Harga Emas Naik Terus, Mau Lebaran Mending Jual Apa Disimpan?

3 days ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Dompet makin tebal setelah Tunjangan Hari Raya (THR) cair baru-baru ini. Buat investor emas, menjual emas juga bisa jadi salah satu cara menambah keuntungan THR. Namun, apakah menarik untuk dijual sekarang atau justru tambah beli lagi?

Emas sejak tahun lalu bisa dibilang menjadi aset safe haven paling gemilang lantaran beberapa mencetak rekor, bahkan kini harga acuan dunia (XAU) masih di atas US$ 3000 per troy ons.

Di dalam negeri, harga emas Antam juga terus meroket dan mencetak rekor hingga menembus Rp 1,792 juta per gram. 

Efeknya juga dirasakan pada nilai jual emas perhiasan, meski dampaknya tidak sebesar logam mulia.

Berapa THR dari investasi emas?

Dengan harga emas yang bergerak ciamik, tak menutup kemungkinan bagi investor emas yang menjualnya akan mendapat cuan.

Di sini kami menghitung beberapa skenario jika investor emas Antam sebanyak 1 gram dalam beberapa jangka waktu sebagai berikut :

Dari tabel di atas terlihat bahwa investasi emas semakin lama semakin menunjukkan keuntungan yang lebih moncer hingga ratusan persen.

Sementara sejak awal tahun masih menunjukkan keuntungan sebanyak 7%, melampaui investasi di Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito perbankan.

Jadi, jika mau jual emas di periode saat ini ketika harga emas tidak jauh dari posisi All Time High (ATH) bisa menjadi momentum menarik. Namun, untuk beli lagi dan hold emas lebih lama juga masih punya prospek potensial lantaran harga-nya diperkirakan masih akan terus naik.

Harga Emas Potensi Lanjut Naik

Pada hari Rabu kemarin (26/3/2025), Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga emas akhir 2025 menjadi US$3.300 per troy ons dari US$3.100 per troy ons, dengan alasan arus masuk ETF yang lebih kuat dari yang diharapkan dan permintaan bank sentral yang berkelanjutan.

Goldman Sachs juga menaikkan kisaran perkiraannya menjadi US$3.250-US$3.520 per troy ons dari US$3.100-US$3.300 per troy ons sebelumnya, menurut catatan penelitiannya.

Bank investasi tersebut memperkirakan bank sentral besar Asia akan melanjutkan pembelian emas agresif mereka selama tiga hingga enam tahun ke depan, dengan tujuan mencapai target cadangan emas yang diproyeksikan.

Goldman Sachs menaikkan asumsi permintaan emas dari bank sentral menjadi 70 ton per bulan dari 50 ton sebelumnya di tengah meningkatnya ketidakpastian kebijakan AS dan ekspektasi bahwa China dapat terus melakukan pembelian dengan kecepatan tinggi selama tiga hingga enam tahun ke depan.

"Di sisi ETF emas, ekonom AS kami terus memperkirakan dua pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25bp (basis poin) pada tahun 2025 dan satu pemangkasan tambahan pada semester pertama tahun 2026, yang mendukung dasar kami untuk arus masuk ETF," ujar Goldman Sachs, kepada CNBC International.

Goldman Sachs melihat dua risiko kenaikan potensial untuk ETF yakni siklus pemangkasan The Fed yang disebabkan oleh resesi yang menaikkan harga emas akhir 2025 menjadi US$3.410 per troy ons, dan peningkatan permintaan investor terhadap emas sebagai nilai lindung. Kenaikan ini mendorong kepemilikan ETF kembali ke level pandemi, mendukung harga menuju US$3.680 per troy ons pada akhir tahun 2025.

Bank tersebut menegaskan kembali rekomendasi perdagangan emas jangka panjang, tetapi menyadari dua peristiwa potensial yang mungkin menawarkan titik masuk yang lebih menarik.

Peristiwa pertama adalah potensi perjanjian damai Rusia-Ukraina, yang mungkin memicu penjualan spekulatif sementara. Namun, hal itu tidak mungkin berdampak lama pada permintaan atau pasokan emas global, menurut bank tersebut.

Peristiwa lain adalah aksi jual ekuitas tajam yang memicu likuidasi emas yang didorong oleh margin. Namun, hal ini diperkirakan tidak akan berlangsung lama karena posisi spekulatif pulih di tengah ketidakpastian, dengan permintaan struktural dari bank sentral dan ETF tetap utuh.

Kebijakan tarif Presiden Amarika Serikat Donald Trump juga akan menopang emas ke depan mengingat emas menjadi instrumen paling aman saat terjadi ketidakpastian ekonomi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research