Trump Berkuasa, Harga Minyak Dunia Bakal Sentuh US$60 per Barel

2 weeks ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - "We will drill baby... drill!" kalimat singkat Donald Trump saat kampanye yang memberikan gambaran besar mengenai kebijakan energi Amerika Serikat di era kepemimpinannya.

Kebijakan energi Trump yang pro pengeboran minyak diperkirakan akan menekan harga minyak mentah pada 2025. Hal ini karena potensi peningkatan pasokan minyak di tengah ekonomi dunia yang diperkirakan masih akan banyak tantangan.

Bank Citi memperkirakan harga rata-rata minyak mentah Brent sebesar US$60 per barel pada 2025. Rata-rata tersebut turun 21% dibandingkan harga rata-rata pada 2024 senilai US$75,76 per barel.

Saat ini harga minyak mentah dunia bahkan sudah menyentuh US$80 per barel akibat sanksi kepada Rusia dan pasokan minyak AS yang seret.

Berdasarkan data Refinitiv pada perdagangan Jumat (17/1/2024) harga minyak Brent tercatat US$80,79 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate diperdagangkan di US77,88 per barel.

Sepanjang Januari 2025, harga acuan minyak mentah telah melesat 8,2% untuk Brent dan 8,8% untuk WTI. Kinerja bulanan terbaik sejak September 2024, saat ini harga acuan minyak menguat 9% dalam sebulan.

Bank Citi menjelaskan bahwa pengaruh Trump terhadap OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, mungkin mendorong kelompok produsen tersebut untuk mengurangi pemotongan produksi lebih cepat.

Kebijakan Trump dapat menguntungkan industri melalui potensi insentif pajak untuk investasi modal dalam eksplorasi dan produksi, serta membalikkan kenaikan biaya royalti, biaya minimum penawaran, dan tarif sewa di lahan federal yang diterapkan pada era Biden, kata Citi.

Citi juga mencatat bahwa kebijakan Trump dapat memiliki dampak campuran terhadap pertumbuhan ekonomi global, khususnya negatif bagi Eropa dan China, yang tetap rentan terhadap risiko tarif perdagangan.

Hal ini dapat semakin mengurangi pertumbuhan permintaan minyak global, yang menimbulkan risiko penurunan terhadap ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak global pada 2025.

Donald Trump secara tegas mendukung kebijakan optimalisasi produksi minyak dan gas AS sejak masa kampanye berlangsung.

"Kami memiliki lebih banyak emas cair daripada negara mana pun di dunia," sebut Trump dalam pidato kemenangannya, yang terkait dengan komentar sebelumnya dari presiden terpilih bahwa AS akan terus mengebor.

Trump kemungkinan akan memperluas secara besar-besaran pengeboran minyak dan gas di lahan dan perairan Federal. Hal ini bertolak belakang dengan langkah era Biden untuk meminimalkan pengembangan bahan bakar fosil di tanah AS.

Menurut Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas Ing, saat pemerintahan dipimpin Trump pada periode kedua, potensi pertumbuhan tambahan produksi minyak AS kemungkinan besar akan datang dari lahan Federal, meskipun dampaknya mungkin baru terlihat setelah beberapa waktu.

"Produksi minyak darat (onshore) di lahan Federal menyumbang sekitar 12% dari total produksi pada 2023.Jika produksi lepas pantai (offshore) juga dihitung, angka tersebut meningkat menjadi sekitar 26%," ungkap Warren Patterson.

Kecintaan Donald Trump terhadap industri minyak sudah sangat terang terlihat di periode pertama memimpin Paman Sam pada 2017-2021.

Donald Trump menerbitkan ijin sewa minyak dan gas di tanah federal lebih banyak ketimbang saat AS dipimpin oleh Biden.

Trump tercatat mengeluarkan lebih dari 4.000 ijin sewa baru tambang minyak dan gas di tanah Federal selama memimpin di periode pertama. Jumlah tersebut turun setelah Biden memimpin.

Selama tiga tahun pertama Biden menjadi presiden AS, tercatat jumlah ijin sewa lahan tambang di tanah Federal hanya sekitar 1.400-an.

//

Penerbitan Ijin Sewa Lahan Tambang Tanah Federal Era Trump Vs BidenFoto: Ing
Penerbitan Ijin Sewa Lahan Tambang Tanah Federal Era Trump Vs Biden

Badan Energi Internasioanl (IEA) memperkirakan pasokan minyak global meningkat sebesar 1,8 juta barel per hari pada tahun 2025 menjadi 104,7 juta barel per hari, dibandingkan dengan peningkatan 660 ribu barel per hari pada tahun 2024. Produksi non-OPEC+, termasuk Amerika Serikat, diperkirakan naik sebesar 1,5 juta barel per hari baik pada tahun 2024 maupun 2025, menjadi masing-masing 53,1 juta barel per hari dan 54,6 juta barel per hari.

Sementara tingkat pengolahan minyak diperkirakan akan meningkat sebesar 660 ribu barel per hari pada tahun 2025.

Meskipun pandangan secara umum akan ada penurunan harga minyak mentah pada 2025, ada risiko keadaan berubah karena kebijakan internasional Trump, terutama sikap kepada Iran.

Seperti diketahui, pada 2018 Trump memberlakukan sanksi terhadap Iran yang mengakibatkan penurunan signifikan ekspor minyak Iran

Jika Trump tetap bersikap tegas terhadap Iran, maka ada potensi hilangnya pasokan dari pasar minyak. Iran sendiri merupakan salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia.

Berdasarkan data IEA, pasokan minyak mentah Iran mencapai 3,39 juta barel per hari pada Desember 2024.

Sehingga dunia kehilangan pasokan terutama dari Iran, maka akan mengkompensasi kenaikan pasokan dari AS di pasar minyak dunia. Sehingga berpotensi membuat harga minyak mentah dunia lebih stabil atau tidak turun drastis.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(ras/ras)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research