Beli Tanah Kosong Terbengkalai, Pria Ini Sukses Dapat Rp5,5 Triliun

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Jangan pernah anggap remeh tanah terbengkalai. Siapa tahu bisa saja menjadi mesin pendulang kekayaan di masa depan, seperti yang dialami pengusaha asal Singapura, Ho Kwon Ping.

Awalnya dia membeli tanah terbengkalai bekas tambang yang tak disengaja ditemukannya di Thailand. Siapa sangka, waktu membuktikan tanah tersebut terbukti bisa membuatnya punya harta hingga Rp5 T. 

Berawal dari Jurnalis

Mulanya, Ho Kwon Ping berkarier sebagai jurnalis di Singapura pada dekade 1970-an. Dalam menjalani tugas, Ho dikenal sangat kritis. Dia selalu menulis artikel dengan nada kritik terhadap kebijakan politik pemerintah Singapura. 

Alhasil, tindakannya membuat pemerintah gerah dan memutuskan menjebloskan Ho ke penjara. Pada 1977, dia resmi ditahan pemerintah Singapura selama dua bulan atas tuduhan pro-komunis. 

"Jadi, saya dipenjara berdasarkan UU Keamanan Dalam Negeri karena pro-komunis," kata Ho, kepada CNBC Make It, dikutip Jumat (24/1/2025). 

Kepada BBC International, pria berusia 72 tahun tersebut sama sekali tak menyesali perbuatannya. Katanya, ini merupakan wujud idealisme masa muda. Meskipun pada sisi lain, selama di balik jeruji besi, dia merasa sangat ketakutan, sedih, dan selalu dibayangi-bayangi kesepian. 

"Banyak dari orang-orang yang masih muda, idealis, dan masuk penjara atau dikeluarkan kampus menjadi orang sukses kelak. Mereka hanya menemukan cara berbeda untuk mengekspresikannya," tutur Ho kepada BBC International, dikutip Jumat (24/1/2025). 

Setelah bebas, Ho kembali menjadi jurnalis dan bermukim di Hong Kong. Kali ini, dia sudah ditemani istrinya, Claire Chiang. Singkat cerita, pekerjaan sebagai jurnalis terhenti saat ayahnya stroke pada tahun 1980. Dia harus kembali ke Singapura untuk merawat dan mengoperasionalkan bisnis ayah. 

Pada titik ini, dia merasa cocok berbisnis. Hanya saja, dia merasa bisnis ayahnya yang berbasis manufaktur tak bisa untuk jangka panjang. Maka, dia memutuskan untuk beralih fokus bisnis.

Beli Tanah Kosong Bawa Berkah

Keputusan untuk mencari sektor bisnis baru membawanya ke Thailand. Pada 1984, dia tiba di Teluk Bang Tao, Phuket, dan melihat tanah luas bekas tambang yang terbengkalai. Luasnya sekitar 550 hektar dan tidak ada sisi menarik. Meski berada di teluk, tanah tersebut tidak memiliki pantai. 

Tanpa pikir panjang, Ho langsung membeli tanah tersebut seraya berharap bisa membawa keberkahan. Dia pun bergegas memperbaiki tanah terbengkalai tersebut sebagai tempat pengembangan beberapa hotel dan resort. 

Singkat cerita, renovasi tersebut selesai pada 1987. Hotel di bekas lahan tambang dinamainya sebagai Laguna Phuket. Sekalipun tak ada sisi menarik, Ho berupaya membuat terobosan baru demi meningkatkan daya tarik wisata. Mulai dari membangun pantai buatan, villa pribadi dengan kolam renang, hingga merintis spa tropis pertama di dunia. 

Khusus yang terakhir, Ho memperkenalkan spa bukan gaya Eropa. Dia memperkenalkan spa khas Asia Tenggara yang berbeda dari Eropa. 

"Kami memiliki terapis spa yang akan berkeliling tanpa alas karena. Ini terjadi karena di Asia orang berjalan tanpa alas kaki sebagai bentuk penghormatan di Asia. Mereka harus pakai pakaian Asia, bukan seragam putih ala orang Eropa," ungkap Ho. 

Singkat cerita, cara demikian membuat hotel tersebut sukses. Kekayaannya pun mulai bertambah.Perlahan, dia juga mulai melakukan ekspansi bisnis ke berbagai negara. Semua bisnis hotelnya berada di bawah konglomerasi bentukannya bernama Banyan Group. 

Siapa sangka, waktu membuktikan, berawal dari membeli tanah kosong terbengkalai, bisnis hotel Ho kini sukses cuan US$242 juta atau Rp3,9 T. Ho sendiri tercatat Forbes punya harta US$ 345 juta atau Rp5,5 Triliun. Kini, gurita bisnis Banyan Group sudah lebih  dari 80 hotel dan resor, serta spa, galeri, dan tempat tinggal yang tersebar di lebih dari 20 negara.


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research