- Pasar keuangan Tanah Air kembali beragam, di mana IHSG melanjutkan penguatannya, sedangkan rupiah terpantau merana kemarin.
- Wall Street ditutup bergairah setelah dirilisnya data inflasi terbaru AS yang sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.
- Pasar di dalam negeri akan mencerna sentimen dari rilis data inflasi AS yang tumbuh sesuai ekspektasi pasar global.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan Rabu (11/12/2024), di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penguatannya. Akan tetapi, nilai tukar rupiah ditutup merana dan nyaris menyentuh level psikologis Rp 16.000/US$.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat 0,15% ke posisi 7.464,75. Sepanjang perdagangan kemarin, IHSG terpantau berada di zona hijau. IHSG masih berada di level psikologis 7.400.
Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 16,3 triliun dengan melibatkan 28,9 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 293 saham terapresiasi, 285 saham terdepresiasi, dan 218 saham stabil.
Secara sektoral, sektor properti menjadi penopang utama yakni sebesar 1,49%. Sedangkan dari sisi saham, emiten batu bara PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi penopang utama yakni mencapai 10,5 indeks poin.
Investor asing kembali masuk ke pasar saham RI. Asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 495,4 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 322,98 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 172,42 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Sementara itu di Asia-Pasifik secara mayoritas melemah. Indeks PSEI Filipina menjadi yang paling parah koreksinya kemarin yakni mencapai 1,22%. Sedangkan KOSPI Korea Selatan menjadi yang paling kencang penguatannya kemarin yakni mencapai 1,02%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin terpantau melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, posisi rupiah makin mendekati level psikologis Rp16.000/US$.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp15.910/US$ di pasar spot, melemah 0,32% di hadapan greenback.
Sementara di Asia, mata uangnya secara mayoritas kembali melemah. Peso Filipina menjadi yang paling parah koreksinya yakni mencapai 0,45%.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.
Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin kembali melemah, terlihat dari imbali hasil (yield) yang kembali menguat.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 2,8 basis poin (bps) menjadi 6,949%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.
Rupiah lagi-lagi makin dekati level psikologis Rp 16.000/US$ kemarin, di tengah sikap investor yang menanti rilis data inflasi AS. Hal ini karena tekanan dari global yang masih terjadi terutama terkait perkasanya dolar AS.
Di Asia saja, mata uangnya secara mayoritas tak mampu melawan dolar AS kemarin. Tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut hingga data inflasi resmi AS dirilis. Pasar akan mencermati langkah-langkah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) selanjutnya, terutama dalam mengakhiri tahun ini.
Namun, IHSG masih mampu bertahan di zona hijau, meski penguatannya cenderung terbatas. Bertahannya IHSG di zona hijau kemarin kemungkinan karena disebabkan oleh asing yang mulai perlahan kembali ke pasar keuangan RI.
Di lain sisi, harapan pasar akan adanya fenomena window dressing di sisa tahun ini pun turut menopang IHSG kemarin.
Pages