Sejarah Bicara! Trump Datang, IHSG Tumbang

3 weeks ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air kini benar-benar kelam, Usai gagal window dressing, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terancam gagal menyambut January Effect. Investor pun kini harus kembali gigit jari jika tak ada kemeriahan di sepanjang Januari.

Salah satu penyebab loyonya IHSG hingga pertengahan Januari adalah efek domino dari kekhawatiran pasar menjelang pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Pelantikan direncanakan akan dilaksanakan lima hari lagi pada Senin, 20 Januari 2025, di Bagian Depan Barat Gedung Kapitol, Washington, D.C., AS. Acara ini akan menjadi pelantikan presiden yang ke-60.

Bicara mengenai pelantikan presiden AS, teringat masa-masa kelam IHSG menjelang pelantikan Presiden Donald Trump saat ia menjabat pertama kalinya sebagai Presiden pada era Januari 2017-Januari 2021.

Saat pelantikan Presiden Donald Trump sebagai Presiden AS ke-45 pada Jumat, 20 Januari 2017, saat itu perjalanan IHSG tak berbeda jauh dengan kondisi saat ini.

Pada periode awal Januari hingga pelantikan Presiden Donald Trump 20 Januari 2017, perjalanan IHSG saat itu terperosok 0,80% dan mendarat di level 5.254,31 tepat di hari pelantikan (20/1/2017) atau jeblok 0,84% sehari.

Jika berkaca pada kondisi saat ini, di sepanjang Januari 2025, IHSG telah anjlok 1,74% di level 6.956,66 pada penutupan perdagangan Selasa (14/1/2025).

Efek kebijakan Trump yang perfeksionis dan pro pasar AS, mendorong sebagian pasar saham Asia termasuk Indonesia anjlok.

Sepanjang kampanye, Donald Trump menegaskan jika dia akan meningkatkan tarif perdagangan, terutama terhadap China.

Kebijakan perdagangan global Trump menimbulkan kecemasan khususnya di Asia, mengingat platform proteksionis yang kuat, di mana tarif yang lebih agresif pada impor ke AS telah dijanjikan.

Posisi Trump yang lebih isolasionis dalam kebijakan luar negeri juga telah memunculkan pertanyaan tentang kemampuannya untuk membela Taiwan dari potensi agresi China.

Salah satu yang akan menjadi pertanyaan besar bagi Indonesia adalah apakah Trump akan mengubah tarif perdagangan untuk Indonesia.

Sebagai catatan, pada pertengahan 2018, pemerintah AS di bawah Trump mengevaluasi status Indonesia sebagai negara penerima manfaat skema generalized system of preferences (GSP). Manfaat dari GSP itu bisa jadi yang membuat perdagangan Indonesia surplus sekitar US$ 9,5 miliar dengan AS.

GSP sendiri adalah semacam sistem penghapusan bea masuk untuk produk impor dari negara yang dianggap AS sektor industrinya masih berkembang.

Saat itu, ada sekitar 124 produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review, termasuk di dalamnya kayu plywood, cotton, dan udang.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun berkomentar terhadap kemenangan Trump, terdapat tiga hal yang perlu diwaspadai selama Trump memimpin, di antaranya adalah tekanan terhadap nilai tukar rupiah, potensi tekanan kepada arus modal, dan ketidakpastian di pasar keuangan.

Hal ini pun dapat terus menekan pasar saham dan rupiah tanah air.

Selain itu, hal lain yang dapat memberatkan pasar keuangan tanah air adalah bergabungnya Indonesia menjadi anggota aliansi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).

Diketahui Presiden terpilih AS Donald Trump sempat mengancam akan mengenakan tarif 100% pada blok sembilan negara BRICS, jika jadi menciptakan mata uang saingan dolar AS.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research