Kisah Raja Jawa Dicintai Rakyat, Tolak Kemewahan-Pilih Hidup Sederhana

2 months ago 13

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi banyak orang memiliki kekuasaan dan kekayaan di waktu bersamaan adalah sumber kenikmatan. Berbagai keistimewaan pasti bakal didapat.

Namun, terkadang orang lupa ada tuntutan tanggung jawab yang menyangkut hidup orang banyak. Makin kaya dan berkuasa, pasti tanggung jawab makin besar. 

Terkait ini, ada satu kisah dari masa lalu terkait Raja (pemimpin) Jawa Mangkunegara VI ketika berkuasa pada 1896. Alih-alih memanfaatkan kekuasaan dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri, Mangkunegara VI membuat berbagai terobosan yang membuatnya dicintai rakyat.

Dia menolak semua kemewahan, pilih hidup sederhana dan pro-rakyat. Bagaimana ceritanya?

Awalnya, pria bernama asli Raden Mas Suyitno ini tak menyangka bakal memimpin Pura Kadipaten Mangkunegaraan yang berbasis di Solo. Namun, kakaknya yang meninggal di usia muda mengubah jalan hidupnya.

Dari semula tentara kerajaan berubah menjadi Raja Jawa yang berhak menyandang gelar Mangkunegara VI. Mangkunegaraan memang tak mengadopsi tradisi penerus takhta adalah anak dari raja.

Seperti penguasa sebelumnya, hidup Suyitno sebagai raja diprediksi bakal dibanjiri kenikmatan. Sudah pasti dia kaya raya, sangat dihormati rakyat, dan punya kekuatan besar.

Dia juga bisa melakukan banyak hal untuk kepentingan diri sendiri. Pada sisi lain, Suyitno sadar kondisi kesultanan sudah berbeda pada 1869.

Dia mewarisi segudang masalah dari pemimpin sebelumnya. Bisnis gula terus merugi, sehingga kas kerajaan makin sedikit.

Parahnya, di tengah ancaman kebangkrutan, para keluarga kerajaan tak mengubah gaya hidupnya. Mereka tetap hidup mewah dan boros.

Alhasil, Suyitno melakukan reformasi besar-besaran untuk mematahkan tradisi. Semua dilakukan dari hal sederhana. Secara pribadi dia menolak tunjangan dan memilih hidup sederhana apa adanya. 

Sebagaimana diceritakan tim riset dari Mangkunegoro VI: Sang Reformis (2021), pria kelahiran 1 Maret 1867 ini memangkas anggaran biaya hidup para bangsawan dan menyederhanakan berbagai macam pesta.

Dia meminta bangsawan tak lagi mengadakan pesta sendirian, tapi diubah secara massal.  Lalu, dia juga mengurangi jumlah pegawai yang tidak kompeten. 

Satu hal menarik lain, yakni menghapus feodalisme di kerajaan. Dia menghapus kebiasaan jalan jongkok yang lazim dilakukan di lingkungan Mangkunegaraan untuk menghormati bangsawan dan raja. 

Semua itu pada akhirnya membuat kas kerajaan mulai bertambah. Penambahan kas tak dipakai untuk kepentingan pribadi, tapi dialihkan buat rakyat.

Tercatat dia aktif memerikan beasiswa pendidikan dan pendirian sekolah perempuan. Tak hanya itu, dia juga mengizinkan orang Tionghoa mendirikan rumah duka dan memperbolehkan penyebaran agama Kristen. 

Sikap Suyitno sebagai penguasa membuat rakyat mencintainya dan menyebutnya sebagai Raja Jawa yang hidup sederhana. Pada sisi lain, para pembenci Suyitno memandangnya sebagai Raja Jawa yang pelit. 

Para penulis biografi Mangkunegara VI mengambil contoh, para pembenci ini adalah pejabat Belanda yang ditolak Suyitno dan juga para bangsawan atau orang terdekatnya sendiri.

Mereka yang sejak kecil hidup bergelimang harta merasa dirugikan oleh kebijakan Suyitno karena tak lagi bisa hidup mewah dan menjadi susah. Bahkan, mereka juga tak lagi dihormati sebab sudah setara rakyat biasa. 

Pada akhirnya, berbagai tekanan membuat Suyitno tak enak hati dan memutuskan mundur sebagai Raja Jawa. Dia kemudian mengasingkan diri bersama keluarga ke Surabaya sampai meninggal pada 24 Juni 1928. 


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research