Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengutarakan keinginannya mencaplok Greenland usai dilantik pada 20 Januari 2025 mendatang. Ini kali kedua dia mengutarakan hal demikian setelah sebelumnya berniat membeli Greenland dari Denmark pada Agustus 2019.
Berbagai analis menyebut alasan Trump bertindak demikian diduga kuat didasari oleh minat ekonomi jangka panjang. Greenland merupakan surga harta karun terpendam di muka bumi yang bernilai tinggi di tengah makin kritisnya ketersediaan harta karun global.
Harta Karun di Balik Bongkahan Es
Meski disebut dataran hijau, Greenland merupakan wilayah yang 80% daratannya tertutupi es. Encyclopedia Britanica menyebut wilayah Greenland memiliki rata-rata lapisan es setebal 1.500 meter dan mencapai ketebalan maksimum 3.000 meter.
Kondisi geografi yang sedemikian rupa membuat suhu rata-rata tahunan di sana sangat dingin. Sering terdapat cuaca ekstrim. Tak banyak yang bisa dilakukan di daerah ini, sehingga membuat penduduk Greenland selalu sedikit selama ratusan tahun.
Meski begitu, perubahan iklim mengubah semuanya. John Gertner dalam The Ice at the End of the World (2019) menyebut, mencairnya lapisan es di Greenland membuat dunia mengalami dilema dikotomi.
Pada satu sisi, pencarian es jelas membuat 'kiamat' iklim makin dekat. Sementara pada sisi lain, menghilangnya lapisan es membuat banyak orang datang ke sana. Bukan untuk tinggal, tapi mengeruk harta karun terpendam bernilai tinggi. Ini terjadi sebab hilangnya satu per satu lapisan es berhasil menyingkap berbagai harta karun terpendam yang tak pernah dieksploitasi selama ribuan tahun.
Tentu ini menjadi memiliki potensi ekonomi tak terkira bagi siapapun yang memilikinya. Alhasil, banyak pihak ingin datang untuk menguasai segala hal yang terkandung di bawah lapisan es Greenland.
Awalnya, modus banyak orang datang untuk meneliti. Namun waktu membuktikan itu hanya bualan semata, sebab mereka mengincar harta karun minyak. Pada 2023, Departemen Geologi AS menyebut, di Pantai Barat Greenland terdapat 18 miliar barel minyak yang belum tereksploitasi. Ini jauh lebih besar dibanding jumlah minyak di Timur Tengah.
Pemerintah Greenland memang tak melarang eksploitasi energi. Sejak 1980-an, minyak di sana sudah mulai dikeruk. Namun, sejak 2021, pemerintah sudah melakukan pelarangan demi menahan kencangnya laju perubahan iklim. Berbagai izin perusahaan minyak sudah direvisi.
Meski begitu, larangan tersebut nampaknya bakal menjadi angin lalu. Semakin kritisnya ketersediaan harta karun di dunia membuat urgensi penambangan di sana makin tinggi. Pesona Greenland makin besar. Dalam laporan panjang Reuters, dikutip Selasa (14/1/2025), disebutkan bahwa terdapat 34 jenis mineral langka bernilai tinggi di bawah lapisan es Greenland.
Dari 34 mineral, 25 di antaranya memiliki nilai sangat tinggi, mulai dari nikel, koper, grafit dan lain sebagainya. Semua ini memiliki ketersediaan hingga jutaan ton yang menjadi kunci penting pengembangan teknologi terbarukan, seperti mobil listrik dan turbin angin.
Kasus terbaru, misalnya, sudah banyak para konglomerat dunia yang mendanai perburuan harta karun besar-besaran di sana sejak 2023. Dalam pewartaan CNN Internasional, dikutip Selasa (14/1/2025), tokoh seperti Bill Gates dan Jeff Bezos sudah menaruh dana kepada perusahaan Kobold Metals yang mengeksploitasi mineral di Greenland.
Akibat urgensi ini pula, pemerintah Greenland menyetujui kembali proses ekstraksi mineral untuk meningkatkan potensi negara.
Pada akhirnya, urgensi pengerukan harta karun di Greenland kelak makin besar usai cadangan di dunia main sulit ditemui. Greenland kini tak hanya hamparan es semata, tapi sudah dipandang sebagai surga harta karun yang siap digarap. Tak heran, jika presiden AS terpilih Donald Trump, berniat merebut wilayah tersebut.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Next Article Berenang di Sungai, Warga Kalimantan Temukan Berlian Rp6 M