Di RI Terbuang Sia-sia, Minyak Jelantah diburu China-Brasil

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa yang menyangka, minyak jelantah yang sering dianggap sebagai limbah tak berharga ternyata menjadi barang incaran di pasar global. Dari dapur rumah hingga restoran, sisa minyak goreng ini menyimpan potensi besar yang dimanfaatkan berbagai negara untuk beragam keperluan biodiesel, bahan baku kosmetik, hingga pakan ternak.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor minyak jelantah Indonesia (kode HS15180060) ke Vietnam mencapai 2,79 juta kilogram dengan nilai US$ 2,85 juta. Posisi berikutnya ditempati China dengan volume ekspor 1,01 juta kilogram senilai US$ 1,01 juta. Sementara itu, Filipina, Lituania, dan Brasil masing-masing mengimpor 342 ribu, 256,8 ribu, dan 206 ribu kilogram minyak jelantah dari Indonesia.

Vietnam menjadi pasar utama berkat kebutuhan bahan baku biodiesel yang terus meningkat di tengah transisi menuju energi hijau. China, di sisi lain, memanfaatkan minyak ini tidak hanya untuk biodiesel tetapi juga sebagai suplemen energi murah dalam pakan ternak.

Dengan populasi besar dan sektor peternakan yang berkembang pesat, minyak jelantah menjadi solusi ekonomis untuk kebutuhan energi tambahan pada pakan hewan.

Silveria Cutipa menerima minyak daur ulang dari sebuah restoran untuk membuat sabun dan deterjen yang dihasilkan dari minyak daur ulang, di La Paz, Bolivia 17 Januari 2024. (REUTERS/Claudia Morales)Foto: Silveria Cutipa menerima minyak daur ulang dari sebuah restoran untuk membuat sabun dan deterjen yang dihasilkan dari minyak daur ulang, di La Paz, Bolivia 17 Januari 2024. (REUTERS/CLAUDIA MORALES)
Silveria Cutipa menerima minyak daur ulang dari sebuah restoran untuk membuat sabun dan deterjen yang dihasilkan dari minyak daur ulang, di La Paz, Bolivia 17 Januari 2024. (REUTERS/Claudia Morales)

Eropa, termasuk Lituania, juga menunjukkan minat tinggi terhadap minyak jelantah. Dengan regulasi ketat terkait emisi karbon, minyak ini kerap diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan. Brasil pun tak ketinggalan, memanfaatkan minyak jelantah untuk bahan baku pelumas dan aditif industri.

Harga ekspor minyak jelantah bervariasi tergantung negara tujuan. Sebagai contoh, harga rata-rata ke Vietnam mencapai US$ 1,02 per kilogram.

Selain biodiesel, minyak jelantah juga banyak digunakan untuk pakan ternak, terutama bagi unggas dan babi. Namun, penggunaannya membutuhkan pengolahan khusus untuk memastikan keamanan pangan dan menghilangkan kandungan berbahaya.

Meski pasar global menjanjikan, Indonesia belum sepenuhnya mengoptimalkan potensi ekspor minyak jelantahnya. Limbah ini banyak dihasilkan oleh rumah tangga dan restoran, tetapi pengelolaannya masih minim. Sebagian besar minyak jelantah justru dibuang begitu saja, tanpa dimanfaatkan lebih lanjut.

Pemerintah dapat berperan besar dalam mengubah kondisi ini. Langkah seperti membangun infrastruktur pengumpulan minyak jelantah, mengedukasi masyarakat tentang nilai ekonominya, hingga memberikan insentif bagi pelaku usaha yang terlibat dalam ekspor dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Indonesia perlu meniru langkah negara seperti Vietnam dan China yang berhasil mengolah minyak jelantah menjadi produk bernilai tambah. Selain itu, industri biodiesel domestik dapat menjadi peluang untuk meningkatkan nilai ekonomi sekaligus mendukung upaya pengurangan emisi karbon.

CNBC Research Indonesia

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research