Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, pemerintah dan masyarakat Belanda menyikapi lepasnya Indonesia (Hindia Belanda) dengan penuh kekhawatiran.
Selama ini, kekuatan ekonomi Belanda memang tak terletak pada aktivitas dalam negeri. Namun, bertumpu pada roda ekonomi di negeri jajahan, termasuk Hindia Belanda yang punya nilai ekonomi sangat besar.
Praktis, kehilangan tanah Indonesia adalah bencana bagi Belanda. Jika Indonesia lepas, mereka bisa membayangkan betapa hancur kehidupan nanti. Besarnya ketergantungan terhadap Indonesia, membuat banyak orang bertanya-tanya:
Seberapa besar keuntungan Belanda selama menjajah Indonesia?
Jejak kolonialisme Belanda di Indonesia diawali sejak pendirian Kongsi Dagang Hindia Timur atau VOC pada 1602.
Sejarah mencatat, VOC kelak tak hanya beroperasi sebagai perusahaan dagang, tapi juga layaknya pemerintahan. Sebab, VOC bisa memulai perang, membuat perjanjian dengan kerajaan lokal, hingga mencetak mata uang sendiri.
Besarnya kekuasaan yang lantas berdampak pada kekuatan ekonomi membuat VOC jadi perusahaan dengan valuasi terbesar di masanya. Situs Visual Capitalist mencatat, nilai VOC mencapai 78 juta gulden pada 1637. Nominal tersebut setara dengan US$ 7,9 triliun atau setara Rp123 ribu triliun.
Disebut pula, valuasi VOC melebihi gabungan perusahaan terbesar dunia sekarang, Apple, Microsoft, Google, dan sebagainya. Pada sisi lain, sejarawan Lodewijk Petram dalam The World's First Stock Exchange (2014), mencatat valuasi VOC hanya US$ 1 triliun pada masa kini. Meski angkanya lebih rendah, tentu saja jika dirupiahkan setara Rp15 ribu triliun.
Setelah VOC bubar pada 1799, angka keuntungan semakin bertambah. Sebab, pemerintah Hindia Belanda makin kuat mengendalikan ekonomi. Salah satu buktinya saat memberlakukan tanam paksa. Melalui kebijakan tersebut pemerintah mendapat keuntungan tak terkira.
Sejarawan Angus Maddison dalam "Dutch Income in and from Indonesia 1700-1938" (1989) menyebut, sistem tanam paksa berhasil meningkatkan aliran pendapatan dari Indonesia untuk PBD Belanda. Bahkan, setengah keuntungan tanam paksa langsung masuk ke kas pemerintah Belanda.
Maddison juga menjelaskan, persentase aliran dana dari Indonesia untuk PDB Belanda selalu meningkat setiap masa. Pada tahun 1700, dana dari Indonesia menyumbang 1% PDB Belanda. Sementara setelah tanam paksa, atau periode 1840-1870, melonjak menjadi 8% PDB.
"Secara perhitungan, aliran dana dari Indonesia ke Belanda mencapai 234 juta gulden pada 1831-1850. Lalu, 491 juta gulden dari 1851-1870. Angka segini, setara 31,5% PDB Belanda di periode tersebut," ungkap Maddison.
Bahkan, Maddison juga menghitung pendapatan Belanda dari Indonesia selama 1878-1941 menyentuh 23,5 miliar gulden atau setara US$398 miliar pada masa sekarang. Namun, angka segitu belum termasuk keuntungan-keuntungan perusahaan swasta, yang bisa dipunguti pajak juga oleh pemerintah Belanda. Tentu, jika dihitung-hitung luar biasa besar.
Seluruh dana dari Indonesia tersebut kemudian dipakai untuk pembangunan Belanda. Mereka sukses membangun banyak bendungan, jalan, dan infrastruktur lain. Meski begitu, kemajuan ekonomi dan pembangunan negeri kincir angin berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia.
Sejarah mencatat, semasa pendudukan Belanda, masyarakat Indonesia hidup sengsara sebagai warga negara kelas dua di tanah kelahirannya sendiri. Tak jarang warga Indonesia juga menjadi budak sebagai dampak kebijakan kolonial atau budak di berbagai perusahaan.
Atas dasar ini, ketika Indonesia merdeka pada 1945, Belanda ketar-ketir. Meski demikian, kekhawatiran Belanda tersebut tak terbukti. Selepas kemerdekaan Indonesia, Belanda tak jadi bangkrut sebab mendapat sokongan dana dari AS lewat kebijakan Marshall Plan.
(mfa/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Next Article Iseng Baca Arsip, Bule Ini Dapat 100 Batang Emas di Laut RI