri tidak akan maju jika Indonesia masih terkena penyakit institusional. Dalam kasus dugaan KKN era Soeharto yang juga besannya sendiri, misalnya, Sumitro sangat tegas mengatakan penyakit itu membuat Indonesia salah arah.
"Faktor kedua penyebab keruntuhan Soeharto adalah kerakusannya. Bukan Pak Harto yang rakus, melainkan anak-anaknya. [...] Sumber daya, tenaga kerja, teknologi dan modal dikuasai oleh anak-anak dan kroni Soeharto," tutur Sumitro kepada Tempo (12 Mei 2000).
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: