Ketahanan pangan merupakan isu global dan multidimensi yang mendesak untuk segera diatasi. Di tahun 2023, sebanyak 238 juta penduduk di 48 negara mengalami krisis pangan, meningkat 10% dari data tahun 2022. Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), tahun 2023 Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 113 negara dengan indeks ketahanan pangan di tahun 2022 mencapai 60,2, naik 1,69% dibandingkan tahun 2021.
Ketahanan pangan erat kaitannya dengan kemiskinan. Inflasi akibat krisis pangan melemahkan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat rentan miskin (near-poor) dapat terdorong ke bawah garis kemiskinan. Meskipun banyak kebijakan dan program yang diimplementasikan oleh pemerintah, kedua isu ini masih memerlukan pendekatan inovatif dan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang maksimal.
Ketahanan pangan juga berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap anggota dalam rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga, semakin tinggi pula kebutuhan pangan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, rumah tangga menjadi unit penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Berbagai cara dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP), yang merupakan unit sosial dan ekonomi dasar di masyarakat yang mengelola usaha pertanian sebagai sumber penghidupan.
RTUP mengupayakan pertanian dengan pola adaptif dengan lingkungan. Di perkotaan misalnya, model RTUP urban farming dinilai mampu menjadi solusi ketahanan pangan dan mendorong pengentasan kemiskinan di perkotaan. Sebagai produsen utama pangan di tingkat lokal, RTUP menyediakan berbagai jenis pangan yang dapat langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Lebih dari itu, RTUP mampu berperan dalam meningkatkan pendapatan dan kemandirian ekonomi rumah tangga.
Namun dalam praktiknya, RTUP menghadapi tantangan yang kompleks, seperti keterbatasan akses teknologi dan pengetahuan pertanian modern. RTUP juga kesulitan mengakses pasar yang lebih luas dan sumber permodalan, sehingga rentan terhadap fluktuasi harga dan perubahan ekonomi. Selain itu, krisis iklim dan cuaca ekstrem dapat mengganggu produksi yang berdampak pada ketahanan pangan dan ekonomi rumah tangga.
Dari permasalahan tersebut, Koperasi Rumah Tangga Usaha Pertanian Berbasis Embedded Model-Community Social Enterprise menawarkan pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi RTUP dalam mendukung ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan di tingkat rumah tangga. Model ini mengintegrasikan kewirausahaan sosial dalam struktur komunitas dan pemberdayaan rumah tangga melalui badan usaha koperasi. RTUP didorong masuk ke dalam komunitas dan kerjasama antar rumah tangga. Model embedded pada Koperasi RTUP meyasar segmen konsumen Bottom of Pyramid, yaitu RTUP sebagai kelompok yang diberdayakan. Dalam model ini, RTUP berfungsi sebagai konsumen sekaligus produsen yang mendukung koperasi dengan memberikan pendapatan.
Sistem demokrasi koperasi memungkinkan pengelolaan usaha RTUP lebih selaras dengan kepentingan dan kebutuhan anggotanya. Selain itu, koperasi menjadikan RTUP memiliki legalitas usaha di bawah naungan koperasi. Dengan menerapkan prinsip tata kelola yang transparan, akuntabel dan berintegritas, koperasi memastikan semua kegiatan usaha dilakukan secara etis dan profesional.
Koperasi memberikan manfaat dengan pendekatan kolektif dan kekeluargaan. Sebaliknya, RTUP yang beroperasi sendiri berpeluang lebih besar menghadapi kesulitan berinvestasi dalam aset dan infrastruktur yang lebih besar. Melalui koperasi, RTUP dapat mengakses fasilitas yang lebih baik dan meningkatkan efisiensi produksi. Lebih jauh, koperasi juga memiliki bargaining untuk memastikan bahwa semua produk yang dihasilkan RTUP memenuhi standar kualitas sebagai upaya membangun reputasi.
