Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi seks di Korea Selatan (Korsel) semakin memprihatinkan. Saat ini jumlah pasangan pengantin baru turun di bawah 1 juta untuk pertama kalinya dan hampir setengah dari pasangan dengan usia lima tahun pernikahan tidak memiliki anak.
Data statistik Korsel pada Selasa (10/12/2024) menyebut jumlah pasangan pengantin baru, yang didefinisikan sebagai mereka yang menikah selama 5 tahun atau kurang, mencapai 974.000 pada tahun 2023, menandai penurunan sebesar 5,6% dari 1,03 juta pada tahun 2022.
Ini adalah pertama kalinya angka tersebut turun di bawah 1 juta sejak pemerintah mulai mencatat data tersebut pada tahun 2015.
Jumlah pasangan pengantin baru telah menurun secara stabil sejak tahun 2015, ketika jumlahnya mencapai 1,47 juta. Angka tersebut telah turun sekitar 50.000 hingga 80.000 per tahun, yang menyoroti penurunan tajam dalam tingkat pernikahan.
Di antara pasangan tersebut, pernikahan pertama mencapai 78,9%. Proporsi pasangan yang tidak memiliki anak mencapai 47,5% tahun lalu, meningkat 1,1 poin persentase dari tahun sebelumnya.
Data tersebut juga menunjukkan pasangan dengan penghasilan ganda cenderung tidak memiliki anak, dibandingkan dengan pasangan dengan penghasilan tunggal. Hanya 49,6% dari pasangan pengantin baru dengan penghasilan ganda yang memiliki anak, dibandingkan dengan 57,4% dari pasangan dengan penghasilan tunggal, dengan selisih 7,8 poin persentase.
Pendapatan tahunan rata-rata pasangan pengantin baru yang menikah pertama kali adalah 72,65 juta won (Rp805 juta), meningkat 7% dari 67,9 juta won (Rp753 juta) pada tahun sebelumnya.
Di antara mereka, pasangan dengan penghasilan ganda memperoleh pendapatan rata-rata 89,72 juta won (Rp995 juta), sementara pasangan dengan penghasilan tunggal memperoleh pendapatan 53,69 juta won (Rp595 juta).
Berdasarkan survey pada dirilis pada Maret 2024, sekitar 93,9% dari 1.059 responden sepakat menyebut penurunan angka kelahiran di Korsel adalah "masalah sosial", dan mereka menelusuri penyebab masalah ini pada "kesulitan dalam menggabungkan pekerjaan dan pengasuhan anak."
Hal ini ditegaskan dalam laporan lain yang diterbitkan oleh Korean Women's Development Institute (KWDI), yang menyoroti besarnya beban pengasuhan yang ditanggung oleh perempuan, bahkan di rumah tangga berpendapatan ganda.
Wanita menghabiskan rata-rata 11,69 jam per hari untuk merawat anak-anaknya. Jumlah ini melebihi 7,76 jam yang disumbangkan oleh pusat penitipan anak, 4,71 jam yang disumbangkan oleh ayah, dan 3,87 jam yang disumbangkan oleh kakek-nenek.
"Pengasuhan bayi dan anak kecil, terlepas dari apakah mereka bekerja atau tidak, sebagian besar diberikan oleh ibu dari anak tersebut, yang secara jelas menunjukkan ketidaksetaraan gender dalam pembagian pengasuhan anak," kata KWDI dalam laporannya, seperti dikutip Straits Times.
"Untuk meringankan beban pengasuhan yang terkonsentrasi pada ibu, lingkungan kerja harus disusun agar pengasuhan anak dan pekerjaan dapat seimbang satu sama lain dan tingkat pelayanan publik yang dapat diandalkan juga harus dibangun," katanya.
(dce)
Saksikan video di bawah ini: