Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan kembali ke Gedung Putih pada Senin (20/1/2025) dan menjadi Presiden ke-47 Amerika Serikat, di mana pelantikannya akan berlangsung siang besok.
Upacara pelantikan akan berlangsung di Gedung Kongres AS (US Capitol) pada pukul 12.00 waktu setempat, seperti dilansir situs resmi Senat AS.
Pelantikan presiden ke-47 AS ini sekaligus kedua kalinya bagi Trump. Dia sebelumnya menjabat sebagai presiden pada 2017-2021.
Saat periode pertama Trump menjabat Presiden AS pada 2017-2021, banyak dampak yang diberikan di pasar finansial. Salah satu yang paling mencolok adalah meroketnya harga emas dunia.
Sejak Trump menjadi orang nomor satu di AS pada 20 Januari 2017, hingga lengser, harga emas dunia mencatat kenaikan sebesar 52,67%. Bahkan pada 7 Agustus 2021, emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masanya saat itu di US$ 2.072,49/troy ons.
Dari historisnya, pergerakan emas dunia di era pemerintahan Trump pertama nyatanya tidak seburuk yang diperkirakan sekarang.
Mirip di era Trump, emas yang terus mencetak rekor juga terjadi menjelang masa akhir pemerintahan Presiden Joe Biden.
Memang, pemicu utama kenaikan emas di akhir era pemerintahan Trump di periode pertama adalah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian global mengalami resesi.
Tetapi ada peran Trump juga dalam meroketnya harga logam mulia. Pada Maret 2020, Trump menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah.
Stimulus fiskal serta stimulus moneter merupakan bahan bakar utama bagi emas untuk menguat. Tapi sekali lagi, kedua stimulus tersebut digelontorkan akibat pandemi Covid-19.
Stimulus fiskal dan moneter memberikan dua efek positif bagi emas. Pertama stimulus tersebut berpotensi memicu kenaikan inflasi, dan emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi.
Kemudian yangkedua, stimulus fiskal dan moneter membuat nilai tukar dolar AS melemah. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saatThe Greenbackmelemah, maka harganya akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil, permintaan emas berpotensi meningkat.
Dengan demikian, stimulus fiskal memberikan efek ganda yang positif bagi harga emas.
Sebelum mencetak rekor tertingginya versi 2021, harga emas dunia sebenarnya juga sudah melesat di 2019. Sekali lagi, ada peran besar seorang Donald Trump dibalik melesatnya harga emas, meski hal tersebut bukan merupakan tujuannya.
Trump mengobarkan perang dagang dengan China sejak 2018. Perekonomian global terkena getahnya di 2019, pertumbuhan menjadi melambat termasuk AS dan China. Ketika dua raksasa ekonomi dunia tersebut mengalami pelambatan, seluruh dunia juga terseret.
Guna memacu perekonomian yang melambat akibat perang dagang yang dikobarkan Trump, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali masing-masing 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%.
Pelambatan ekonomi global dan pemangkasan suku bunga The Fed membuat harga emas sepanjang 2019 melesat 18,26%, menjadi kenaikan terbesar sejak 2010 silam.
Pada masa pemerintahan Trump pertama, harga emas dunia hanya mengalami pelemahan di 2018, itupun hanya 1,51%. Sementara di 2017, emas mencatat penguatan 13,11%.
Sedangkan di masa pemerintahan Biden, harga emas dunia terpantau berkinerja buruk pada 2021 dan 2022, masing-masing terkoreksi 3,59% dan 0,22%.
Emas di Pemerintahan Trump Kedua Bakal Lebih Perkasa?
Tentunya, pada pemerintahan Trump pertama periode 2017-2021, emas justru bergerak positif. Namun di pemerintahan Trump kedua periode 2025-2029 tampaknya kondisi emas cenderung berbeda.
Meski perang dagang AS-China berpotensi berlanjut bahkan mungkin lebih masif ketimbang pada periode Trump pertama, tetapi ada beberapa kondisi yang membuat emas cenderung berbeda dengan kondisi saat periode pertama Trump.
Salah satu kondisinyayakni potensi makin kuatnya dolar AS. Saat Trump memenangkan kontestasi Pemilu AS 2024, dolar AS pun mulai melambung tinggi, dilihat dari indeks dolar (DXY) yang merangkak naik. Bahkan beberapa hari menjelang pelantikan Trump, indeks dolar terus merangkak naik.
Hal ini karena pasar menilai dengan kemenangan Trump maka inflasi akan semakin sulit ditekan khususnya karena barang impor ke AS yang akan dikenakan tarif lebih tinggi sehingga berujung pada keseluruhan harga barang di AS menjadi lebih mahal.
Secara umum, korelasi atau hubungan antara dolar AS dan emas memang diasumsikan negatif. Sehingga, jika dolar AS semaki perkasa, maka hal ini akan menurunkan nilai mata uang asing dari negara lain. Kenaikan dolar AS ini dapat menurunkan permintaan komoditas termasuk emas sehingga harga emas akan cenderung lesu.
Emas merupakan aset investasi alternatif, jadi ketika dolar AS makin perkasa dan nilainya semakin kuat, maka sebagian besar investor akan cenderung menghindari aset investasi alternatif untuk melindungi kekayaan mereka, salah satu yang paling banyak diminati adalah emas.
Alhasil, perkasanya dolar AS tidak diuntungkan bagi emas. Apalagi, emas tidak memberikan imbal hasil (yield), sehingga potensi ini dapat mengurangi minat investasi emas.
Tetapi, kondisi tersebut bisa tidak terjadi jika ketidakpastian lebih tinggi ketimbang kenaikan dolar AS. Hal ini juga sudah terjadi beberapa periode terakhir.
Apalagi, perang Dagang 'season' 2 yang mungkin lebih besar dan bakal terjadi di pemerintahan kedua Trump juga berpotensi menggairahkan emas kembali.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)