Sisa Hasil Usaha (SHU) dalam koperasi menjadi benefit tersendiri bagi para RTUP. Setiap anggota mendapatkan manfaat SHU sesuai kontribusi. Selain itu, sebagai usaha sosial, koperasi juga menyisihkan dana SHU untuk keperluan sosial seperti bantuan bencana, pendidikan, atau Kesehatan.
Selanjutnya, bagaimana model ini dapat menjadi solusi bagi ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan? Mari kita elaborasi lebih lanjut. Dari aspek operasional, koperasi dapat menjadi sarana untuk meningkatkan akses teknologi pertanian, pelatihan, dan praktik modern bagi RTUP. Koperasi juga dapat membangun fasilitas penyimpanan yang memadai dan sistem distribusi yang efisien untuk mengurangi kerugian pasca-panen dan memastikan produk pertanian dapat dijual pada waktu yang tepat dengan harga yang kompetitif.
Dalam mengelola hasil pertanian, koperasi dapat membantu RTUP mengolah hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah seperti makanan olahan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi ketergantungan pada penjualan produk mentah. RTUP dapat mengembangkan diversifikasi usaha seperti peternakan, perikanan, atau agroindustri, yang dapat meningkatkan skala usaha dan memitigasi risiko ekonomi.
Koperasi dapat mengembangkan merek hasil tani untuk dikenal sebagai produk yang berkualitas dan mampu meningkatkan daya tawar di pasar. Lebih lanjut, saluran distribusi pemasaran dan platform online yang dikelola koperasi dapat menjangkau konsumen yang lebih luas. Di samping itu, akses pembiayaan mikro dengan bunga rendah bagi RTUP menjadi salah satu manfaat lain yang diperlukan dalam mengembangkan usaha.
Koperasi dapat menjalin kemitraan strategis dengan lembaga pemerintah, sektor swasta, serta lembaga pendidikan untuk mendukung pengembangan usaha RTUP yang mencakup akses ke program pelatihan, pemasaran, dukungan teknis, dan pendanaan. Untuk itu, peran Koperasi RTUP tidak luput dari dukungan pemerintah. Pemerintah berperan penting dalam menyediakan kebijakan yang komprehensif untuk mendukung iklim usaha koperasi dalam mengadopsi model bisnis yang berkelanjutan. Kebijakan ini harus memperhatikan kebutuhan spesifik RTUP dan mempromosikan integrasi koperasi dengan sistem pertanian nasional.
Pemerintah dapat memperkenalkan program pembiayaan khusus untuk koperasi RTUP, termasuk kredit mikro dan skema pinjaman dengan bunga rendah melaui lembaga keuangan perbankan dan non bank.
Pemerintah juga perlu memperkuat strategi pembinaan dan pengawasan kepada koperasi dari aspek kelembagaan dan kapasitas SDM. Pembinaan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan RTUP, melainkan juga mendukung pengembangan usaha yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Pemerintah perlu mendorong penciptaan iklim usaha yang kolaboratif. Upaya ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada koperasi dalam menciptakan tata hubungan yang saling mendukung dan menguntungkan antara koperasi dengan berbagai pihak lainnya. Tujuannya, agar koperasi memiliki lapangan bermain (playing field) yang setara dengan pelaku usaha swasta lain.
Pada akhirnya, Koperasi Rumah Tangga Usaha Pertanian Berbasis Embedded Model-Community Social Enterprise diharapkan dapat menjadi solusi inovatif untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan, meningkatkan ketahanan pangan dan mengentaskan kemiskinan. Di masa depan, koperasi RTUP diharapkan dapat menjadi bagian dari langkah besar Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045. Meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi, potensi manfaat dari model ini menjadi pendekatan yang layak untuk diadopsi dalam mengatasi isu-isu kritis yang dihadapi masyarakat, tentunya dengan komitmen dan kolaborasi dari berbagai pihak.
*Penulis merupakan pemenang kedua Lomba Tulis Artikel yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
(adv/adv) Next Article Acer Aspire 5 Slim: Laptop Ringan dan Powerful, Cocok untuk Mahasiswa