Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan dunia kembali merana sepanjang pekan ini dan belum ada tanda-tanda pembangkitan lebih lanjut meski permintaan batu bara dunia diperkirakan mencapai rekor baru pada 2024.
Berdasarkan data dari Refinitiv pada pekan ini, harga batu bara Newcastle untuk kontrak Januari 2025 ambruk 2,64% secara point-to-point (ptp). Pada perdagangan Jumat (20/12/2024) akhir pekan ini, harga batu bara kembali melemah 0,35% ke US$ 127,3 per ton.
Diketahui, merananya harga batu bara sudah terjadi selama delapan minggu beruntun. Bahkan dalam empat minggu terakhir, koreksinya makin membesar yakni berkisar 2%-3%.
Merananya kembali batu bara terjadi meski permintaan batu bara dunia diperkirakan mencapai rekor baru pada 2024.
Penggunaan batu bara dunia diperkirakan akan mencapai rekor baru sebesar 8,7 miliar ton pada 2023 dan tetap berada di level hampir rekor selama beberapa tahun mendatang akibat krisis gas global yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina menyebabkan kenaikan harga gas global, produksi, perdagangan, dan pembangkit listrik dari batu bara mencapai rekor tertinggi.
IEA melaporkan bahwa pemulihan batu bara setelah penurunan selama pandemi Covid-19 membuat konsumsi bahan bakar fosil ini diproyeksikan mencapai puncak baru sebesar 8,77 miliar ton pada akhir 2023 dan dapat bertahan di level hampir rekor hingga tahun 2027.
Permintaan batu bara dari China untuk pembangkit listrik jadi salah satu faktor meningkatnya permintaan batu bara, di mana konsumsinya 30% lebih banyak bahan bakar ini dibandingkan seluruh dunia.
Sementara di negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, pembangkit listrik berbasis batu bara telah melewati masa puncaknya, menurut IEA, dengan perkiraan penurunan sebesar 5% dan 12% secara berturut-turut tahun ini.
Di Inggris, penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik telah berakhir setelah pembangkit terakhir di Ratcliffe-on-Soar, Nottinghamshire, menghasilkan megawatt terakhirnya pada bulan September, lebih awal dari tenggat waktu pemerintah pada tahun 2024.
Permintaan batu bara di China diperkirakan akan tumbuh 1% pada tahun 2024 menjadi 4,9 miliar ton, yang merupakan rekor baru lainnya, menurut IEA. Sementara itu, India diproyeksikan mengalami pertumbuhan permintaan lebih dari 5% menjadi 1,3 miliar ton, level yang sebelumnya hanya dicapai oleh China.
IEA mencatat bahwa ledakan energi terbarukan yang diproyeksikan selama beberapa tahun mendatang diharapkan dapat menahan penggunaan batu bara hingga tiga tahun ke depan, meskipun permintaan listrik di negara-negara berkembang diperkirakan akan melonjak, sebelum akhirnya permintaan batu bara mulai menurun pada akhir dekade ini.
Keisuke Sadamori, Direktur Pasar Energi dan Keamanan IEA, mengatakan:
"Penerapan teknologi energi bersih yang cepat sedang membentuk kembali sektor listrik global, yang menyumbang dua pertiga dari penggunaan batu bara dunia. Akibatnya, model kami menunjukkan permintaan global untuk batu bara akan mendatar hingga 2027 meskipun konsumsi listrik meningkat tajam."
Namun, ia menambahkan bahwa faktor cuaca - terutama di China sebagai konsumen batu bara terbesar dunia - akan sangat memengaruhi tren jangka pendek permintaan batu bara. Kecepatan pertumbuhan permintaan listrik juga akan menjadi faktor penting dalam jangka menengah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)