Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara dunia merosot pada perdagangan kemarin (15/1/2025) dipengaruhi oleh kekhawatiran terjadi oversupply karena produksi batu bara Indonesia yang melimpah.
Berdasarkan data Barchart harga batu bara acuan Newcastle pada Rabu (15/1/2025) tercatat US$114,6 per ton atau turun 0,46% dari posisi sebelumnya.
Penurunan ini membuat harga batu bara sudah ambles 9,76% sepanjang Januari hingga perdagangan kemarin.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara Indonesia mencapai 831,05 juta ton sepanjang 2024.
Mengutip data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, realisasi tersebut telah melebihi target produksi atau realisasi 117,05% pada 2024. Adapun target produksi yakni 710 juta ton pada 2024.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya ovrsupply karena Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia.
Di sisi lain, permintaan batu bara dunia pada 2024 diperkirakan akan cenderung stagnan. Penyebabnya pertumbuhan konsumsi China dan India, sebagai konsumen batu bara terbesar dunia, mulai melambat.
Begitu juga dengan konsumsi batu bara di negara-negara maju yang diperkirakan akan lebih rendah.
Konsumsi batu bara China dan India yang cenderung melandai karena adanya pengembangan energi hijau yang mulai mengambil pasar batu bara sebagai sumber energi.
Pada Agustus 2024, sumber listrik tenaga air di China meningkat 10,7% pada Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun 2023, mencapai 163,5 miliar kWh, meskipun laju pertumbuhan melambat dari lonjakan 36,2% pada Juli.
Kontribusi energi terbarukan juga terus meningkat, dengan produksi tenaga surya melonjak 21,7% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara tenaga angin naik 6,6%. Pembangkit listrik tenaga nuklir naik 4,9% pada Agustus.
Selain itu, China Three Gorges Renewables Group Co. berencana membangun pusat pembangkit listrik besar yang memadukan energi angin, matahari, batu bara, dan baterai di Gurun Taklamakan, menurut pengajuan perusahaan tersebut pada awal Januari 2025.
Proyek tersebut akan mencakup panel surya dengan kapasitas 8,5 gigawatt, turbin angin berkapasitas 4 gigawatt, enam pembangkit listrik tenaga batu bara dengan kapasitas 660 megawatt, dan penyimpanan baterai sebesar 5 gigawatt-jam, menurut pengajuan tersebut.
Proyek ini merupakan bagian dari rencana untuk memanfaatkan lahan gurun yang tidak terpakai di China guna menghasilkan listrik bersih dan menyalurkannya melalui jalur transportasi jarak jauh ke kota-kota padat penduduk.
Perusahaan tersebut juga mengumumkan rencana untuk menginvestasikan hingga CNY 4,7 miliar atau Rp10.38 triliun(kurs=Rp2.208,48/yuan) pada proyek angin lepas pantai dengan kapasitas 400 megawatt di lepas pantai provinsi Fujian.
Sementara itu, India akan menambahkan kapasitas energi surya dan angin sebesar 35 gigawatt (GW) ke jaringannya pada tahun yang berakhir Maret 2025, kata seorang pejabat tinggi kepada Reuters. Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi target energi bersih 2030 setelah gagal mencapai target energi terbarukan 2022 yang sebelumnya diumumkan.
India menambahkan total kapasitas energi terbarukan sebesar 10 GW pada periode April-Agustus 2024, sehingga total kapasitasnya mencapai sekitar 153 GW, menurut data pemerintah hingga Agustus 2024.
Di sisi lain, ASEAN diperkirakan akan mengalami pertumbuhan konsumsi batu bara yang konsisten pada 2025 yakni mencapai 520 juta ton, naik 29 juta ton atau 5,9% dari jumlah permintaan 2024 sebesar 491 juta ton.
Saat negara-negara di Asia-Pasifik menambah konsumsi batu bara, walaupun China dan India moderat, negara-negara di Eropa serta AS memangkas permintaan batu bara miliknya.
Konsumsi batu bara AS diperkirakan akan berkurang 17 juta ton menjadi 351 juta ton pada 2025, atau turun 4,6% yoy. Eropa juga akan memangkas 16 juta ton konsumsi batu bara menjadi 494 juta ton pada 2025 atau berkurang 3,14% yoy.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)