Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (14-15 Januari 2025). Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) di tengah gejolak yang ada saat ini.
BI rate terakhir kali diturunkan sebesar 25 basis poin (bps) pada September 2024 dan selanjutnya ditahan pada Oktober, November, dan Desember 2024 di level 6%.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 15 lembaga/institusi secara absolut memproyeksikan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%. Jika hal ini terjadi, maka BI telah menahan suku bunganya selama empat bulan beruntun.
Sebelumnya pada Desember 2024 lalu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu, ia menekankan, fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah.
Sementara pada bulan ini atau sekitar satu minggu ke depan, ketidakpastian serta kekhawatiran pelaku pasar akan tertuju pada berbagai keputusan yang akan diambil Presiden Terpilih AS, Donald Trump pasca ia dilantik pada 20 Januari 2025.
Sebagai informasi, lonjakan imbal hasil US Treasury berpotensi terus menanjak setelah Trump terpilih sebagai Presiden AS. Kebijakan ekonomi Trump yang sangat pro dalam negeri serta proteksionismenya membuat modal kembali banjiri pasar AS.
Akibatnya dolar AS terbang dan imbal hasil US Treasury juga ikut naik. Imbal hasil US Treasury bahkan kini menembus 4,8% atau level tertinggi dalam setahun. Padahal, imbal hasil masih bergerak di angka 4,2% sebelum Trump terpilih pada pemilu 5 November 2024.
Gejolak imbal hasil diperkirakan masih akan tetap tinggi ke depan. Dengan kebijakan ekonomi dalam negerinya, inflasi AS kemungkinan sulit melandai dengan cepat.
Sebagai akibatnya, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bisa memperlambat pemangkasan suku bunga. Kondisi ini bisa membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury terbang.
The Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024 mengindikasikan hanya akan memangkas suku bunga acuan dua kali tahun ini. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya yakni empat kali.
Ketika hal ini terus terjadi, maka tekanan terhadap rupiah tampak masih akan cukup besar. Oleh karena itu, berbagai instansi memperkirakan bahwa BI masih akan menahan suku bunganya untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang juga menyampaikan bahwa BI diperkirakan masih akan menahan suku bunganya di 6% untuk mengantisipasi perkembangan di global.
"Perkiraannya masih tetap di 6%, antisipasi perkembangan di Global. Pasca rilis data ekonomi US yang masih solid sehingga market memperkirakan BI rate masih akan tetap di 6%, dan juga menyongsong Inagurasi Trump pada 20 Januari mendatang ya BI perkiraannya akan cautious. Ya sejalan DXY yg masih terus menguat bahkan sampai ke level 109," kata Hosianna.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah pada penutupan perdagangan 13 Januari 2025 tercatat terdepresiasi sebesar 0,56% di angka Rp16.270/US$.
Begitu pula dengan Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega,Ralph Birger Poetiray yang mengatakan bahwa situasi eksternal yang tidak mendukung membuat BI tampaknya tidak akan menurunkan suku bunga di bulan ini.
"Setelah bulan November Trump di nyatakan sebagai pemenang, dengan semboyannya "Make America Great Again" berangsur-angsur USD mengalami penguatan ditambah oleh kenaikan imbal hasil US Treasury yang berimbas pada tertekannya rupiah dan Surat berharga negara kita," ujar Birger.
"Ke depannya saya masih melihat bahwa Bank Indonesia berpeluang untuk menurunkan paling tidak 2 kali sampai akhir 2025. Dengan interest rate differential antara Indonesia dan AS yang sangat menarik dan juga di mulainya pemerintahan baru di AS, di harapkan market akan risk on lagi dan hal ini membuat pasar Indonesia berangsur-angsur membaik kembali," pungkas Birger.
Senada dengan Birger, Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan dan Chief Investment Officer Mandiri Manajemen Investasi (MMI), Ernawan Salimsyah menyampaikan bahwa BI akan menahan suku bunganya karena rupiah yang tertekan belakangan ini.
Kekhawatiran soal rupiah juga menarik perhatian bagi Direktur Purwanto Asset Management, Edwin Sebayang yang mengungkapkan bahwa jika BI rate diturunkan, maka rupiah berpotensi kembali melemah.
"Dikhawatirkan jika BI Rate diturunkan maka bisa melemahkan rupiah," kata Edwin.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)