Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia lazim menyebut orang asing sebutan "bule". Biasanya, sebutan "bule" merujuk pada orang kulit putih terutama orang Eropa dan Amerika, atau orang Barat.
Hanya saja penggunaan istilah ini terus dilakukan lintas generasi tanpa orang tahu mengapa mereka menyebut orang asing berkulit putih dengan sebutan demikian. Lantas kenapa kebiasaan ini bisa terjadi?
Menelusuri penggunaan kata "bule" untuk merujuk orang berkulit putih bukan sesuatu hal mudah. Ilmuwan Tom Popensky menyebut kata "Bule" sudah dipakai untuk merujuk objek demikian pada 1952. Buktinya berada dalam tulisan W. le Febre berjudul Taman Siswa: Ialah Kepertjajaan Kepada Kekuatan Sendiri Untuk Tumbuh (1952). Dalam tulisan itu tertera kata "wong bule (orang putih" untuk merujuk rasialisme yang menimpa orang kulit putih pada masa revolusi kemerdekaan.
"... (Kata bule) menggambarkan sentimen kaum muda pada masa Revolusi Nasional Indonesia, yang melihat orang berkulit putih kebingungan atas huru-hara sosial yang terjadi," ujar Tom Popensky.
Hanya saja, popularitas "bule" di kalangan masyarakat Indonesia ditengarai dipopulerkan atas upaya Indonesianis asal Inggris bernama Benedict Anderson.
Dalam autobiografinya berjudul Hidup di Luar Tempurung (2016), Ben mengaku sebagai orang pertama yang mempopulerkan kata "bule" sebagai asosiasi orang berkulit putih.
"Sayalah yang mempopulerkan makna baru istilah (red, bule) pada 1962 dan 1963," ujarnya.
Penyebab Ben merasa ingin mengubah sebutan didasari oleh rasa risih tatkala disebut Tuan oleh masyarakat Indonesia ketika berkunjung ke Indonesia sekitar 1962 dan 1963. Kala itu, orang Indonesia masih larut dalam kebiasaan kolonial dan menganggap warga asing lebih superior. Terlebih, banyak pula orang asing yang memandang dirinya lebih hebat, sehingga layak dihormati.
Maka, ketika bertemu orang asing, orang Indonesia merasa lebih kecil dan cenderung tunduk.
"Beberapa orang terkesan menunduk-nunduk hormat pada mahasiswa asing tak penting ini semata-mata karena warna kulit saya," kata Ben.
Sebagai solusinya, Ben lantas meminta orang Indonesia yang melihatnya jangan menyebut dirinya Tuan atau dipanggil Putih, tapi dengan istilah "Bule".
Kata "Bule" sendiri memang sudah lazim digunakan masyarakat Indonesia untuk menyebut hewan berkulit albino, sebut saja seperti "kerbau bule" yang berada di lingkup Kesultanan Yogyakarta.
"Jadi saya beritahu kawan-kawan muda saya harus disebut bule, jangan putih," ujarnya.
Dari sini, kawan-kawan Ben merasa senang dan lantas menyebarkannya ke dalam berbagai media populer. Perlahan tapi pasti orang Indonesia mengikuti perubahan tersebut, sehingga menyebut orang berkulit putih sebagai "orang bule".
Meski begitu, bagi orang asing sebutan "bule" dianggap rasis. Benedict Anderson mengaku ada kawannya sepuluh tahun kemudian, berarti pada 1970-an, yang menyatakan protes karena dia mempopulerkan sebutan tersebut. Hanya saja, Ben mengabaikan protes itu sebab kenyataannya orang asing itu berkulit putih, sehingga pantas disebut "bule."
Sampai akhirnya, istilah tersebut menjadi bagian dari bahasa Indonesia sehari-hari.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: