Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan dunia terpantau stabil pada perdagangan Rabu (11/12/2024) kemarin, di tengah minimnya sentimen yang dapat menggairahkan batu bara dalam beberapa hari terakhir
Berdasarkan data dari Refinitiv pada Rabu kemarin harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Januari 2025 ditutup stagnan di posisi US$132,05 per ton.
Cenderung mendatarnya harga batu bara global terjadi di tengah wait and see pelaku pasar memantau rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode November 2024.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan lalu tumbuh 2,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu yang tumbuh 2,6%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK AS pada November lalu tumbuh 0,3%, dari sebelumnya pada Oktober lalu yang tumbuh 0,2%.
Data IHK AS pada bulan lalu, baik secara tahunan dan bulanan sudah sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya. Konsensus pasar Trading Economics sebelumnya memperkirakan IHK AS pada November tumbuh 2,7% (yoy) dan 0,3% (mtm).
Adapun IHK inti, tidak termasuk biaya pangan dan energi tumbuh 3,3% (yoy) pada November lalu, masih sama dengan periode Oktober lalu yang juga tumbuh 3,3% dan juga sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Sedangkan IHK inti bulanan tumbuh 0,3% (mtm) pada November 2024, sama seperti pada Oktober 2024 yang juga tumbuh 0,3% dan angka IHK inti bulanan juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.
Dengan tumbuhnya inflasi sesuai prediksi, maka pasar berharap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menurunkan suku bunga acuan pinjaman jangka pendeknya sebesar seperempat poin persentase saat pertemuan terakhirnya di tahun ini yakni pada 18 Desember.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, probabilitas pasar yang memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed pada pertemuan pekan depan nyaris mencapai 100%, yakni naik menjadi 98,6%, dari sebelumnya sekitar 86% pada Selasa kemarin.
Jika penurunan suku bunga kembali terjadi di pekan depan, maka hal ini dapat menjadi sentimen positif bagi batu bara. Namun, pergerakan batu bara tetap dipengaruhi oleh permintaan.
Permintaan batu bara di global tampaknya mulai berangsur pulih. Konsumsi dan ekspor batubara termal dunia diperkirakan meningkat pada tahun ini hingga mencapai rekor tertinggi baru, menurut data ekspor dan pembangkit listrik yang dikutip oleh kolumnis Reuters,Gavin Maguire.
Pembangkit listrik tenaga batu bara telah meningkat sepanjang tahun ini sebesar 2% dibandingkan dengan 2023 lalu, mencapai titik tertinggi baru seiring dengan meningkatnya permintaan listrik di pasar negara berkembang.
Emisi listrik tenaga batu bara juga akan meningkat ke rekor tertinggi pada 2024, menurut data dari lembaga pemikir energi Ember yang dikutip oleh Maguire.
Selain itu, ekspor global batu bara termal, jenis yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga batu bara juga meningkat tahun ini, terutama karena meningkatnya permintaan dari India dan China.
Ekspor batu bara termal dunia naik 9 juta metrik ton antara Januari dan November 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut data pelacakan kapal oleh analis komoditas di Kpler.
Indonesia, eksportir batu bara terbesar di dunia, akan mengapalkan lebih dari 500 juta ton batu bara tahun ini, untuk pertama kalinya, berdasarkan data dari Kpler.
Berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (IEA), tahun lalu, permintaan batu bara tumbuh sebesar 2,6% hingga mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Saat itu, lembaga tersebut memperkirakan permintaan batu bara untuk 2024 akan tetap stabil dibandingkan dengan 2023.
Namun, permintaan di China dan India terus tumbuh. Meskipun pangsa batu bara dalam pembangkitan listrik di China telah menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat maraknya energi terbarukan, tetapi pembangkitan dan permintaan listrik batu bara di China tetap kuat.
Batubara masih menyumbang sekitar 60% dari pembangkit listrik China, meskipun terjadi lonjakan tenaga air awal tahun ini setelah curah hujan melimpah, yang mengurangi porsi batubara dalam bauran energi negara itu selama musim panas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd)